TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaringan perjudian online (judol) semakin hari semakin berkembang seiring dengan banyaknya pekerja yang menjadi korbannya.
Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Hermanto Ahmad meminta pemerintah cepat tanggap agar praktik judo bisa ditekan.
Harmanto mendukung penuh kebijakan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Ari Setadi yang meniadakan judo. Karena hal ini jauh lebih menyengsarakan masyarakat lapisan bawah, khususnya kaum buruh
Pada Jumat (5/7/2024), Hermanto menegaskan di Jakarta: “Pekerja kelas bawah dan pekerja yang hidup dengan menggali dan menggali lubang, cukup sudah. Jangan ditambah jaring setan berupa Judol.”
Menurut Harmanto, upaya pemerintah yang dilakukan Menteri Komunikasi dan Informatika yang ditunjuk sebagai Ketua Umum Satgas Anti Judi Online sangat berhasil.
Lebih lanjut, aspek pencegahan dan edukasi tentang bahaya judol bagi masyarakat masih intensif
Ia berharap masyarakat terus mendukung pemerintah dalam pemberantasan judo di Tanah Air.
Ia mengatakan, “Saya yakin pencegahan melalui edukasi dan promosi literasi yang dicanangkan Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Ari cukup efektif untuk mencegah masyarakat bermain judo.”
Harmanto menilai kaset judo sangat berbahaya bagi pekerja. Berdasarkan beberapa laporan yang diterimanya, banyak pekerja yang kini terlilit hutang di Pinjaman Online (Pinjol) karena kecanduan bermain judo. Dampak negatif lainnya dari Judol juga mempunyai dampak jangka panjang terhadap keluarga pekerja
Sekadar informasi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa perdagangan Judol dimulai sekitar tahun 2019, 2020, dan 2021.
Pada tahun 2017, PPATK menerima dana sebesar Rp 2,1 triliun terkait transaksi judol. Kemudian pada tahun 2018 dananya meningkat menjadi Rp3,9 triliun dan tumbuh pesat hingga tahun 2021.
Yang terbesar pada tahun 2021 hingga 2022 yaitu dari Rp57 triliun menjadi Rp104 triliun. Kemudian meningkat menjadi Rp 327 triliun pada tahun 2023
Sedangkan pada triwulan I 2024, PPATK mendeteksi transaksi judol lebih dari Rp 101 triliun.