Biaya UKT Tinggi, Pemerintah Diminta Kontrol Biaya Kuliah

Laporan reporter Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengumumkan kenaikan harga UKT di berbagai lembaga pendidikan di Tanah Air.

Tanggapan Plt. Menurut Sekretaris Jenderal Dirjen Dikti Tjitjik Sri Tjahjandarie, pendidikan tinggi adalah pendidikan tinggi dan bukan pendidikan paksa yang menjadi prioritas Pemerintah.

Tidak menakutkan, bukan solusi dan tidak mengikat, jelasnya.

“Ada keluhan dari masyarakat khususnya orang tua dan siswa karena harga UKT beberapa kali dinaikkan dan menjadi mahal, banyak yang tidak mampu membelinya. Perguruan tinggi itu SMA, itu pilihan pribadi untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, bukan prioritas pemerintah,” kata Ledia dalam keterangan tertulisnya, Minggu (19/5/2024).

“Kalau menurut saya jawaban ini keterlaluan, tidak ada solusi dan ibarat Jaka Sembung naik sepeda motor, lepas kendali, Jek,” tambah Ledia.

Ledia mengatakan, respon pemerintah tersebut menimbulkan kekhawatiran karena pendidikan tinggi bukanlah pendidikan yang kompetitif dan bukan menjadi alasan untuk menjadi prioritas pemerintah, namun UKT yang didapat tergantung pada diri Anda sendiri.

“Ibaratnya Anda yang bertanggung jawab atas biaya perjalanan, apakah siswa bisa melanjutkan studi atau tetap tinggal, karena itu semua adalah pilihan,” ujarnya.

Pemerintah harus mengendalikan biaya sekolah, kata Ledia.

“Jika tidak dikelola dan dikendalikan maka akan sulit mendapatkan pendidikan tinggi di Indonesia,” kata Ledia.

Respons pemerintah terhadap kenaikan harga UKT adalah dengan mengingatkan mereka bahwa pendidikan tinggi, menurut Ledia, tidak ada gunanya karena status PTN sebagai perguruan tinggi negeri.

Oleh karena itu, pemerintah harus siap dan siap memantau penerapan aturan penetapan biaya pendidikan di perguruan tinggi negeri (PTN).

“Pemerintah harus mengendalikan biaya pendidikan. Kalau tidak terkendali dan tidak terkendali maka akan sulit mendapatkan pendidikan tinggi di Indonesia, khususnya bagi masyarakat kelas menengah. Tahun 2045 juga hanya sekedar mimpi.”, tutupnya.

Ledia menegaskan, perguruan tinggi negeri ke depan adalah dana publik untuk pembinaan dan pengembangan generasi muda tanah air, bukan perusahaan publik.

Pemerintah, menurut Ledia, harusnya hadir untuk memberikan edukasi dengan mudah agar negara lebih bijaksana dan bukan sekedar memuaskan pasar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *