TRIBUNNEWS.COM – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat suara terkait undang-undang Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan wewenang kepada Organisasi Masyarakat (ORMAS) untuk mengelola tambang.
Izin peraturan untuk entitas besar berlaku mulai 30 Mei 2024.
Kebijakan tersebut diatur dalam Kebijakan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan PP 96/2021 tentang Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara. PBNU: Jokowi Janjikan Pengelolaan Tambang pada 2021
Ketua Umum PBNU K.H. Yahya Cholil Stakuf mengatakan, Jokowi berjanji akan memberikan izin pengelolaan pertambangan kepada korporasi besar saat Kongres NU ke-34 di Lampung, 2021.
Hal itu diungkapkan Gus Yahya dalam siaran pers di Kantor PBU, Jalan Kramat Jaya, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Menurut Gus Yahya, janji tersebut disampaikan Jokowi saat dirinya belum menjabat sebagai Ketua PBNU.
Kebijakan pemerintah diyakini hanya memperbolehkan lembaga besar saja yang mengeluarkan sertifikat NU.
Selain itu, kata Gus Yahya, NU kini menjadi lembaga keagamaan terbesar di Indonesia.
“Dan dibutuhkan sumber daya untuk mengelola semua itu. Kenyataannya saat ini kita tahu bahwa sumber daya yang ada di masyarakat yang dibawa oleh masyarakat sendiri tidaklah cukup,” kata Yahya.
Menyikapi kebijakan tersebut, PBNU meminta pemerintah untuk mengelola tambang tersebut.
Dia membenarkan, pengoperasian tambang ini diwajibkan PBNU untuk mendanai organisasinya.
“Nah, pertama-tama NU, seperti saya katakan, NU butuh, semua yang dibutuhkan NU itu halal, yang bisa menjadi sumber pemasukan organisasi, karena situasi di bawah ini perlu intervensi secepatnya,” kata Gus Yahya. Muhammadiyah memikirkan baik dan buruk
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan tidak akan terburu-buru dalam pemerintahan baru Jokowi.
Ketua PP Muhammadiyah Kiai Saad Ibrahim mengatakan, pihaknya akan lebih memikirkan hal tersebut dan memikirkan untung ruginya hak penambangan yang diberikan kepada perusahaan besar tersebut.
Dikatakannya, hingga saat ini belum ada pemberitahuan dari pemerintah terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada Muhammadiya.
“Apalagi suratnya belum sampai.” Tapi dalam konteks yang lebih umum saya baca itu tentang organisasi besar, jadi Muhammadiyah itu bagian dari organisasi besar, tapi kita coba perbaiki dulu dan seterusnya,” kata Saad dalam keterangannya, Rabu (5/6/2021). 2024).
Selain itu, Saad juga mengatakan, Muhammadiyah terus memperkuat kemampuannya dalam mengendalikan tambang.
“Saya tidak bicara organisasi besar di luar Muhammadiyah, saya rasa bukan wakil untuk mewakili yang lain. Tapi ini memang masalah baru di Muhammadiyah, jadi kita harus mengukur kapasitas dan sebagainya,” dia ditambahkan. . MUI: Itu pendapatan baru
Tanggapan terpisah dari MUI merujuk pada diperbolehkannya perusahaan besar mengoperasikan tambang.
Wakil Direktur Jenderal MUI Anwar Abbas menyebut kebijakan tersebut merupakan inovasi pemerintahan Jokowi.
Ia menilai undang-undang ini patut dihargai karena organisasi-organisasi besar yang telah berbuat banyak untuk negara dan negara diberi kesempatan untuk mengelola tambang.
“Ini merupakan dukungan yang jelas karena melalui undang-undang ini berarti organisasi keagamaan bisa mendapatkan pendapatan baru,” kata Anwar dalam sambutannya.
Anwar mengatakan, dana hasil penambangan tersebut bisa digunakan untuk operasional organisasi yang lebih besar.
“Meskipun ada kendala terkait upaya penyelamatan masyarakat, kita sering melihat ketika terjadi bencana alam, misalnya, organisasi keagamaan bisa datang ke lokasi bencana sebelum pemerintah untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana,” tambah Anwar.
Namun, menurut dia, aktivitas organisasi besar terbatas karena keterbatasan dana.
Selain itu, pemerintah juga dianggap tidak mampu mencerdaskan negara sendiri sehingga harus menjadi tanggung jawab lembaga yang lebih besar.
“Sebenarnya pemerintah masih ada untuk membantu, namun dana tersebut masih jauh dari kebutuhan sekolah dan klinik kesehatan. Dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat,” tambah Anwar.
Namun terkadang organisasi besar terpaksa ‘mengemis’ kesana kemari agar proyek yang direncanakannya bisa selesai, tambahnya.
(TribuneNews/Jayanti Tri Utami/Fahdi Fahlavi/Dennis Destryawan)