TRIBUNNEWS.COM – Di tengah kondisi perekonomian dan geopolitik global yang dinamis dan penuh tantangan, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk berhasil mencatatkan pertumbuhan laba yang positif dan hingga akhir triwulan I 2024, BRI berhasil mencatatkan laba konsolidasi sebesar Rp 15,98 triliun. Hal tersebut disampaikan Direktur Utama BRI Sunarso pada Kamis (25 April) saat konferensi pers mengenai perkembangan ekonomi BKI triwulan I 2024.
Sunarso mengungkapkan, perseroan berniat untuk terus memperhatikan perkembangan situasi perekonomian global dan lebih fokus pada tantangan dalam negeri. Saat ini, kondisi perekonomian global berada dalam kondisi ketidakpastian yang besar karena The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap tinggi lebih lama untuk memperlambat inflasi di AS. Di sisi lain, ketegangan geopolitik di Timur Tengah semakin memanas sehingga mendorong terjadinya ketidakpastian. investor mengalihkan asetnya ke safe haven sehingga memberikan tekanan terhadap rupee, dolar, dan Indeks Saham Gabungan (IHSG),” jelas Sunarso.
Meski demikian, Sunarso tetap optimis terhadap perkembangan BRI ke depan dan lebih fokus pada tantangan dalam negeri. “Perusahaan melihat situasi perekonomian negara saat ini cukup tangguh terhadap stabilitas perekonomian global, dan BRI berkomitmen mendukung program pemerintah yang mendukung pertumbuhan ekonomi dalam negeri,” tambah Sunarso.
Salah satu bentuk komitmen BKI dalam mendukung pertumbuhan perekonomian negara adalah dengan terus mendorong penciptaan lapangan kerja, khususnya di segmen UKM, dengan memberikan pinjaman yang berkualitas.
Hingga akhir Maret 2024, BRI memiliki kredit sebesar Rp1.308,65 triliun atau meningkat dua digit sebesar 10,89 persen year-on-year. Dari alokasi pinjaman tersebut, 83,25% atau Rp1.089,41 triliun merupakan portofolio pinjaman segmen UMKM. Pertumbuhan penyaluran kredit sebesar dua digit ini didorong oleh peningkatan aset perseroan, dimana aset BRI naik menjadi Rp1.989,07 triliun atau meningkat 9,11% year-on-year.
“BRI meyakini pemberdayaan yang dilakukan perusahaan di segmen UMKM akan berdampak pada keberlangsungan perekonomian negara, karena UKM menyumbang sekitar 97 persen lapangan kerja di Indonesia dan menyumbang 61 persen PDB,” jelas Sunarso.
Jika dirinci, seluruh segmen kredit BRI mencatatkan pertumbuhan positif, segmen mikro tumbuh 10,51% YoY menjadi Rp622,61 triliun, segmen konsumer tumbuh 11,62% YoY menjadi Rp193,96 triliun, segmen kecil dan menengah tumbuh 8,06%. dari tahun sebelumnya menjadi Rp 27,2 triliun. dan segmen korporasi tumbuh 15,10% YoY menjadi Rp 219,24 triliun.
Meski mampu mendorong pertumbuhan penyaluran kredit hingga dua digit, namun perseroan tetap mampu menjaga kualitas pinjaman yang diberikan. Hingga akhir triwulan I 2024, rasio kredit bermasalah (NPL) BRI terkendali di kisaran 3,11 persen, dan rasio risiko kredit (LAR) membaik dari 16,39 persen pada akhir triwulan I tahun. 2023 menjadi 12,70 persen pada tahun 2024 pada akhir triwulan I tahun ini.
“Sebagai bank dengan portofolio terbesar di segmen UMKM, NPL sebesar 3% merupakan bukti nyata bahwa BRI mampu menjaga kelayakan kredit yang baik dengan mengikuti prinsip manajemen risiko yang prudent,” tambah Sunarso.
Dari sisi liabilitas, perseroan mampu menghimpun dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp1.416,21 triliun, naik 12,80% year-on-year pada akhir Maret 2024. Dana murah (CASA atau Current Account Saving Account) masih mendominasi portofolio tabungan dan terus berkembang. dari 7,80% tahun sebelumnya. Pertumbuhan CASA ini tidak lepas dari upaya BRI melakukan transformasi utang dengan memperkuat basis pendanaan dan fokus pada pendanaan CASA yang lebih terjangkau, lebih stabil dan berkelanjutan.
Dalam kondisi ketatnya likuiditas perbankan nasional akibat era suku bunga tinggi, BRI berhasil menjaga indikator likuiditas pada tingkat yang cukup, dimana LDR (Loan to Deposit Ratio) bank pada akhir Maret 2024 ditetapkan sebesar tingkat. 83,28%. Dari sisi permodalan, BRI juga mampu menjaga rasio solvabilitas yang kuat dengan CAR (Capital Adequacy Ratio) sebesar 23,97 persen. Dengan situasi likuiditas dan permodalan yang memadai, perseroan masih memiliki ruang untuk pertumbuhan yang lebih baik.
Sementara itu, fee based income (FIB) yang tumbuh 6,92% year-on-year menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan pendapatan BRI.
Salah satu dukungan fee based revenue stream BRI tidak lepas dari kontribusi super app BRImo, dimana BRImo memiliki 33,5 juta pengguna pada akhir Maret 2024, atau meningkat 30,3% dibandingkan tahun sebelumnya. “Selama tiga bulan, BRImo berhasil memproses 969 juta transaksi keuangan dengan volume transaksi Rp1.251 triliun, naik 41,8% year-on-year,” kata Sunarso.
Keberadaan AgenBRILink juga memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan pendapatan berbasis pembayaran BRI. Sepanjang Januari hingga Maret 2024, para agen tersebut berhasil mencatatkan 285 juta transaksi finansial dengan volume transaksi sebesar Rp370 triliun, dan BRI menghasilkan fee based income sebesar Rp395 miliar. Hingga akhir Maret 2024, BRI sendiri akan memiliki 796.836 agen yang tersebar di 61.122 desa di Indonesia.
Dari sudut pandang operasional, perusahaan mampu terus melakukan efisiensi operasional. Hal ini tercermin dari rasio biaya terhadap pendapatan (CIR) yang terus membaik. CIR BRI pada akhir Maret 2024 sebesar 37,43% atau lebih baik dibandingkan CIR akhir Maret 2023 yang sebesar 41,83%. “Penurunan CIR menunjukkan BRI berhasil mengelola biaya dan menghasilkan pendapatan secara efisien,” imbuhnya.
“Dengan hasil positif di tiga bulan pertama tahun 2024, BRI optimis dapat terus tumbuh secara berkelanjutan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian perbankan dan manajemen risiko yang baik dalam dinamika kondisi perekonomian dan geopolitik global yang perlu dicermati secara ketat.” BRI lebih fokus menyelesaikan tantangan dalam negeri, khususnya memberikan peluang bagi UKM,” kata Sunarso.