Reporter Tribune, Ibriza Fasti Ifami melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gugatan 89/PUU-XXII/2024 pengujian undang-undang pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) diajukan oleh Arkan Taskibbaru. Mencuri
Orkan, mahasiswa Universitas Cebeles Maret, menguji hukum mengenai persyaratan usia calon kepala daerah dalam persidangannya.
Ia juga merupakan adik dari Koordinator Persatuan Antikorupsi Indonesia (MAKI) putra Boymin Saiman, Almas Takibabaru yang mengajukan gugatan 90/2023 tentang syarat minimal usia calon presiden dan wakil presiden.
Pada tahun 2023, Mahkamah Konstitusi mengizinkan persidangan tersebut dan menjadi karpet merah bagi putra Presiden Indonesia, Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2024.
Berdasarkan perbandingan berkas hukum TribuneNews.com dengan dokumen yang tersedia di situs Mahkamah Konstitusi, gugatan Orkan serupa dengan gugatan uji materiil pada Perkara 70/PUU-XXII/2024. Terkait juga dengan syarat usia calon kepala daerah yang diajukan pemohon Fahrur Rosi dan Antony Lee.
Terhadap bagian ketiga yang menguraikan alasan pemohon membawa undang-undang ke Mahkamah Konstitusi, terlihat jelas adanya plagiarisme dalam aduannya. Hal ini terlihat dari struktur kalimat, kata demi kata, dan penggunaan tanda baca yang hampir sama
Dari seluruh pasal yang diuji, kemiripannya mencapai hampir 100 persen. Sementara itu, pada bagian yang menjelaskan pokok-pokok permohonan, hanya terdapat 5 poin yang berbeda.
Fahrur dan Antony memasukkan total 14 poin Penjelasan Arkan memasukkan 15 poin selama periode ini
Namun 14 dari 15 poinnya sama, Orkan hanya menambahkan 4 poin tentang syarat jelas usia calon kepala daerah untuk memudahkan penyelenggara pemilu.
Kemudian, bagian keempat, yaitu. petitumnya, demikian pula
Dugaan plagiarisme muncul saat perkara Fahrur dan Antony diajukan ke Mahkamah Konstitusi mulai 27 Mei 2024. Sedangkan perkara Orkan baru diajukan ke Mahkamah Konstitusi pada 12 Juli 2024, atau sehari setelah sidang pendahuluan pertama Fahrur dan Antoni.
Selain itu, gugatan yang diajukan Orkan ke Mahkamah Konstitusi serupa dengan permohonan uji materiil pada Nomor 88/PUU-XXII/2024 yang diajukan terhadap calon Sigit Ngroho Sudibianto.
Perkara 88 dan 89 menggunakan kantor hukum yang sama, Advokat Arif Sahudi C.
Dalam persidangan, kesamaan isi berkas hukum menjadi perhatian majelis hakim Saldi Isra, Arif Hidayat, dan Arusul Sani. Namun, mereka tidak serta merta menyatakan kejadian tersebut sebagai perampokan.
“Anda dari kantor hukum yang sama. Setelah kami periksa, ternyata permohonan ini ada yang copy paste, (antara nomor perkara) 88 sampai 89. Jadi hati-hati,” kata Saldi, Senin (28/7/2024). ) Sidang sidang
“Bukannya tidak bisa menerima argumen yang sama. Misalnya nomor 89, nomor 12, 13, 14 sama dengan kasus nomor 88 yaitu nomor 6, 7, 8, 9, 10. Jadi ya soalnya kredibilitas kantor hukumnya. “Sama saja, argumen yang digunakan sama, tapi yang ditanyakan berbeda. Silakan dipikir-pikir.”
Secara terpisah, para pemohon Perkara No. 70, Fahrur dan Antony, dengan tuduhan pencurian.
Mereka mempertanyakan etika Agus Suhadi C sebagai pengacara dan Orkan sebagai mahasiswa, terutama terkait alasan di balik gugatan uji hukum yang diajukannya ke Mahkamah Konstitusi.
Fahoor mengatakan kepada Tribune.com pada hari Senin, “Kami sangat menyayangkan adanya tuntutan seperti itu dalam dua permohonan yang disidangkan hari ini, 88 dan 89/PUU-XXII/2024.
Lanjutnya, hal itu bisa dibandingkan dengan beberapa poin yang mempunyai dalil titik koma yang sama dengan Permohonan kami Nomor 70/PUU-XXI/2024.
Tribune.com meminta Orkan membenarkan langsung tudingan tersebut, namun hingga tulisan ini dibuat, belum ada tanggapan dari pihak tersebut.