Laporan jurnalis Tribunnews.com Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Halakhah Nasional “Dampak Peraturan PP 28 Tahun 2024 Terhadap Ekosistem Tembakau di Indonesia” mengusulkan pencabutan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Penerapan UU Kesehatan 17 Tahun 2023.
Halaqah ini baru saja diselenggarakan di Jakarta oleh Persatuan Pembinaan Masyarakat dan Pesantren (P3M) yang dihadiri oleh 70 orang perwakilan dari asosiasi petani, asosiasi pengecer, akademisi, ulama, dan pelaku industri.
Direktur P3M Sarmid Husna mengatakan PP ini berpotensi mematikan ekosistem tembakau yang berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat dan negara Indonesia.
Sebelum UU Kesehatan disahkan, P3M melakukan kajian untuk mengingatkan pengambil kebijakan dan mendorong kontribusi berbagai pelaku di sektor tembakau untuk memenuhi PP tersebut.
Yang disayangkan, pemerintah terus meratifikasi berbagai peraturan terkait perlindungan narkoba yang akan membakar salah satu sektor padat karya penopang perekonomian nasional, kata Sarmidi.
Sarmid berpendapat PP ini berpotensi memberikan dampak negatif terhadap ekosistem tembakau di Indonesia secara masif dan sistematis, baik pada produk tembakau tradisional maupun elektronik.
“Kami menyadari pentingnya kesehatan masyarakat, namun semua peraturan harus mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial secara seimbang dan komprehensif,” ujarnya.
“Kementerian Kesehatan belum melihat perannya dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terkait pencegahan merokok pada anak dan bahaya merokok, namun sibuk melakukan intervensi pada permasalahan di luar bidang kesehatan,” imbuhnya.
Peserta halaqah menegaskan, proses penyusunan PP 28 Tahun 2024 tidak partisipatif karena tidak termasuk kelompok kepentingan yang mungkin terkena dampak penerapan aturan ini. Selain itu, banyak pasal dalam PP tersebut yang dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya.
Ali Ridho, pakar hukum dan perundang-undangan sebagai narasumber, mengatakan ada 7 putusan MK yang menegaskan tembakau merupakan produk legal sehingga dapat diperjualbelikan dengan pembatasan agar tidak dikonsumsi oleh anak di bawah umur. . .
Menurutnya, PP Nomor 28 Tahun 2024 merupakan bentuk pembangkangan konstitusi karena bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait.
“Dalam putusan Mahkamah Konstitusi, produk tembakau secara tegas disebutkan sebagai produk yang sah, yang tidak dilarang produksi, penjualan, promosi, atau iklannya. “Namun produk tembakau mengandung zat adiktif lainnya, seperti morfin, opium, ganja. “Yang penggunaannya dilarang kecuali untuk kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan,” ujarnya.
Halakha juga menyoroti 11 pasal yang merugikan. Hal ini mencakup: artikel tentang batas maksimum nikotin dan ART; pasal-pasal yang berkaitan dengan larangan penjualan; kawasan bebas rokok; Larangan beriklan di jejaring sosial dan mengendalikan iklan di situs web dan e-commerce.
Selanjutnya, artikel tentang pembatasan iklan luar ruang; Larangan pemberian nasihat penggunaan tembakau dan berbagai produk karet yang multitafsir dan dapat menimbulkan ketegangan dan konflik horizontal antara pejabat pemerintah dan masyarakat (ma’alatul af’al).
Dalam pelaksanaan dan pengawasannya, PP Nomor 28 Tahun 2024 berpotensi menimbulkan konflik sosial horizontal antara pejabat dan warga. Berbagai pasal tersebut membingungkan dan diyakini multitafsir, cenderung praktik pungutan liar, sehingga memberikan tekanan kepada masyarakat, terutama pedagang kecil yang memperoleh penghasilan cukup besar dari berjualan rokok.
Jika pemerintah tidak mencabut atau merevisi PP tersebut, aliansi P3M akan mengajukan gugatan hukum ke Mahkamah Agung.
“Kami mengajak semua pihak, termasuk pemerintah, untuk berdialog dan mencari solusi yang sesuai dengan kepentingan kesehatan masyarakat tanpa mengorbankan keberlanjutan perekonomian sektor tembakau,” kata Sarmidi.
“P3M dan seluruh jaringan akan terus memantau perkembangan situasi dan siap berkontribusi secara konstruktif dalam peninjauan dan implementasi PP 28 Tahun 2024 untuk mencapai regulasi yang adil, efektif, dan berkelanjutan,” ujarnya.