TRIBUNNEWS.COM – Kekhawatiran akan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Penerapan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 (PP 28/2024), masih terus menjadi pertimbangan berbagai pihak.
Asosiasi Ritel dan Koperasi Indonesia (AKRINDO) menyoroti larangan penjualan rokok eceran dalam aturan tersebut.
Wakil Ketua AKRINDO Anang Zunaedi menilai aturan tersebut tidak adil dan tidak berpihak pada usaha kecil.
Anang menjelaskan, selain membatasi penjualan usaha besar dan koperasi ritel, PP 28/2024 juga menghilangkan peluang usaha kecil untuk bertahan di tengah kondisi perekonomian yang sulit.
“Peraturan ini sangat buruk. Bagaimana pengusaha kecil bisa hidup dengan peraturan seperti itu?”
“UMKM, khususnya ultra mikro, selama ini telah membantu negara-negara yang belum mampu menyediakan lapangan kerja resmi dengan menggairahkan perekonomian masyarakat. Namun PP 28/2024 justru memberikan tekanan dan beban kepada anggota kami,” kata Anang. . , Senin (5/8/2024) melalui keterangan Tribunnews.
Anang juga mempertanyakan pelarangan penjualan produk tembakau dengan memberlakukan zona 200 meter dari satuan pendidikan dan taman bermain anak.
Menurut dia, kondisi dalam Pasal 434 ayat 1 (e) PP 28/2024 tidak mungkin diterapkan di lapangan.
Mengapa zonasi ini ditujukan kepada pengusaha bukan pelajar? Bagaimana jika pengusaha atau usahanya sudah ada sebelum adanya tempat pendidikan? Sekali lagi, hal seperti itu tidak dipikirkan matang-matang. ” protesnya..
AKRINDO berharap pemerintah mempertimbangkan secara bijak dampak dari klausul Perlindungan Narkoba di PP 28/2024 yang justru membuat pedagang merasa tidak adil dan timpang.
“Peraturan ini bisa mematikan nyawa para pedagang kecil dan tradisional yang menjadikan produk tembakau sebagai salah satu penopang perekonomian kita, rokok adalah produk legal, namun peraturan tersebut tidak adil dan diskriminatif. untuk menjual produk – barang terlarang,” kata Anang.
Dijelaskannya, hingga saat ini, bagi 84 persen usaha kecil, penjualan produk tembakau telah memberikan kontribusi signifikan lebih dari 50 persen dari seluruh penjualan seluruh produk.
Selain itu, penjualan rokok eceran merupakan produk yang menghasilkan penjualan cepat bagi pendapatan toko. Hal ini pada akhirnya membantu mendorong siklus penjualan produk lain seperti makanan dan minuman.
“Kami mohon perhatian dan perlindungan pemerintah. Kami berharap para pengambil kebijakan bisa lebih memperhatikan realitas yang terjadi di dalam negeri. Bersainglah,” pungkas Anang.
Sebagai informasi, AKRINDO lahir sebagai gerakan koperasi di bidang perdagangan ritel yang didirikan pada tahun 2010. Saat ini AKRINDO mengelola sekitar 900 koperasi dan 1.050 toko tradisional di Jawa Timur. (*)