Benjamin Netanyahu Tuding Kantor Berita Al Jazeera Pekerjakan Milisi Hamas yang Sandera Warga Israel

Laporan Tribunnews.com, jurnalis Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Pemerintahan Benjamin Netanyahu menuduh kantor berita Al Jazeera mempekerjakan anggota militan Hamas yang menyandera warga Israel.

Tuduhan itu muncul setelah Pasukan Pertahanan Israel (IDF) membunuh seorang tersangka, yang diidentifikasi sebagai reporter Al Jazeera Abdallah Aljamal, dalam misi penyelamatan sandera di Nuseirat di Jalur Gaza akhir pekan ini.

“Jurnalis Abdallah Aljamal diculik oleh teroris Hamas, Almog, Andrey dan Shlomi di rumah keluarga mereka di Nuseirat,” cuit IDF di media sosial.

“Dalam penggerebekan, kami tidak menemukan rompi pers yang bisa membebaskan dia dari kejahatannya,” tambahnya.

Mengutip Fox News, kantor berita Al Jazeera mencantumkan Abdullah Aljamal sebagai penulis untuk situs Palestine Chronicle. Aljamal diketahui telah menulis setidaknya satu artikel untuk jaringan yang berbasis di Doha.

Pernyataan tersebut didukung oleh klaim koresponden senior Al Jazeera berbahasa Inggris Imran Khan dalam postingan di akun Instagramnya yang menjelaskan bahwa Aljamal sebelumnya pernah bergabung dengan Al Jazeera namun berstatus sebagai freelancer.

“Yang tewas dalam penggerebekan itu dulunya adalah jurnalis lepas bersama keluarganya. “Dia tidak pernah bekerja untuk TV Arab atau Inggris Al Jazeera,” kata Khan.

Bertentangan dengan laporan sebelumnya, kepala biro Al Jazeera di Yerusalem, Omar al-Waleed, membantah klaim bahwa Aljamal pernah bekerja untuk Al Jazeera.

Al-Waleed bahkan mengancam akan menuntut siapa pun yang menyebarkan rumor atau klaim bahwa Abdallah Al-Jamal terafiliasi dengan jaringan media Al-Jazeera.

“Orang ini bukan dari Al Jazeera dan sama sekali tidak bekerja untuk Al Jazeera dan tidak terdaftar bekerja untuk Al Jazeera sekarang atau di masa lalu,” kata Al Waleed.

“Kami tidak tahu dan rumor yang disebarkan tidak ada artinya dan sama sekali tidak benar. Israel melarang Al Jazeera

Akibat tuduhan tersebut, regulator telekomunikasi Israel memperpanjang larangan operasional Al Jazeera di Yerusalem, yang sedianya berakhir pada Sabtu, 8 Juni 2024, namun kini diperpanjang hingga 35 hari ke depan.

Keputusan tersebut diambil oleh pengadilan Tel Aviv setelah kabinet Israel mengklaim bahwa siaran media Qatar yang pro-Palestina menimbulkan ancaman keamanan.

Tak hanya itu, dalam pernyataan resminya, kantor Netanyahu menuding Al Jazeera sebagai media yang menghasut karena media Qatar terus menyebarkan hasutan kepada masyarakat selama perang. Netanyahu menggambarkan tindakan tersebut sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.

Sebagai informasi, penggerebekan Al-Jazeera ini bukan kali pertama, pada awal Mei lalu, polisi Israel menggerebek cabang Al-Jazeera yang terletak di sebuah hotel di Yerusalem Timur.

Selain melarang kantor berita Al-Jazeera, mereka juga menyita peralatan penyiaran seperti kamera dalam jangka waktu tertentu. Al Jazeera menyebut Israel pembohong

Menanggapi penggerebekan dan penutupan kantor oleh otoritas Israel, Al Jazeera menggambarkan tindakan Israel sebagai “tindakan kriminal”.

Al Jazeera juga menekankan bahwa tuduhan Tel Aviv bahwa jaringan media mereka mengancam keamanan Israel adalah kebohongan yang berbahaya dan menggelikan.

“Jaringan media Al Jazeera mengecam keras dan mengutuk tindakan kriminal yang melanggar hak asasi manusia dan hak dasar untuk mengakses informasi. Al Jazeera menegaskan haknya untuk terus menyampaikan berita dan informasi kepada khalayak global,” tegas Al Jazeera.

Menurut Al Jazeera, kritik juga dilontarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mereka melihat kebijakan baru Israel sebagai taktik sederhana Netanyahu untuk membatasi kebebasan pers.

Ia mengenang, pada masa perang, Al Jazeera menjadi salah satu portal berita yang menentang keras invasi ribuan warga Gaza oleh tentara Israel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *