Laporan reporter Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendesak Polri melakukan kampanye komprehensif untuk mencegah kejahatan siber, khususnya terkait perjudian online.
Dan Anggota BPK RI Nyoman Adhi Suryadnyana mengatakan, saat ini terdapat berbagai aksi kejahatan siber yang melibatkan peretasan sistem komputer dan jaringan internet untuk mengakses informasi pribadi korbannya.
Bukan hanya terkait berita bohong atau penipuan dan ujaran kebencian, tapi juga ancaman kejahatan siber lainnya, ujarnya di Jakarta, Selasa (25 Juni 2024).
Menurut Nyoman, penipuan meliputi penipuan atau phising, hacking atau hacker dan cracker, penguntitan atau cyberstalking, dan cyberbullying.
Namun, selain kejahatan dunia maya, ancaman lain yang sangat serius di dunia digital adalah terkait dengan maraknya perjudian online. “Tidak hanya pendapatannya yang mencapai ratusan triliun, namun dampak negatifnya lebih besar lagi,” ujarnya.
Dampak negatifnya, lanjut Nyoman, mulai dari kerugian finansial, gangguan kesehatan mental, hingga terganggunya hubungan personal.
Nyoman mengatakan Polri tidak cukup hanya membuat konten kampanye yang menarik dan informatif untuk mencegah kejahatan siber. Namun kita juga perlu bekerja sama dengan sektor industri, lembaga pendidikan, pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah (LSM) dan orang-orang berpengaruh untuk berpartisipasi aktif dalam kampanye pencegahan kejahatan dunia maya.
Nyoman mengatakan, dorongan dan dukungan kepada Polri untuk lebih giat mengkampanyekan pencegahan cybercrime tidak lepas dari rekomendasi BPK pasca pelaksanaan Uji Efektivitas Cybercrime tahun 2017 hingga Semester I 2018 di tingkat Polri.
Salah satu fokus ujian, menurut Nyoman, adalah terkait pencegahan kejahatan siber.
“Pencegahan cybercrime diartikan sebagai tindakan untuk menghilangkan atau mencegah berkembangnya cybercrime lebih lanjut. “Sehingga dapat menurunkan tingkat kejahatan siber dan ketakutan masyarakat menjadi korban kejahatan siber,” ujarnya.
Nyoman mengatakan, rekomendasi BPK tersebut menunjukkan minimnya kegiatan kampanye kepada masyarakat menyebabkan kurang adanya kepedulian terhadap perilaku masyarakat di dunia siber, kecenderungan tidak etis bahkan melanggar hukum dengan ancaman kejahatan siber dan perilakunya saat melakukan aktivitas di dunia maya. dunia siber.
“Kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam kampanye pencegahan kejahatan siber masih tergolong rendah,” ujarnya.
Nyoman mengatakan, Polri juga menggelar serangkaian program untuk menyikapi rekomendasi BPK terkait hasil pemeriksaan ketenagakerjaan.
Berdasarkan catatan BPK, sepanjang tahun 2019, Polri sejauh ini telah melakukan tindakan pencegahan kejahatan siber melalui situs https://patrolisiber.id dan jejaring sosial YouTube @siberTV.
Kampanye tersebut berisi tips dan trik untuk mencegah kejahatan dunia maya, termasuk bekerja sama dengan pengambil kebijakan lainnya.
“Melalui kampanye pencegahan kejahatan siber secara komprehensif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, kesadaran masyarakat akan pentingnya pencegahan kejahatan siber akan mampu mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya tindak pidana,” ujarnya.
Tak kalah penting, lanjut Nyoman, kampanye pencegahan kejahatan siber juga berkorelasi dengan peningkatan pencapaian Indeks Kinerja Penegakan Hukum yaitu sebesar 108,58 persen dari target. Prestasi Polri patut diapresiasi, ujarnya.
Nyoman menambahkan, dengan semakin kompleksnya penanganan kejahatan siber, Polri pun membayangkan rencana pembentukan Direktorat Siber di tingkat daerah, khususnya di Polda kedelapan.
Mereka adalah Polda Metro Jaya, Polda Sumut, Polda Bali, Polda Jabar, Polda Jatim, Polda Jateng, Polda Sulawesi Tengah, dan Polda Papua, ujarnya.