Buruh Ungkap Sederet Alasan UU Cipta Kerja Harus Dicabut Presiden Prabowo Subianto di Masa Depan

Laporan reporter Tribunnews.com, Ismuyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kalangan buruh disebut-sebut sangat berharap Presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan menjabat pada 2024-2029 mencabut Omnibus Law, UU No. 6 tentang Penciptaan Lapangan Kerja Mulai Tahun 2023 dan segala peraturan yang timbul darinya.

Hal ini akan sangat selaras dengan perayaan Hari Buruh Internasional (Hari Buruh) pada 1 Mei 2024, kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (DPP Aspek Indonesia) Mira Sumirat.

Menurutnya, masyarakat Indonesia sudah mulai merasakan dampak negatif dari undang-undang komprehensif terhadap penciptaan lapangan kerja, khususnya ketenagakerjaan.

Mira dalam keterangannya, Rabu (1/5/2024) mengatakan, “UU Cipta Kerja membuat pekerja Indonesia semakin miskin karena menghilangkan jaminan kerja, jaminan upah, dan jaminan sosial.”

Ia membeberkan dampak negatif dari penegakan undang-undang hak cipta, antara lain persoalan penetapan upah minimum yang tidak lagi mengandung tiga kali lipat, dan kenaikannya tidak memenuhi unsur kelayakan.

Pihak Indonesia meminta pemerintah meninjau kembali PP no. Keputusan Menteri no. 51 Tahun 2023 tentang Penetapan Kembali Mekanisme Penghitungan Kenaikan Upah Minimum Tingkat Daerah dan Kota

Rumusnya memperhitungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, serta hasil Survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang wajib dilakukan Dewan Pengupahan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia.

Kebutuhan hidup layak yang wajib dipenuhi dengan menggunakan sedikitnya 64 komponen KHL berdasarkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 21 Tahun 2016 tentang kebutuhan hidup layak. .

Berdasarkan pantauan Aspect Indonesia, dampak negatif lain dari UU Cipta Kerja antara lain maraknya sistem outsourcing tenaga kerja tanpa batasan jenis pekerjaan yang jelas, dan sistem kerja kontrak seumur hidup tanpa kepastian status pekerja tetap.

Tak hanya itu, juga hilangnya ketentuan upah minimum provinsi dan kota/kabupaten, mudahnya pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh perusahaan, serta pengurangan uang pesangon (PHK), pesangon, dan bonus masa kerja.

Selain tuntutan pencabutan Omnibus UU Cipta Kerja, MIRA juga mengajukan tuntutan lain seperti perlindungan hak berorganisasi di perusahaan, karena masih banyak perusahaan yang menentang keberadaan serikat pekerja, dan selain itu komprehensif. reformasi ketenagakerjaan. Biro Reserse Kriminal Kepolisian.

Selain itu, serikat pekerja menuntut pemerintah dan DPR meratifikasi RUU PRT tahun 2024, yang sudah lama terhenti di Kongo.

Beliau menutup pidatonya dengan mengatakan: “Serikat pekerja juga menyerukan kepada presiden Indonesia yang baru terpilih untuk serius memberantas pungutan liar dan korupsi, karena hal ini menimbulkan biaya yang sangat besar bagi dunia usaha, yang tentunya berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa. kebutuhan masyarakat.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *