Diposting oleh reporter Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemilik manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon membenarkan telah berinvestasi di Corporate Social Responsibility (CSR) bersama Helena Lim dan dipesan oleh Harvey Moeis.
Sedangkan untuk dana CSR, Aon melepaskannya dari PT Quantum Skyline Exchange milik Helena, tergugat dan bodoh Pantai Indah Kapuk.
Informasi itu terungkap saat Tamron hadir sebagai saksi usai sidang tipikor dan mendakwa Harvey Moeis, Direktur PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah di Pengadilan Tinggi Jakarta, Senin (30/9). /2024).
Mulanya jaksa penuntut umum (JPU) membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Tamron saat pemeriksaan di Kejaksaan.
Pengacara membacakan BAP tersebut karena Tamron sebelumnya mengaku tidak ingat besaran CSR yang ia tempatkan.
“Saksi lupa uang yang ditransfer ke Quantum, saya mau membacanya di halaman 87 pasal 129. Ada pertanyaan dari pemeriksa berapa uang yang anda berikan kepada Harvey Moies dengan kode CSR, maka anda jawabannya begitu saya .jelaskan Pertama saya kasih CSR 8.718.500 atau Rp 122.059.000.000 betul, tanya Pak Tamron ke pengacara.
“Saya ambil 500 dolar AS per ton, dan pemeriksa menghitungnya dan dikalikan dengan tonase baja yang kita kirim ke PT Timah. Nah, pemeriksa menemukan angka itu,” kata Tamron.
“Jadi kamu juga bilang 500 USD per ton dibagi tonase, seperti ini kan?”
“Itu saya sampaikan ke reviewer, jadi untuk nambah uangnya, reviewer tambah,” kata Tamron.
Belakangan, Tamron membenarkan bahwa dirinya sendiri yang menyetorkan uang tersebut ke rekening PT QSE.
Selain transfer bank, ia juga mengirimkan uang CSR dalam bentuk cek saat bank menerima uang transfer tersebut.
Selain itu, terkait transaksi ini, Aon juga mengatakan pihaknya menerima nomor rekening PT QSE dari Helena sendiri.
Pasalnya, ia mengaku mengenal Helena sebelum ia bekerja sama dengan PT Timah.
“Saya sudah kenal dengan Nyonya Helena,” ucap Aon.
“Siapa yang membawamu?” tanya pengacara itu.
“Saya kenal Bu Helena sejak lama. Karena beliau mempunyai money changer,” jelas pemilik Smelter itu.
Tak berhenti sampai disitu, pengacara menyelidiki apakah ada saran dari Helana saat Tamron ingin mengirimkan uang CSR.
Namun Aon mengatakan saat itu Helena tidak berkata apa-apa.
Saat itu, Aon bertanya kepada Helena bagaimana penukaran rupiah saat ingin mengirimkan uang CSR.
“Mbak Helena tidak tahu apa-apa, saya hanya bertanya dengan kurs hari ini saya ingin membeli uang untuk diberikan kepada Pak Harvey,” kata Tamron.
“Jika Nyonya Helena memberikannya pada Tuan Harvey, apakah anda tahu apa yang harus anda lakukan?” tanya pengacara itu.
“Aku tidak tahu,” kata Aon. Lanjutkan sidang korupsi timah Harvey Moeis Cs di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/9/2024) (Tribunnews.com/ Fahmi Ramadhan)
Usai mengirimkan uang, Aon membenarkan tidak pernah menerima dukungan apapun dari Helena maupun Harvey Moeis.
Begitu pula dengan Tamron yang mengaku tidak pernah bertanya kepada Harvey atau Helena tentang uang tersebut.
“Apa yang Harvey Moeis katakan tentang kegunaannya?” tanya pengacara itu
“Saya tidak bertanya,” Tamron menyimpulkan.
Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Helena berperan membantu Harvey Moeis, suami Sandra Dewi, mengumpulkan uang jaminan tambang ilegal tersebut.
Helena Lim menyetorkan tabungan tersebut ke rekening convertible fund miliknya, PT Quantum Skyline Exchange dari perusahaan smelter swasta.
Smelter swasta yang dimaksud adalah CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
“Terdakwa HELENA memberikan kepada perusahaan HARVEY MOEIS atas nama PT Refined Bangka Tin dengan menggunakan perusahaan penukaran mata uangnya yaitu PT Quantum Skyline Exchange untuk mendapatkan uang jaminan sebesar 500 USD dan 750 USD/ton yang merupakan uang Tanggung Jawab Bisnis,” kata pengacara dalam tuduhan Helena Lim.
Sementara itu, Harvey Moeis didakwa terutama atas tindakannya mengatur keamanan finansial untuk perkebunan ilegal tersebut.
Atas perbuatannya, Helena Lim dan Harvey dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 KUHP dan Pasal 56 1 KUHP tentang pembayaran uang makan.
Selain itu, ia juga dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengalihan hasil tindak pidana korupsi, seperti Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pencegahan Tindak Pidana. pencucian uang juncto pasal 56 ke-1 KUHP.