TRIBUUNNEWS.COM – Senyawa kimia Bisphenol A (BPA) dan bahayanya bagi kesehatan terus menjadi sorotan berbagai departemen.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah mengeluarkan perubahan peraturan mengenai kewajiban pelabelan BPA (Bisphenol A) pada produk air minum dalam kemasan (AMDK) melalui Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024.
Pasal 61A mengatur bahwa air kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat harus memiliki peringatan pada label yang berbunyi: “Dalam kondisi tertentu Kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA dalam air kemasan.”
Bahaya BPA telah dibuktikan oleh banyak penelitian ilmiah. Salah satunya adalah Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) pada tahun 2015 yang melakukan studi risiko untuk menginterpretasikan tingkat keamanan konsumsi bisphenol A (BPA).
Studi yang dilakukan pada hewan menunjukkan hasil yang dapat diartikan sebagai asupan harian yang dapat ditoleransi (TDI) dalam tubuh manusia.
Berdasarkan hasil penelitian ini, EFSA memutuskan untuk menurunkan TDI BPA dari 50 µg/kg berat badan/hari menjadi 4 µg/kg berat badan/hari. Ini adalah perbedaan yang signifikan.
Hasil dari keputusan ini bukan tanpa alasan. Penurunan TDI ini didasarkan pada bukti yang menunjukkan bahwa BPA dapat mempengaruhi perkembangan kelenjar susu dan fungsi reproduksi. Menyebabkan gangguan metabolisme seperti diabetes dan obesitas. Mempengaruhi sistem saraf dan perilaku dan melemahkan sistem kekebalan tubuh Kesemuanya berpotensi menimbulkan kondisi jangka panjang – masalah kesehatan jangka panjang.
Nilai TDI yang lebih rendah menunjukkan margin keamanan paparan BPA yang semakin sempit, yang berarti BPA memiliki tingkat toksisitas yang tinggi. Meskipun beberapa penggunaan masih diperbolehkan, Namun batas aman konsumsi telah dipersempit secara signifikan untuk melindungi kesehatan manusia.
TDI yang lebih rendah ini menegaskan bahwa paparan BPA dalam jumlah kecil sekalipun dapat menimbulkan risiko kesehatan yang lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Oleh karena itu, langkah ini diambil untuk memastikan bahwa masyarakat tidak terpapar BPA dalam kadar yang dapat menyebabkan dampak kesehatan yang serius.
Menyadari bahwa penggunaan BPA secara luas terus menimbulkan dampak buruk yang serius, pada akhir tahun 2021 EFSA menilai kembali risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh BPA, dengan menetapkan TDI untuk BPA sebesar 0,04 ng/kg BB/hari atau 100.000 kali lebih kecil dari nilai t TDI.- Didirikan pada tahun 2015
Seperti EFSA, kajian Departemen Kimia Klinik tahun 2021 Fakultas Ilmu Kesehatan Sekutu Universitas Chulalongkorn, Bangkok, meneliti efek paparan BPA selama kondisi prenatal terhadap gen yang terlibat dalam gangguan spektrum autisme (ASD).
Penelitian tersebut dilakukan pada tikus yang ibunya terpapar BPA saat hamil. Dengan memberikan berat badan ibu sebesar 5.000 mikrogram/kg/hari. Sejak awal kehamilan hingga melahirkan
Hasilnya menunjukkan bahwa paparan BPA sebelum melahirkan mengganggu gen terkait ASD di korteks prefrontal hipokampus. yang mempengaruhi kelangsungan hidup saraf Proses pembentukan sel saraf dan memori, dengan peningkatan risiko pada keturunannya.
Pentingnya peraturan bebas BPA bagi produsen dan konsumen
Untuk mengurangi risiko paparan BPA, konsumen dan produsen dapat melakukan beberapa langkah.
Konsumen sebaiknya mengurangi penggunaan produk yang mengandung BPA, seperti botol plastik dan wadah makanan. Terutama ibu hamil dan anak-anak Produsen harus meningkatkan pengawasan dan mulai mengurangi penggunaan BPA pada produknya.
Pada saat yang sama Pengesahan peraturan pelabelan BPA oleh BPOM juga merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam melindungi masyarakat. Khususnya konsumen AMDK.
Selain itu, penting untuk mengedukasi konsumen tentang bahaya BPA dan cara menghindarinya melalui kampanye pendidikan dan informasi yang jelas. Salah satu caranya adalah dengan memilih air minum kemasan yang terbuat dari bahan bebas BPA dan selalu menggunakan bahan baru yang aman bagi kesehatan dan keselamatan konsumen.