Laporan Jurnalis Tribunnews, Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM – Komunitas Kandang Kebo, komunitas pakar warisan budaya, menggelar acara besar jus biru di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pada Minggu (1/9/2024).
Blusukan kali ini mengangkat tema “Menelusuri Jejak Mamratipura di Klaten” dan diikuti ratusan peserta dari berbagai daerah.
Bupati Kandang Kebo Maria Tri Widayati mengatakan Mamratipura merupakan salah satu ibu kota Kerajaan Medang atau dikenal juga dengan Kerajaan Mataram kuno.
Lokasi Mamratipura sendiri belum diketahui secara pasti. Namun, Maria mengatakan Mamratipura bisa saja berada di Klaten.
Sementara itu, beberapa arkeolog mengatakan antara Candi Prambanan dan Ratu Boko. Setelah itu, yang ada di kawasan Prambanan, kata Maria saat ditemui Tribunnews saat bluesuka.
Maria juga mengatakan Klaten memiliki kekayaan yang berkaitan dengan perkotaan yaitu semacam tempat tinggal para bangsawan, salah satunya adalah ditemukannya emas di Desa Wonoboyo.
Oleh karena itu, kata dia, wilayah Klaten, tanpa menyebut wilayah spesifiknya, mungkin saja pernah menjadi pusat pemerintahan pada masa lalu.
Berdasarkan hal tersebut, Kecamatan Kandang Kebo memutuskan untuk mengunjungi tempat-tempat di Klaten.
Sehari sebelumnya, masyarakat menggelar workshop dengan tiga narasumber: arkeolog Daud Aris Tanudirdjo dari Universitas Gadjah Mada (UGM), arkeolog Goenawan Agoeng Sambodo, dan Pakar Budaya dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X, Wiwing Wimbo A vision.
Blusukan diawali dengan kunjungan ke Umbul Plungeng. Di dalam panji-panji yang airnya jernih dan menyegarkan ini terdapat beberapa peninggalan klasik berupa arca, yoni, stupa, dan candi batu.
Salah satu anggota Kandang Kebo, Yohanes, menjelaskan kepada peserta bahwa tidak semua materi yang ada berasal dari daerah Umbul.
“Sejarahnya diambil dari mana, berapa orangnya, tidak tercatat,” kata Yohanes yang juga warga Klaten.
Setelahnya para peserta mengunjungi tempat ilmiah di Desa Ngrundul, Kebon Arum. Ada batu candi yang tersebar di kolam ikan setempat.
Tak jauh dari kolam terdapat patung Ganesha dan pahatan batu yang berupa arca atau pede.
Tur dilanjutkan ke sebuah rumah pertanian yang di dalamnya terdapat pohon lingga dengan tulisan.
Kepada peserta blusukan, ilmuwan Goenawan menyampaikan bahwa pohon lingga merupakan simbol batas masyarakat. Menurutnya, prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Anggehan itu dibuat pada tahun 769 Saka.
“Bacaan saya tahun 769 Saka. Jadi ini nomor 7, ini nomor 6, dan ini nomor 9,” kata Goenawan sambil menunjuk judulnya.
Tempat lain yang kami kunjungi adalah Tempat Bekelan, Candi Karangnongko, dan terakhir Candi Merak.
Berdasarkan pantauan Tribunnews, para peserta tampak antusias mendengarkan informasi jejak-jejak zaman klasik yang tersebar di Klaten.
SDM Jaduk (58), warga Depok, Jawa Barat, menyempatkan diri mengikuti blusukan.
Mula-mula kejadian blusukan itu menimpanya saat sedang bepergian ke Yogyakarta. Saat itu ia sedang mengikuti Wisata Jelajah Nusantara dengan menggunakan sepeda motor.
“Dalam Riset Nusantara yang saya jalankan ini sudah memasuki tahap kelima, namun belum berakhir. “Jadi temanya Menjelajah Nusantara Melalui Budaya,” kata Jaduk.
Jaduk mengatakan blusukan bisa ditambahkan ke akun perjalanan Anda saat berwisata ke Indonesia. SDM Jaduk (posisi tengah memegang bendera) berfoto bersama sejumlah anggota Komunitas Kandang Kebo di Candi Merak, Klaten, Minggu (1/9/2024), sebelum melanjutkan perjalanan Jelajah Nusantara.
Acara tersebut juga dihadiri oleh Maria Yakuba, Plt. Kepala Dinas Kebudayaan adalah Dinas Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudparpora) Klaten.
Kandang Kebo yang berkantor pusat di Sleman, Yogyakarta, juga akan menggelar jus biru dalam tiga bulan mendatang. Acara ini terbuka untuk umum dan gratis.