Reporter Tribune News Rahmatullah Nagara punya laporan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – CEO SafeNet Nandan Sekar Arum menegaskan revisi Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat membatasi akses Internet masyarakat.
Hal ini tertuang dalam Pasal 16(1)(q) Rancangan Undang-Undang Polri Nomor 02 Tahun 2002 tentang Pengawasan Ruang Siber.
“Pasal 16 ayat (1) huruf q UU Polri yang kewenangan kepolisiannya meliputi dunia maya. Tentu saja memberikan kewenangan kepada kepolisian untuk melakukan pengamanan dan pengawasan dunia maya,” kata Sekar dalam konferensi pers. Kesatuan Ormas Respons UU Kepolisian, Gedung LBH-YLBHI, Jakarta, Minggu (6 Februari 2024).
Dia menjelaskan, kekuasaan tersebut memungkinkan polisi mengambil tindakan untuk memblokir, mengganggu, dan memperlambat akses internet masyarakat.
“Teman-teman masih ingat dengan keadaan tahun 2019. Ada pembatasan internet di Papua dan beberapa wilayah Indonesia. Apa dampaknya bagi masyarakat saat itu,” kata Aram. kata Aram.
Ia melanjutkan, hal itu berdampak signifikan terhadap hak-hak publik lainnya saat itu.
“Ketika polisi diberi kewenangan lebih dalam hal ini, besar kemungkinan mereka akan menyalahgunakannya,” jelasnya.
Seeker juga mencatat bahwa rumusan dalam artikel tersebut juga tidak jelas. Dengan indikator apa polisi akhirnya bisa menyelesaikan proses penegakan hukum?
Bahkan, juga memperkuat tata kelola digital di Indonesia. Bagaimana polisi bisa mengaktifkan seluruh aspek pengawasan masyarakat sipil, termasuk sensor dan pembatasan informasi, jelasnya.
Berdasarkan hal tersebut, ia pun berpendapat bahwa kekuasaan tersebut kemungkinan besar akan mempengaruhi hak kebebasan berpendapat masyarakat.
Bagaimana warganet yang saat ini tidak lepas dari aktivitas dunia digital terkena dampaknya secara langsung, tegasnya.