Laporan Jurnalis Tribunnews.com Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kementerian Perhubungan mengingatkan penerbit game untuk mewajibkan klasifikasi usia atau rating.
Jika tidak, Anda akan mendapat sanksi berupa pemblokiran.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika 2/2024 tentang Klasifikasi Permainan, kata Usman Kansong, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Pihaknya terus melakukan sosialisasi isi peraturan tersebut. Dengan rating usia tertentu, diharapkan sebuah game tidak mengandung unsur atau konten kekerasan.
“Pasal 6 menyatakan bahwa penerbit, pencipta, atau pengembang game harus melakukan klasifikasi secara mandiri,” kata Usman Kansong dalam keterangannya, Selasa (16/4).
Misalnya ada game dengan rating atau klasifikasi usia 6+ atau enam tahun ke atas. Lalu ada klasifikasi usia 13 tahun ke atas.
Ia mengklaim dengan adanya undang-undang ini, diharapkan orang tua juga bisa turut serta bermain game tersebut bersama anak-anaknya.
Game berusia 18 tahun ke atas mungkin menampilkan unsur kekerasan.
Dengan peringatan kekerasan hanya sebatas animasi dan tidak boleh ditayangkan berulang-ulang, ada unsur kemarahan, perasaan benci, atau penggunaan senjata, jelasnya.
Masyarakat juga dapat melaporkan adanya indikasi pelanggaran aturan klasifikasi atau rating terkait sistem pemblokiran game.
Seperti diketahui, masih banyak kasus di masyarakat dimana anak-anak bermain game melebihi batas usianya.
Misalnya saja anak kecil yang sedang bermain game free fire. Game ini memiliki rating usia 12+, namun menurut aturan game, bahkan mereka yang berusia 18 tahun ke atas tidak boleh mempromosikan kekerasan, bahkan senjata.
“…Misalnya game battle royale yang paling populer saat ini adalah Free Fire,” kata Usman.
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kominfo tegas terhadap pemasyarakatan game online yang terbukti berdampak buruk bagi anak.
“Dalam situasi ini pemerintah, Cominfo, harus segera bertindak dan mengeluarkan peraturan untuk membatasi anak-anak menggunakan game online, terutama game online yang mengarah pada kekerasan dan seks,” kata Komisioner KPAI, Kavian.
Ia meyakini, banyak kasus akibat pengaruh game online terhadap anak, mulai dari kasus pornografi anak di Zoeta yang dalam perkembangannya diduga merupakan tindak pidana perdagangan manusia.
“Selain kasus di Suta, banyak kasus anak yang membunuh orang tuanya, semuanya berawal dari game online. Selain itu, banyak juga kasus pidana karena pengaruh game online,” ujarnya.
Kavian menegaskan, Cominfo harus segera mengeluarkan peraturan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Blokir game online yang mengandung kekerasan dan seks atau batasi penggunaan game online.
Saat ini game online yang populer merupakan game perang yang memiliki banyak dampak negatif.
“Banyak dampak negatifnya bagi anak-anak kita. Saat ini, banyak anak-anak kita yang mengatakan hal-hal kasar seperti mati karena menang dan kalah dalam game online. Game online sangat berbahaya bagi anak-anak kita,” tegasnya. .