Belajar dari Perceraian Artis, Psikolog : Pasangan yang akan Menikah Harus Punya Motivasi yang Jelas

Laporan Rena Ayo dari Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Novita Tandri, psikolog anak, remaja, dan keluarga di Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Limhanas), mengungkap hikmah penting dari kasus perceraian Riya Resis dan Teoko Ryan.

Secara psikologis, ia menyatakan bahwa sejak sebuah keluarga terbentuk, seorang pria dan seorang wanita harus memiliki motif yang jelas untuk menikah.

Bukan hanya karena tekanan orang tua dan keluarga karena usianya yang belum muda atau menikah karena tekanan sosial untuk mempunyai anak.

“Berbeda dengan pekerja, tidak mudah mencari perusahaan lain yang bisa memenuhi keinginan tersebut.

Ayo, diam, lalu pindah. Jika Anda menikah karena alasan yang salah, tidak kuat untuk mempunyai anak, atau sekadar mengubah status perkawinan, sulit untuk bertahan hidup. Saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (8/5/2024), ia mengatakan: “Pernikahan adalah komitmen sejak hari pertama pernikahan yang harus diperjuangkan setiap hari hingga maut memisahkan.”

Ia menambahkan, jika motivasi menikah jelas, maka komitmen menjaga hubungan suami istri juga terlihat.

“Motivasi saja tidak cukup, kalau sudah menikah harus berjuang seumur hidup sampai maut memisahkan, kalau tidak punya motif yang kuat nanti putus,” jelas Novita, tidak pantas, biarkan saja. .

Ia mengatakan, wajar jika sering mengalami naik turunnya emosi dalam pernikahan, namun jika memiliki motivasi dan komitmen, sulit untuk mengatasi kesenjangan antara perceraian.

“Kadang kalau lagi galau dan bosan rasanya aku salah pilih pasangan, tapi beberapa jam kemudian aku baik-baik saja lagi, aku kembali luluh dan itu pasangan yang tepat.

Dari rasa geram hingga luluh, itu adalah perasaan naik turun yang wajar. “Kembali ke motifnya apa, kalau salah gampang cerai. Motifnya kalau asal manipulasi pasti cerai,” sarannya.

Karena itulah dia berpesan kepada pasangan yang akan menikah untuk selalu berkomunikasi dan terbuka dalam segala hal sejak awal, seperti membicarakan kesehatan pribadi dan keuangan.

Selain itu, pasangan harus benar-benar mempersiapkan jasmani dan rohani sebelum memulai sebuah keluarga.

“Penting juga untuk mengikuti konseling pranikah dan tentunya tes atau screening kesehatan,” kata Novita.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *