Belajar Teknik Mengolah Sampah Makanan Jadi Pupuk Organik Metode Ember Tumpuk Ala Dosen UGM

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA- Sampah makanan dari rumah, restoran, dan hotel seringkali dibuang begitu saja karena berakhir di saluran pembuangan.

Bagi sebagian orang, sisa makanan merupakan sesuatu yang tidak dapat diolah dan sebaiknya segera dibuang karena jika dibiarkan dalam waktu lama akan membusuk dan menimbulkan bau yang tidak sedap.

Nasih Widya Yuwono, S.P., MP, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada memaparkan metode baru dan inovatif dalam mengolah sisa makanan menjadi pupuk organik yang dapat disebarkan di tanah dan tidak beracun.

Pak Nasih telah berinovasi dalam pengolahan sisa makanan atau sampah dengan menggunakan sistem ember.

Seperti diketahui, ember rakit sendiri merupakan alat pengomposan yang dapat digunakan untuk mengatasi bau tidak sedap dari sampah organik, dan sisa sampah dapat dijadikan kompos yang dapat digunakan untuk menyuburkan tanah.

“Kubus susun tersebut dibuat dengan cara menggabungkan 2 buah kubus yang ditumpuk satu sama lain. Nasih kepada wartawan, Kamis, 29 Agustus 2024, mengatakan, “Ember bagian atas yang digunakan untuk menampung sampah organik memiliki lubang penyaring untuk mengangkut air terlarut ( lindi) ke tanah dengan bantuan gravitasi.

Nasih mengaku sudah melakukan penelitian terkait kubus susun sejak tahun 2000. Bahkan, pada tahun 2018 lalu, kubus susun baru muncul di iklan TVRI.

Meski sudah lama diselidiki, Nasih mengatakan, di tengah pengembangan, tim sempat mengalami kendala akibat bau tak sedap.

Nasih dan tim banyak memikirkan cara mengurangi bau lindi. Ide ini muncul pada tahun 2016 ketika mahasiswa sedang melakukan penelitian tentang pengelolaan limbah ikan.

Saat itu, hasil penelitiannya membuat kepala ikan menjadi kuat dan banyak dikeluhkan orang.

Kemudian, saat hendak membuangnya, ditemukan penemuan menarik, yaitu ada sampel yang tidak berbau. “Lindi merupakan produk pengeringan,” ujarnya.

Sebelum menggunakan ember tumpuk, kata Nasih, ia dan tim peneliti pernah menggunakan tong berukuran besar, namun karena terlalu mahal dan berukuran besar, cara tersebut ditinggalkan.

“Kami akhirnya beralih menggunakan ember yang harganya murah, mudah ditemukan, dan nyaman dibawa,” ujarnya.

Nasih menjelaskan, metode ember tumpuk ini cara kerjanya menggunakan gravitasi, dimana hasil jatuhnya makanan atau buah-buahan berupa air di ember atas akan jatuh ke ember bawah.

Selain untuk mengelola sampah agar tidak berbau dan tidak menghasilkan pupuk yang terlindih, sampah organik yang tertinggal di ember bagian atas dapat dimanfaatkan oleh cacing.

Cacing ini berasal dari black Soldier Fly (BSF) yang membantu pengomposan dengan cepat dan dapat digunakan sebagai pakan ternak.

“Tapi kalau cacing cepat sekali, karena cacing umurnya bertahun-tahun dan mikrobanya banyak enzimnya. Seperti cacing, ada banyak hal yang membantu penguraiannya,” jelas Nasih.

Nasih kemudian menjelaskan, ember-ember ini bisa digunakan di pedesaan, karena masih banyak ladang dan kebutuhan pupuk di dalam negeri. Sementara itu, sampah keluar dari kota.

Menurut dia, jika dikembangkan dengan baik maka akan tercipta kerja sama antara Pemkot dan Pemkot dalam pengelolaan sampah.

“Sampah kota diolah di desa dan dapat digunakan untuk menyuburkan lahan pertanian di desa, yang akan dijual dan dimanfaatkan di desa, sehingga akan terjalin hubungan yang baik antara penyelamatan sampah tersebut,” jelasnya. .

Selain itu, menurutnya konsep kubus bertumpuk juga bisa dikembangkan dalam skala besar, seperti menggunakan reaktor atau tangki besar.

Kementerian Pertanian juga membuka peluang besar untuk berkolaborasi dengan pihak lain yang berbeda.

Dikatakannya, UGM dapat bersinergi dengan desa-desa dengan memberikan pelatihan dan dukungan untuk mengelola sampah UGM yang kemudian dapat dikembalikan ke UGM.

Dengan berkembangnya kain baru yang menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh dan dibuat, Nasih berharap cara pembuangan limbah ini semakin populer di Tanah Air, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat berpartisipasi di dalamnya.

“Kerja bagusnya semua orang tahu apa itu sampah, bisa menatanya dan murah. Makin banyak yang ikut makin bagus,” tutupnya.

Cerita Gaya Lufitynti | Sumber : Jogja Tribun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *