BI Naikkan Suku Bunga, Ekonom: Hanya Obat Parasetamol Redam Pelemahan Rupiah Jangka Pendek

Dilansir Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Pusat Kajian Ekonomi dan Hukum (Celios) Bhima Yudhistira menilai keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga atau BI rate menjadi 6,25 persen hanyalah upaya meredam penurunan tersebut. .Dari rupee dalam jangka pendek.

“Menaikkan suku bunga hanya paracetamol untuk meringankan pelemahan rupiah untuk sementara waktu. Ya kalau mau tetap menggunakan suku bunga, 25 bps atau 50 bps saja tidak cukup untuk mencegah pelemahan rupee.” kata Bhima kepada Tribunnews, Rabu (24/4/2024).

Bhima kemudian menjelaskan beberapa dampak kenaikan tarif tersebut. Ia mengatakan, masyarakat akan semakin terbebani.

Akibat kenaikan suku bunga, masyarakat menjadi terbebani karena sebagian besar pembeli rumah dan mobil menggunakan alat kredit, kata Bhima.

Kemudian juga dikatakan bahwa kenaikan suku bunga menyebabkan kredit konsumen lainnya turun.

Suku bunga di Indonesia sudah tinggi, seiring naiknya indeks BI juga semakin tinggi.

“Persentase pendapatan masyarakat yang dibagi menjadi pembiayaan kredit dapat meningkatkan dan menurunkan biaya beberapa pembelian,” kata Bhima.

Ia pun menilai suku bunga akan terus naik.

“Ke depan mungkin akan meningkat 25-50 bps,” kata Bhima.

Diberitakan sebelumnya, Bank Indonesia menaikkan suku bunga atau BI menjadi 6,25 persen.

Hal itu diungkapkan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo usai menggelar Rapat Direksi (RDG) pada 23-24 April 2024 di tengah anjloknya nilai tukar rupee.

Direksi Bank Indonesia pada tanggal 23 dan 24 April 2024 memutuskan untuk menaikkan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25 persen, kata Perry dalam konferensi pers, Rabu (24/4/2024).

Jadi dengan naiknya BI rate 25 poin, maka suku bunga deposito akan naik menjadi 5,50 persen dan suku bunga pinjaman naik menjadi 7,00 persen.

Perry menjelaskan, alasan kenaikan suku bunga tersebut adalah untuk memperkuat rupee terhadap kemungkinan peningkatan risiko lebih lanjut di dunia.

“Serta tindakan preventif dan pengendalian untuk memastikan inflasi tetap berada dalam target 2,5±1 persen pada tahun 2024 dan 2025,” kata Perry.

Pery kemudian menyampaikan hal itu termasuk kebijakan ketenagakerjaan dan sistem pembayaran untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *