TRIBUNNEWS.COM – Industri pertambangan dan pemurnian nikel menjadi penopang pertumbuhan perekonomian di Provinsi Maluku Utara, tumbuh sebesar 16,79 persen pada tahun 2021, kemudian meningkat lagi menjadi 22,94 persen pada tahun 2022, sebelum mencapai 20,49 persen pada tahun 2023. Dari sisi produksi, kontribusi terbesar adalah sektor pertambangan yang menyumbang 49,07 persen.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara Aidil Adham saat melakukan kunjungan bersama BPS dan Bank Indonesia (BI) ke wilayah operasional Harita Nickel.
Penipisan nikel memang menjadi sektor unggulan bagi provinsi Maluku Utara, karena wilayah tersebut mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di negara ini selama tiga tahun terakhir. Pencapaian tersebut tak lepas dari peran Harita Nickel, perusahaan teknologi pertambangan dan pengolahan nikel terintegrasi yang beroperasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan (Halsell), Maluku Utara (Malut).
Selain itu, Aidil menyebut Haritha Nickel sebagai salah satu perusahaan pertambangan dan hilir yang menerapkan praktik bisnis berkelanjutan. Mulai dari proses pembuatannya yang menggunakan teknologi terkini dan ramah lingkungan, hingga pengelolaan aspek sosial yang terbukti memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.
Aidil juga menjelaskan, terjadi peningkatan produksi padi yang signifikan di Halmahera Selatan karena peningkatan produksi padi di Desa Buton yang juga merupakan kelompok pertanian binaan Harita Nickel.
Kesuksesan produksi Cobalt Sulphate (CoSO4) Harita Nickel pada paruh kedua tahun 2023 pun mendapat pujian dari Aidil. Dengan adanya tambahan produk Mixed Hydroxide Precipitation (MHP) ini, ia yakin laju pertumbuhan ekonomi Malut akan terus meningkat sehingga semakin mempercepat kontribusi Harita Nickel terhadap pertumbuhan ekonomi Malut.
“Kita banyak mendapat pertanyaan. Bagaimana pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku Utara bisa begitu besar? Data apa yang membenarkan kenaikan tersebut? Ternyata masih akan meningkat, karena selain nikel sulfat, ada produk lain yang diproduksi, yaitu tembaga sulfat kobalt
Sebagai informasi, nikel sulfat (NiSO4) dan kobalt sulfat (CoSO4) merupakan dua komponen utama pembuatan katoda baterai mobil listrik, sumber energi baru yang ramah lingkungan.
Sementara itu, Ekonom BI Sulawesi Selatan Haciando Manik mencontohkan Harita Nickel sebagai contoh praktik lanjutan yang berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan masyarakat lokal. Kemampuan perusahaan dalam mentransformasi material yang sebelumnya tidak terpakai menjadi produk bernilai tinggi juga menjadi nilai tambah kesuksesan Harita Nickel.
“Dari aspek prinsip penambangan yang baik yaitu kelestarian mineral, Harita Nickel dapat mendaur ulang limonit yang dulunya hanya bahan timbunan bernilai rendah, kini dapat diolah menjadi bahan aki kendaraan listrik. “Langkah ini merupakan sebuah strategi bisnis yang efektif dan menguntungkan,” jelasnya. Rombongan BPS dan BI Maluku Utara mengunjungi pabrik yang mengolah campuran produk presipitasi hidroksida (MHP) menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat sebagai bahan dasar pembuatan katoda baterai mobil listrik.
Kontribusi di luar sektor pertambangan
Tak hanya di sektor pertambangan, Aidil juga menyoroti kontribusi Haritha Nickel kepada pemerintah dalam menopang sektor pertanian dan perikanan yang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat setempat.
Aidil mengatakan, tingkat kesejahteraan masyarakat tidak hanya diukur dari pendapatannya, tapi juga daya belinya. Khususnya pada produk pangan seperti beras, lada dan tomat yang harganya bervariasi dan sering menimbulkan inflasi.
“Memang pendapatan meningkat, tapi kalau permintaan pangan meningkat maka harga akan naik karena harus diimpor. Namun saya melihat fakta Harita Nickel serius menggarap program pemberdayaan di sektor pertanian, jelasnya.
Direktur Health and Safety Environment (HSE) Harita Nickel, Tony Gultom mengatakan, pihaknya berkomitmen menjalankan industri pengilangan sejalan dengan kebijakan pemerintah. Menurutnya, kebijakan pemerintah ini berdampak besar karena membawa banyak nilai tambah.
“Kegiatan yang kami lihat hari ini merupakan hasil dari apa yang telah kami lakukan selama lima tahun terakhir. Awalnya kami hanya melemahkan. “Ke depannya, rencana operasional kami akan lebih panjang, lebih kompleks, dan lebih positif, sehingga memberikan nilai lebih bagi komunitas lokal dan regional,” jelasnya.
Harita Nickel saat ini sedang mengembangkan Kawasan Industri Obi dengan berbekal izin yang telah diperoleh perusahaan. Tidak hanya kapasitas produksi yang meningkat, output juga akan tetap rendah. Tony mencontohkan tungku listrik putar (RKEF) yang menghasilkan feronikel yang nantinya akan didaur ulang menjadi baja tahan karat.
Sementara dari sisi lingkungan, sumber listrik yang saat ini masih menggunakan energi berbasis fosil akan beralih ke sumber energi terbarukan melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) mulai tahun ini.
Selain mengunjungi wilayah operasional pengolahan dan pengolahan bijih nikel, tim BI dan BPS juga mengunjungi dan berinteraksi langsung dengan penerima manfaat Program Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat (PPM) yang dijalankan perusahaan di wilayah operasionalnya di Pulau Obi. Ada kelompok petani, nelayan, dan pelaku usaha kecil dan menengah yang dibantu oleh perusahaan. (*)