Bersaksi di Kasus Korupsi Eks Dirut Pertamina, JK Singgung Kebijakan Jokowi Terkait Impor Energi

Laporan tersebut disampaikan reporter Tribunnews.com Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Presiden Republik Indonesia (RI) ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla menyinggung kebijakan impor energi yang dilakukan Presiden Joko Widodo.

Hal itu diungkapkan JK saat menjadi saksi penuntutan atau saksi penjelasan mantan Direktur Manajemen Pertamina Karen Agustiawan yang didakwa korupsi LNG.

JK menjadi saksi dalam persidangan Kamis (16 Mei 2024) di Pengadilan Tipikor Pusat, Jakarta.

Dalam eksperimennya kali ini, JK ingin menjelaskan kebijakan pemerintah terkait energi.

Dalam sambutannya, JK menyinggung tindakan Jokowi yang lebih banyak mengimpor, terutama dari China.

Dia mengatakan, kebijakan seperti itu merupakan hasil produk hukum yang sudah ada sejak JK menjadi wakil presiden.

“Sebenarnya di tahun kunjungan Pak Jokowi sudah banyak perjanjian yang ditandatangani, termasuk perjanjian pelaksanaan impor gas dalam negeri dari China. Jadi ini juga menjadi persoalan, karena sebelumnya sudah ada aturan terkait hal itu,” kata JK. duduk di kursi saksi.

JK mengatakan kebijakan ini wajar untuk menjaga ketahanan energi bangsa.

Menurutnya, hal itu juga dapat menarik perhatian investor asing di Indonesia.

Ia juga mengibaratkan pemenuhan kebutuhan energi dan investasi nasional ibarat hubungan ayam dan telur, yang berarti tidak bisa memilih mana yang lebih dulu.

Jadi, Presiden memperkuat kegiatan dalam negeri, sekaligus memberikan perlindungan terhadap ketahanan energi nasional karena saya ulangi, energi itu ayam dan telur, kata JK.

Jika investor tidak diberi jalan, maka pasokan energi nasional akan terancam kekurangan.

Padahal energi merupakan kebutuhan penting seperti pangan.

“Kalau investor tidak punya, maka tidak ada energi, hilang semua di Indonesia. Jadi energi itu seperti beras, lebih banyak lebih baik daripada lebih sedikit,” ujarnya.

Sekadar informasi, dalam kasus ini, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Karen melakukan korupsi terkait proyek pengadaan LNG Pertamina pada periode 2011-2021.

Jaksa mendakwa tindakan Karen menimbulkan kerugian finansial sebesar $113,8 juta atau 1,77 triliun rupiah.

Ia mengatakan, tindak pidana tersebut memperkaya Karen SVP Gas and Power PT Pertamina 2013-2014, Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina 2012-2014, Hari Karyuliarta, hingga Rp 1,09 miliar dan 104,016 dollar AS. Aksi tersebut turut memperkaya Pencairan Corpus Christi. (CCL) US$113,83 juta.

Menurut pemohon, PT Pertamina membeli LNG untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pada periode 2011-2021.

Namun Karen tidak meminta tanggapan tertulis dari dewan pengawas PT Pertamina dan persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS).

Meski tanpa tanggapan dewan perwakilan dan persetujuan RUPS, Yenni mewakili Pertamina dalam penandatanganan jual beli LNG dari Corpus Christu Liquefaction.

Kemudian Hari Karyuliarto menandatangani pengadaan LNG tahap kedua yang juga tidak didukung dengan persetujuan Direksi PT Pertamina dan tanggapan tertulis Direksi serta persetujuan RUPS PT Pertamina.

Selain itu, pengadaan tersebut dilakukan tanpa adanya kontrak pembeli LNG.

Dalam kasus ini, Karen didakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999, diganti dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi terkait pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terkait pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *