Laporan Jurnalis Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Kepala intelijen militer Angkatan Bersenjata Israel (IDF) Aharon Haliva mengumumkan pengunduran dirinya karena gagal mencegah serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu.
Pengunduran diri tersebut terjadi tak lama setelah kepala staf militer Israel mengakui bahwa dia telah menerima surat Haliva yang mengatakan bahwa partainya tidak dapat memenuhi tugas negaranya dengan baik.
Hal ini mengakibatkan hilangnya 1.200 warga Israel dan dinyatakannya 250 orang lainnya sebagai sandera perang, Haliva menyalahkan dan menyalahkan dirinya sendiri atas kegagalannya menjamin keamanan bagi rakyat Israel.
“Saya merasakan sakitnya perang selamanya. Hari-hari saya menjadi gelap sejak saat itu, hari demi hari, malam demi malam,” kata Haliva dalam suratnya, dikutip Euro News.
Keputusan ini menjadikan Haliva sebagai tokoh senior pertama di Israel yang mengundurkan diri karena gagal mencegah serangan Hamas.
Belum diketahui siapa yang akan menggantikan tugas Haliva.
Namun, beberapa analis memperkirakan bahwa dalam waktu dekat para pejabat senior Israel juga akan mengikuti jejak Haliva yang melakukan pengunduran diri massal karena mereka merasa gagal memenuhi tugasnya dan negara dalam mencegah serangan Hamas pada 7 Oktober.
Sementara itu, menanggapi pengunduran diri Haliva, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan partainya tidak akan pernah mengakui kelalaian militernya dalam penyerangan tersebut.
Ekonomi Israel Boncos
Meningkatnya perang di Gaza dan konflik di Timur Tengah membuat Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu mengeluarkan lebih banyak uang untuk memperkuat armada militernya hingga mencapai 50 miliar shekel atau setara Rp. 113 triliun selama ofensif.
Jumlah anggaran ini meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan pengeluaran Israel sebelum perang dimulai pada 7 Oktober, ketika anggaran militer Israel saat itu mencapai 30 miliar syikal.
Selain anggaran perang saja yang meningkat, dalam catatan yang dikeluarkan PM Netanyahu, ia menjelaskan total belanja anggaran pada tahun 2024 juga akan meningkat menjadi 562,1 miliar shekel. Hingga Israel mengalami defisit anggaran sebesar 5,9 persen dari produk domestik bruto.
Tekanan inilah yang kemudian mendorong lembaga pemeringkat internasional, Moody’s, menurunkan peringkat utang Israel dari A1 menjadi A2.
Banyak warga yang terlilit hutang, anak-anak terpaksa berpuasa
Dampak perang juga menyebabkan pemerintah Israel mulai mengabaikan warganya yang biasanya mendapat kompensasi. Mereka beralasan, langkah ini diambil untuk meredam pembengkakan di negara tersebut di tengah kondisi perang di Jalur Gaza.
Namun akibat pemotongan tersebut, 81,8 persen penerima bantuan dilaporkan terlilit utang. Sementara itu, 81,6 warga lanjut usia penerima bantuan hidup dalam kemiskinan dan 31,5 persen warga Israel sangat rawan pangan.
Dampak lain dari perang tersebut adalah sebanyak 79,3 persen warga Israel menderita penyakit kronis karena sulitnya mengakses layanan kesehatan gratis.
Bahkan, banyak orang yang mengurangi porsi makan dan memaksa anaknya berpuasa karena kesulitan membeli kebutuhan pokok.