Laporan reporter Tribunnews.com Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ribuan buruh meminta untuk ikut serta dalam penyusunan rancangan peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Kebijakan ini dinilai mendorong kemasan rokok tidak bermerek.
Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Tembakau Makanan Minuman Rokok Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Kudus, Agus Purnomo, menilai aturan ini hanya akan menambah angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di Indonesia, dalam hal ini industri hasil tembakau.
Ia meminta pemerintah mencabut PP 28/2024 dan menghapuskan RMPK.
“Hari ini banyak yang kena PHK, jangan buat regulasi yang memberatkan kami. Tolong hentikan kami, kami juga punya hak, jangan sampai pekerjaan yang menunjang kami diambil,” kata Agus dalam keterangan tertulisnya. , Selasa (22/10/2024).
Agus mengatakan, jika PP 28/2024 dan RMPK terus berlanjut tanpa melibatkan pekerja tembakau dan pihak-pihak yang terlibat dalam industri hasil tembakau, maka demonstrasi akan semakin besar.
Menteri Kesehatan Budhi Gunadi mengatakan, jika ucapan Sadiq tidak didengarkan, kami akan turunkan dengan kekuatan penuh.
Andreas Hua, Wakil Ketua Direktorat Pusat Federasi Serikat Pekerja Makanan Minuman Rokok Tembakau Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI) mengatakan hal serupa.
Ia mengingatkan Kementerian Kesehatan untuk tidak egois dalam merumuskan kebijakan yang berdampak pada pekerja di sektor tembakau. Tentang RPMK dan PP 28/2024.
“Saya ingin tegaskan, jangan memikirkan ego sendiri, perhatikan aspek pekerjaan dan industri, karena kita hidup dari industri. Kita butuh uang, tapi bukan rokok,” ujarnya.
Andreas mengatakan, jika tuntutan buruh tidak diindahkan maka mereka akan turun ke jalan dengan kontribusi lebih banyak orang.
Sebab, beberapa langkah sudah dilakukan untuk bernegosiasi dengan Kementerian Kesehatan, namun dalam perjalanannya Kementerian Kesehatan belum memberikan respons.
Dia mengatakan, hanya sebagian kecil dari kelompok yang berdemonstrasi pada aksi tersebut terdiri dari pekerja di industri tembakau, makanan, dan minuman. Namun, jika tidak ditanyakan, mungkin pesertanya lebih banyak.
“Saat ini baru satu persen. Sekali lagi, kalau aspirasi kita tidak didengar, kita akan kembali dengan gelombang besar,” tutupnya.