Berikut Alasan Pemerintah Ogah Batalkan Potongan Gaji untuk Tapera, Klaim Jalankan Amanat Konstitusi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah akan melanjutkan kebijakan pengurangan gaji pekerja untuk menghemat perumahan rakyat (TEPRA).

Demikian Peraturan Umum (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Berdasarkan aturan ini, setiap karyawan yang berusia minimal 20 tahun atau sudah menikah dan memiliki pendapatan upah minimum wajib berkontribusi pada TAFRA.

Rabatnya sebesar 3 persen, dimana 2,5 persen diberikan kepada pekerja dan 0,5 persen kepada pemberi kerja. Jokowi menyerukan penolakan secara umum

Presiden Jokowi mengatakan, Tipra meninjau hasil kajian dan perhitungan.

“Iya semua akan diberitahu, biasa saja, dengan kebijakan baru pasti masyarakat bisa tahu, bisa atau tidak, sulit atau tidak,” kata Jokowi beberapa waktu lalu.

Menurutnya, wajar jika setiap kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah menimbulkan pro dan kontra.

Beliau juga mencontohkan kebijakan penerapan Sistem Jaminan Kesehatan BPGS. Ketika kebijakan ini diperkenalkan, ada kelebihan dan kekurangannya.

“Seperti dulu, BPJS juga, selain BPI yang gratis 96 juta, sibuk, tapi setelah diaktifkan, saya rasa manfaatnya rumah sakitnya gratis,” ujarnya.

Menurut Jokowi, kebijakan tersebut baru akan terealisasi setelah diterapkan. Namun sebelum memulainya, selalu ada pro dan kontra.

“Hal seperti itu akan terasa setelah beraktivitas. Kalau tidak biasanya ada untung dan ruginya,” tutupnya. Amanat konstitusi

Pihak Istana melalui Kepala Staf Kepresidenan Muldoko mengatakan Tipra merupakan wujud kehadiran pemerintah dalam menjawab kebutuhan perumahan masyarakat.

Moladoco mengatakan hal itu merupakan amanat konstitusi.

Dan ini menjadi tugas konstitusi karena ada undang-undang, dasar hukumnya adalah UU 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, serta UU 4 Tahun 2016 tentang Tapra. Tapra ini diatur dengan undang-undang, kata Moladoco.

Mulduku mengatakan Tipra merupakan skema perpanjangan dari Dewan Pertimbangan Tabungan Perumahan (BAFRATM) khusus pegawai pemerintah. Program ini diperluas untuk menyasar pekerja swasta.

Pemerintah, kata Moldoko, memperluas program tabungan perumahan karena terjadi backlog atau krisis kebutuhan perumahan.

Berdasarkan data BPS, Moladoco menyebutkan, terdapat 9,9 juta orang yang kehilangan tempat tinggal.

“Oleh karena itu, kami berpikir dengan hati-hati, memahami bahwa pertumbuhan upah dan inflasi di sektor perumahan tidak seimbang, sehingga upaya harus dilakukan untuk memastikan bahwa masyarakat mampu membeli rumah mereka sendiri meskipun terjadi inflasi.” dia berkata.

Moladoco juga mengatakan, tugas negara untuk menyelesaikan krisis perumahan. Oleh karena itu, menurutnya banyak negara juga yang memiliki program serupa seperti Latafra.

Soal perumahan, bukan hanya Indonesia yang menguasai, pemerintah di berbagai negara juga menjalankan program serupa, Singapura, Malaysia, beberapa negara lain, saya kira itu tugas negara. Warga diminta istirahat

Kementerian Ketenagakerjaan (Ketenagakerjaan) meminta masyarakat menyikapi aturan soal pemotongan gaji pekerja Tepra secara diam-diam.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Ketenagakerjaan Nasional Kementerian Ketenagakerjaan Anda Nguru Putri mengatakan, masih ada peraturan menteri yang mengatur mekanisme PP dan durasinya selama tiga tahun, yakni hingga tahun 2027.

Anda awalnya mengakui pemerintah belum cukup memperkuat PP 21/2024.

“Kami belum memberikan akses atau informasi yang lebih substansial mengenai tipira, terutama adanya PP 21/2024 tentang pungutan bagi pegawai non-ASN, TNI, dan Polar,” ujarnya.

Anda juga menjelaskan, kedepannya akan ada mekanisme tambahan untuk mengelola retribusi ini.

Mekanisme ini akan diatur dalam peraturan menteri yang mengatur urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

“Selanjutnya akan diatur dalam peraturan menteri dan jangan khawatir, periodenya masih tahun 2027,” kata Anda.

Oleh karena itu, saya sampaikan bahwa pemberlakuan PP 21/2024 ini tidak hanya secara langsung memotong gaji atau upah pegawai non-ASN, TNI, Fullery, ”lanjutnya. Kurangnya sosialisasi

Kementerian Ketenagakerjaan (Ketenagakerjaan) mengakui sosialisasi yang dilakukan pemerintah banyak ditolak masyarakat karena kelangkaan Tepra.

“Soal penolakan, persoalannya kalau tidak tahu pasti tidak suka. Kita pemerintah tidak mengenalkannya dengan baik, kita tidak melakukannya secara besar-besaran, jadi wajar saja. – Para pekerja dan pedagang tidak mengetahui hal ini sehingga tidak menyukainya,” kata Anda.

Menurutnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara ke depan akan segera bertindak secara besar-besaran.

Inda mengatakan pihaknya juga terbuka terhadap tanggapan masyarakat peminat lapangan kerja.

“Jadi tidak usah khawatir. Kami akan terus melakukan pembahasan dan ini masih sampai tahun 2027. Tenang saja. Tidak ada pemotongan gaji pekerja di mana pun, tidak terkecuali ASN, TNI, Polri,” kata mereka. telur

Ia kemudian menjelaskan, potongan gaji Tipra bukan berupa sumbangan melainkan tabungan.

Hal ini juga berlaku bagi pegawai yang gaji atau upahnya di atas upah minimum negara bagian atau di atas upah minimum kabupaten kota.

Selain itu, nantinya pegawai yang ikut membayar iuran namun merupakan pegawai yang tidak akan menggunakan fasilitas pembiayaan Tapera atau sudah menjadi pemilik rumah, akan dapat menarik uangnya pada saat pensiun.

“Karyawan atau pekerja yang sudah memiliki rumah, apabila menjadi peserta Tapira, dapat mengambil uang tunai pada saat pensiun atau ketika sudah tidak ingin lagi mengikuti Tapira,” jelas Anda. Pekerja sudah memiliki rumah untuk menjadi penyelamat yang hebat

Badan Pengelola (BP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tafra) menyebut pegawai yang sudah memiliki rumah, namun gajinya masih dipotong dari Tafra, adalah orang yang sangat menabung.

Komisaris BP Tipra Hiro Podio Nogro mengatakan, mereka menyelamatkan masyarakat kaya dan juga peserta Tipra yang tidak menggunakan fasilitas KPR.

Harrow mengatakan para penabung hebat ini bisa mendapatkan banyak manfaat jika berpartisipasi dalam TEPRA.

“Manfaat utama bagi penabung yang tidak memanfaatkan fasilitas KPR atau biasa kita sebut Noble Savers adalah pengembalian dana tabungan pertama dengan imbal hasil yang saat ini rata-rata masih di atas bunga deposito,” ujarnya. dikatakan

Keuntungan berikutnya yang sedang diusung perusahaan adalah diskon khusus bagi para penabung hebat.

Haru mengatakan, pihaknya sedang melakukan proses pengecekan ke beberapa pihak.

Pihak-pihak yang diincar oleh BP Tapera adalah perbankan, dimana manfaat yang dibahas dapat mencakup fasilitasi fasilitas kredit konsumen bagi orang-orang yang mempunyai tabungan tinggi, dan skema-skema lain juga sedang dipertimbangkan.

“Saat ini kami sedang mengkaji perkembangan untuk memberikan manfaat tambahan kepada high saver,” kata Haro.

“Jadi, bukan hanya hasil pemupukannya yang kita peroleh, tapi saat ini kita sedang menggarap program manfaat tambahan,” lanjutnya. Kesepakatan buruh dan pedagang

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSBSI) berkumpul untuk meminta perubahan kebijakan TEPRA.

Ketua Umum APINDO Shanta Kamdani mengatakan, terkadang posisi pengusaha dan pekerja berbeda.

Namun menyikapi EP 21/2024, Shanta mengatakan pengusaha dan pekerja searah.

“Peran pengusaha dan pekerja terkadang berbeda, namun kali ini kita semua berada pada posisi yang sama,” kata Shanta.

Menurut dia, pengusaha dan pekerja sama-sama menilai PP ini dan undang-undangnya perlu perhatian pemerintah agar bisa diubah.

Undang-undang yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat yang menjadi dasar Perpres 21/2024.

Shanta mengatakan, karena iuran ini bersifat tapra, maka tidak ada kewajiban bagi setiap pegawai untuk mengurangi gajinya atau dengan kata lain harus bersifat sukarela.

“Kami rasa kalau berbentuk tapira, jadikan saja secara sukarela dan maksimalkan jaminan sosial yang ada yang juga bisa digunakan untuk membangun rumah,” kata Shanta.

Menurut Shanta, Ketua KSBSI Eli Rosita Sloan sudah meminta pemerintah mengganti PP ini meski bisa saja dibatalkan.

Eli ingin agar poin yang menyebut pegawai yang harus mengikuti TAPER diubah secara sukarela.

“Pemerintah membatalkannya atau setidaknya mengubah pasalnya, mungkin yang paling menentukan yaitu pasal 7 yang bersifat wajib dan sukarela,” kata Ely.

Dalam PP 21/2024, gaji yang diperoleh pegawai pemerintah, BUMN, swasta, dan wiraswasta akan ditarik dan dijadikan tabungan peserta Tapra.

Besarnya tabungan TEPRA yang dilanjutkan setiap bulannya adalah sebesar 3% dari gaji atau upah karyawan.

Setoran dana Tefra disetorkan secara bersama-sama oleh pemberi kerja, yaitu sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *