Benarkah ODGJ Bisa Bertindak Kekerasan hingga Membunuh? Begini Penjelasan Psikiater

Laporan dari Reporter Tribunenews.com Rina Ayu

Tribun News.com, Jakarta – Kasus pembantaian di Gart, Jawa Barat, menyedot perhatian publik karena jasad para korban ditemukan dalam jumlah besar pada Minggu (30/6/2024).

Satu orang pun diamankan dan pelakunya disebut menderita gangguan jiwa (Odegje).

Psikiater Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RSJ Dr H. Marzoiki Mahdi Bogor dr Lahargo Kambaren SPKJ menjelaskan, banyak faktor yang membuat ODGJ melakukan penyerangan bahkan pembunuhan.

Ia mengatakan, kekerasan tersebut disebabkan oleh gejala penyakit jiwa yang dideritanya.

“Tetapi memang sering kali perilaku kekerasan ODGJ merupakan akibat dari gejala penyakit jiwa,” ujarnya saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (2/7/2024).

Yang pertama bagi penderita gangguan mental, organik, atau sistemik yang terjadi pada otak atau tubuh.

Individu dengan penyakit mental organik seringkali memiliki perilaku yang tidak menentu, tidak memiliki tujuan hidup, dan dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Kedua, penyakit jiwa akibat penyalahgunaan narkoba dan zat, kondisi ini menyebabkan gangguan psikis.

Ketiga, ODGJ karena skizofrenia.

Ini adalah penyakit mental yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang membedakan antara kenyataan dan imajinasi.

Humas Pusat Persatuan Psikologi Indonesia (PP) mengatakan, “Banyak terdengar bisikan-bisikan ketika memberikan pendapat, bisikan-bisikan ketika memberi perintah, dan jika suara atau peluitnya negatif maka dapat menimbulkan kekerasan pada orang lain. . -PDSKJI)

Lalu ada gejala skizofrenia lainnya, seperti delusi atau delusi dimana pemikirannya tidak sesuai dengan kenyataan. 

Ada banyak kebingungan, termasuk kesalahpahaman atau pelecehan.

“Penderita demensia selalu merasa ada orang disekitarnya yang mempunyai niat buruk terhadap dirinya atau selalu ada orang yang membicarakannya, padahal orang lain normal,” ujarnya. 

Lalu ada ilusi kehebatan.

Penderita skizofrenia yang memiliki gejala delirium sering kali mengalami perasaan berkuasa atau keagungan.

Ketika mereka melakukan tindakan kekerasan, seperti membunuh, menyiksa, atau mengorbankan orang lain, mereka merasa berdaya dan berdaya.

Keempat, gangguan bipolar adalah suatu kondisi di mana seseorang mengalami perubahan suasana hati yang ekstrim, terkadang merasa sedih dan gembira.

Pada saat yang sama, ada stres, frustrasi, dan emosi.

Kelima, ODGJ dengan gangguan kepribadian anti sosial.

Ditandai dengan kurangnya pemahaman, pengabaian terhadap hukum, peraturan dan perundang-undangan.

“Mereka seringkali kejam dan melakukan kekejaman demi keuntungan mereka sendiri, yang dapat berujung pada tindakan,” jelasnya. 

Oleh karena itu, dalam menangani ODGJ, psikiater harus mencari gejala yang mengarah pada perilaku kekerasan dan fokus pada gejala tersebut.

Lebih lanjut dr Lahargo, penyakit jiwa ini disebabkan oleh suatu kondisi medis, yaitu ketidakseimbangan saraf di otak yang menimbulkan gejala.

Oleh karena itu, intervensi, metode, dan pengobatan medis dapat sangat membantu dalam mengurangi, menghilangkan, dan menangani perilaku kekerasan.

Kasus pembunuhan yang disertai perkelahian tersebut sempat menghebohkan warga di Desa Banteay Lim, Kecamatan Sangke, Kecamatan Sibalong, saat korban dan pelaku sedang nongkrong bersama sebelum kejadian.

Pelaku membedah jenazah korban di pinggir Jalan Raya Sibalong saat anak-anak sedang bermain dan warga sekitar menyaksikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *