Reporter Tribunnews.com melaporkan Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Fichri Rajab menjelaskan panas ekstrem melanda banyak negara di Asia.
Ada tiga dugaan penyebab kondisi ini.
Di Vietnam juga dilaporkan bahwa suhu maksimum mencapai 44 derajat Celcius di banyak wilayah utara dan tengah.
Sementara di Filipina, pemerintah menutup sekolah karena hal tersebut.
Pertama, pada akhir April dan awal Mei, pergerakan semu matahari berada di atas 10 derajat utara yang setara dengan benua Asia Tenggara.
“Membuat matahari banyak bersinar dan memberikan suasana hangat,” ujarnya di Jakarta, Senin (6/5/2024).
Faktor lainnya, lanjutnya, adalah iklim El Niño tahun 2023/2024.
Analisis data historis menunjukkan bahwa ketika El Nino terjadi, suhu di Asia Tenggara akan lebih tinggi 2 derajat dibandingkan pada bulan Maret-April-Mei.
Faktor ketiga adalah dampak pemanasan global yang mengakibatkan suhu meningkat setiap tahunnya.
Akibat kombinasi ketiga faktor tersebut, suhu udara pada bulan April-Mei sangat tinggi di Asia Tenggara.
Sementara di Indonesia, dia menegaskan situasinya kurang baik.
Artinya, cuaca panas yang terjadi belakangan ini bukanlah panas ekstrem, melainkan fenomena biasa, yakni pergantian musim hujan ke musim kemarau.
“Mudah-mudahan keadaan seperti ini tidak terjadi di Indonesia,” tutupnya.