TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menolak anggapan bahwa teknologi perubahan iklim berpotensi menimbulkan bencana hujan lebat dan banjir seperti yang terjadi di Dubai.
Menurut pakar meteorologi dan klimatologi BMKG, Kukuh Ribudiyanto mengatakan hujan buatan atau teknologi modifikasi cuaca (TMC) tidak akan mendorong awan menjadi cuaca buruk seperti di Dubai.
Jadi tergantung kebutuhan, kata Kukuh kepada Tribun, Senin (22/4/2024).
Menurut Kukuh, perubahan iklim di Indonesia biasanya dilakukan untuk mengisi bendungan.
Hujan turun di sungai menuju bendungan.
Rekayasa meteorologi biasanya dilakukan sehubungan dengan pekerjaan pemerintah untuk mencegah hujan di tempat kerja.
Misalnya saja menggelar KTT G20 di Bali dan Labuan Bajo serta di daerah bencana seperti daerah banjir, agar hujan tidak terus turun.
“Biasanya hal ini dilakukan ketika menghadapi kelangkaan air pada musim kemarau, biasanya untuk mengisi waduk, dan pada musim hujan ketika terjadi bencana banjir,” kata Kukuh.
Kepala Stasiun Kelas I BMKG Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan juga menjelaskan, cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh dua benua Asia dan Australia, dua Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, serta perairan wilayah Indonesia di garis khatulistiwa Indonesia. . .
Jadi hanya ada dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Pengaruh penting terhadap cuaca dan ketidakteraturan cuaca, lanjut Kukuh, adalah fenomena El Nino dan La Nina.
El Nino memberikan efek kering di Indonesia dan La Nina memberikan efek basah atau lebih banyak hujan.
Dampak lainnya adalah adanya siklon tropis di Samudera Pasifik sekitar Filipina dan di Samudera Hindia bagian selatan, mulai dari Pulau Jawa hingga NTT.
“Hal ini dapat menyebabkan hujan lebat atau daerah rawan hujan yang biasanya kering saat terjadi angin topan,” kata Kukuh. Gambar jalanan yang terendam banjir di Dubai, Uni Emirat Arab (X/DXBMediaOffice)
Para ahli meteorologi diketahui telah memperingatkan akan adanya perang iklim antar negara pasca banjir yang melanda Dubai, yang diduga disebabkan oleh tumbuhnya awan yang berdampak buruk.
Banjir di Dubai menimbulkan kekhawatiran mengenai pengelolaan curah hujan. Ahli meteorologi senior di Perusahaan Teknologi Lingkungan, KISTERS, Johan Jaques, memperingatkan bahwa mungkin ada konsekuensi yang tidak diinginkan jika teknologi baru ini digunakan, karena dapat menyebabkan ketidakstabilan diplomatik.
Aksi iklim dikatakan berdampak negatif, karena perubahan iklim di suatu negara bisa menimbulkan dampak negatif seperti bencana di negara lain.
Selain itu, iklim tidak mengenal batas internasional.