Reporter Tribunnews.com Eko Sutriyanto melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pelaku usaha diimbau untuk memahami risiko dan mengambil keputusan yang baik mengenai kebijakan keamanan sistem dan datanya, terutama terkait data pribadi pelanggan atau konsumen.
Sandiman Direktur KSS TIKA Media dan Transportasi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Mahardika Soffan mengatakan, ancaman kejahatan siber di Indonesia terus meningkat.
“Perusahaan perlu lebih memperhatikan keamanan infrastruktur TI mereka, terutama perusahaan yang menyimpan data sensitif seperti data pribadi konsumen,” ujarnya pada acara yang diadakan oleh Protergo CyberSecurity . di Jakarta baru-baru ini.
Beliau menekankan agar perusahaan menggunakan solusi keamanan yang dapat mempercepat dan memastikan kerja IT Security dapat melindungi sistem dan perangkat teknologi seperti komputer, gadget seluler, server, jaringan, dan sistem elektronik dari serangan hacker.
Menurut data penelitian Vectra, sistem SOC (Security Operation Center) kesulitan menangani 67 persen dari seluruh peringatan sistem data, yang sebagian besar merupakan peringatan palsu.
Positif palsu ini terjadi ketika alat pemindaian, firewall aplikasi web (WAF), atau sistem pencegahan intrusi (IPS) salah menandai kerentanan keamanan selama pengujian perangkat lunak.
Positif palsu menggambarkan situasi di mana kasus uji gagal, namun kenyataannya tidak ada bug dan fungsinya berfungsi dengan benar sehingga mengakibatkan kurangnya efisiensi.
Fakta inilah yang mendorong lahirnya ARAI, salah satu inovasi terkini yang di dalamnya terdapat sistem keamanan menyeluruh, mulai dari mengidentifikasi, mengenali, dan merespons insiden secara otomatis sehingga perusahaan tersebut dapat mencegah dan mengelola serangan siber secara efektif.
“Ini merupakan alat yang menarik dalam hal solusi bagi Penyelenggara Sistem Elektronik untuk menerapkan keamanan siber yang tepat dan tepat sasaran, efektif dan efisien,” kata Mahardika.