Berlokasi di Gedung KPK, BPK Periksa SYL Terkait Auditor Minta Rp 12 Miliar Demi WTP Kementan

Laporan Jurnalis Tribunnews.com Ilham Riyan Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada Jumat (17/5/2024) ini.

Dalam penelusuran fakta kasus tersebut, ditemukan auditor Direksi meminta uang kepada Kementerian Pertanian (Kementan) agar dapat memberikan laporan audit wajar tanpa pengecualian (WTP).

“Pada hari ini, berdasarkan keputusan Dewan Pemberantasan Korupsi, Komite Pemberantasan Korupsi memfasilitasi pemeriksaan saksi-saksi mengenai dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pemeriksa Direksi Kepala Auditor Keuangan Kelompok IV Pemeriksa Kepala Direksi.” Hal itu diungkapkan Ali Fikri, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat.

Juru bicara yang berpengalaman di bidang penuntutan mengatakan: “Saksi yang diperiksa adalah terdakwa Syagrul Yasin Limpo.

Sebelumnya pada hari ini, Kamis (16/5/2024), BPK memeriksa Kasdi Subagyon, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Dirjen Prasarana dan Sarana Kementerian. Pertanian, Muhammad Hatta. 

Kemarin (16/5) saksi juga sudah diperiksa, yaitu terdakwa Kasdi dan M. Hatta, kata Ali.

Usai diperiksa BPK SYL, ditemui awak media, menolak berkomentar. Dia mengatakan, memberikan informasi bukan kewenangannya.

“Saya tidak bisa kasih keterangan apa-apa. Tanya saja ke inspektur,” kata SYL di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat sore.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Pertanian diduga menggelontorkan dana Rp 5 miliar kepada pemeriksa BPK untuk mendapatkan predikat WTP.

Hal itu terungkap dalam sidang korupsi mantan Menteri Pertanian SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/5/2024).

Sekretaris Saksi Guermant dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian menjelaskan, awalnya auditor BPK meminta Rp 12 miliar.

“Jadi ada permintaan atau apa agar Kementerian Pertanian menjadi PAP?” tanya Jaksa Agung dalam persidangan.

“Iya. Waktu itu dihadirkan untuk menginformasikan pengelolaan biayanya, kalau saya salah Kementan minta Rp12 miliar. Pak Victor [mantan auditor BPK] Rp12 miliar,” jawab Guermanto.

Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa pandangan BPK terhadap WTP dibatasi oleh Proyek Pertanian Pangan Strategis Nasional.

Berdasarkan keterangan Guermant, beberapa temuan BPK terkait proyek tersebut, khususnya dari sisi administrasi.

“Contoh ditemukannya food estate adalah ditemukannya kelengkapan dokumentasi dan administrasi. Pengajuan BOD itu prabayar dan belum TGR. Jadi kita punya peluang untuk melengkapi dan menyelesaikan. Kerja,” Harmonta dikatakan.

Namun Kementan hanya memberikan Rp5 miliar, bukan Rp12 miliar. BPK dipastikan menerima Rp 5 miliar.

“Akhirnya permohonan senilai R12 miliar itu dipenuhi seluruhnya atau hanya sebagian saja yang diketahui saksi?” kata jaksa.

“Tidak, kami tidak akan melakukan itu. Saya dengar bisa sekitar Rp 5 miliar,” kata Harmonta.

Menurut Guermant, dana sebesar Rp5 miliar untuk auditor BPK diterima dari vendor yang mengerjakan proyek Kementerian Pertanian.

Pelaku yang menuding para pedagang adalah Muhammad Hatta, mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian.

“Bukankah itu saksi Pak Hatta yang mengurus Rp 500 crore? Dari mana Pak Hatta mendapat uang?’ tanya jaksa.

“Pedagang itu,” jawab saksi Guermanto.

Setelah membayar BPK sebesar 5 miliar rupiah, Kementerian Pertanian segera menerima laporan WTP.

“Apakah pendapat itu muncul setelah beberapa saat?” Hal ini dilaporkan oleh jaksa KPK.

“Exit. WTP sudah habis,” kata Guermanto.

Sekadar informasi, keterangan tersebut diberikan kepada tiga terdakwa: mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo; Mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian, Muhammad Khata; dan Kasdi Subagyona, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian.

Dalam kasus tersebut, SYL didakwa menerima penghargaan sebesar Rp 44,5 miliar. Total yang diterima SYL periode 2020 hingga 2023.

Jaksa KPK Masmudi dalam sidang Rabu (28/02/2024) menyatakan, total uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat Menteri Pertanian RI melalui kekerasan sebagaimana diuraikan di atas adalah sebesar 44.546.079.044 rupiah. ) dalam Sidang Tipikor PN Jakarta Pusat.

SYL mendapat uang itu dengan mengacu pada pejabat Eselon I Kementerian Pertanian.

Menurut jaksa, SYL tidak sendirian dalam aksinya, melainkan dibantu terdakwa Muhammad Hatta dan Kasdi Subagyona.

Dan uang yang dikumpulkan Kasdi dan Hatta digunakan untuk keperluan pribadi SYL dan keluarganya.

Menurut dakwaan, sebagian besar dana tersebut digunakan untuk upacara keagamaan, kegiatan pelayanan dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, yaitu mencapai 16,6 miliar rupiah.

Selanjutnya uang tersebut digunakan sesuai perintah dan petunjuk terdakwa, kata jaksa.

Atas perbuatannya, para terdakwa mula-mula dijerat dengan: Pasal 64 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 18 UU Tipikor, Pasal 12 E KUHP.

Dakwaan kedua: Ayat (1) pasal 64 KUHP dibaca dengan ayat (1) pasal 55 KUHP dibaca dengan pasal 18 UU Tipikor, Pasal 12 f.

Dakwaan ketiga: Pasal 12B dibaca dengan pasal 18 UU Tipikor dibacakan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dibaca pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *