Bayi di Sukabumi Meninggal Dunia Diduga Usai Imunisasi, Kemenkes dan Komnas KIPI Beri Penjelasan

Laporan jurnalis Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Kementerian Kesehatan RI telah menerima laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Sukabumi, Jawa Barat.​

Bocah laki-laki yang berinisial MKA itu meninggal beberapa jam setelah menerima empat vaksin berbeda.

Di antaranya vaksin Bacillus Calmette-Guérin (BCG) untuk melawan tuberkulosis (TB), difteri-pertusis-tetanus-hepatitis B-haemophilus-influenza B (DPT-HB-Hib), obat tetes polio, dan rotavirus untuk mencegah diare.

Bayi tersebut lahir dengan bantuan bidan, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Komite Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Jawa Barat (Komda) dan Pokja KIPI Kota Sukabumi bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Sukabumi. Departemen. . Saya menerima vitamin K dan vaksin hepatitis B.

Namun bayi berusia sekitar tiga bulan itu tidak pernah dibawa ke puskesmas.​

Orang tuanya membawanya kembali ke Poshand untuk vaksinasi ketika dia berumur 2 bulan 28 hari.​

Imunisasi yang diberikan petugas kesehatan kepada anak penderita MKA adalah imunisasi ganda, artinya mereka memberikan lebih dari satu jenis vaksin dalam satu kunjungan.​

Menyelesaikan 4 jenis vaksinasi (BCG, DPT-HB-Hib, polio, rotavirus) dan melengkapi vaksinasi yang hilang.

Pada hari itu, 18 anak menerima vaksinasi di Poshand.​

Mereka mendapat empat jenis vaksin yang sama dengan bayi MKA yang meninggal dunia, dan kini memiliki tiga anak yang sehat.

Usai vaksinasi, anak MKA tersebut dipulangkan.​

Saat itu kondisi bayi masih normal, namun tak lama kemudian muncul gejala kelemahan biologis.​

Para orang tua yang melihat kondisi anak tersebut tidak seperti biasanya, segera menghubungi puskesmas.​

Petugas medis segera tiba di rumah MKA dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut.​

“Pertolongan pertama dilakukan karena petugas vaksinator segera mendatangi rumah almarhum dan membawanya ke rumah sakit untuk memberikan dukungan lebih lanjut,” jelas profesor tersebut. Ketua Panitia Wilayah KIPI Jawa Barat DR. Kusnandi Rusmil melaporkan, Minggu (30 Juni 2024) dari situs resmi Kementerian Kesehatan.​

Sayangnya, sesampainya di rumah sakit, nyawa MKA tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia.

Tanggal kematian anak tersebut disebutkan 11 Juni 2024.​

Menyusul kematian MKA, pihak keluarga menginginkan penyelidikan lebih lanjut atas kematian bayi tersebut. Audit efek samping setelah vaksinasi

Menyusul adanya laporan dugaan kematian anak MKA terkait imunisasi ganda, Panitia Wilayah KIPI Jawa Barat dan Panitia Nasional (Komnas) KIPI melakukan audit kausalitas.

Menurut Profesor Hindur Irawan Satari, Ketua Komite Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI), belum bisa dipastikan penyebab kematian dari hasil audit berdasarkan informasi yang ada.

“Ada kaitannya dengan vaksinasi dan disarankan dilakukan otopsi,” lanjut Profesor Hindra Sattari.​

Terkait rencana otopsi, keluarga bayi MKA yang meninggal dunia tidak menginginkan rencana otopsi dilakukan.​

Hal ini menyusul penarikan permintaan keluarga dari polisi dan perwakilan hukum.​

“Pihak keluarga tidak mau dilakukan otopsi dan mencabut tuntutan pihak kepolisian dan pengacara. Pihak keluarga menyatakan menerima kematian bayi MKA yang sudah meninggal,” jelas Profesor Hindra.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (BPOM) juga mengumpulkan sampel vaksin yang disuntikkan kepada anak MKA yang meninggal tersebut.​

Pengambilan sampel vaksin dilakukan untuk menilai kualitas vaksin.​

BPOM juga sudah mengumpulkan sampel vaksin yang diberikan kepada almarhum MKA. Sampel ini untuk uji mutu. Oleh karena itu, sedang dilakukan uji mutu, tambah profesor. Hindra. Kementerian Kesehatan mengatakan dua suntikan aman

Prima Josephine, Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan, mengatakan Kelompok Penasihat Teknis Imunisasi Indonesia (ITAGI) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan imunisasi ganda atau pemberian beberapa jenis vaksin.​

“Vaksinasi ganda ini aman dalam satu kali kunjungan,” ujarnya.​

Vaksinasi sesuai jadwal imunisasi nasional dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), baik pada jadwal imunisasi rutin maupun pada jadwal imunisasi booster.

“Pemberian imunisasi campuran (multigen atau satu jenis vaksin) sama aman dan efektifnya dengan imunisasi tunggal,” jelas Prima.​

Dr Prima menambahkan, penting untuk menerima beberapa vaksin, atau kombinasi vaksin, dalam satu kunjungan untuk melindungi anak dari berbagai penyakit secepat mungkin.​

Hal ini memudahkan untuk menyelesaikan dosis yang dianjurkan tepat waktu. ”

Penting untuk ditekankan bahwa dua suntikan tidak membebani sistem kekebalan tubuh.​

Antigen dalam vaksin hanyalah sebagian kecil dari apa yang secara alami ditemui tubuh kita setiap hari, lanjut Prima.​

Data ilmiah, berdasarkan informasi dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, menunjukkan bahwa beberapa vaksin yang diberikan secara bersamaan tidak menyebabkan masalah kesehatan kronis.​

Banyak penelitian sedang dilakukan untuk menguji efek pemberian kombinasi vaksin yang berbeda.​

Vaksin yang direkomendasikan telah terbukti efektif baik dalam bentuk kombinasi maupun suntikan tunggal.​

Demam dapat terjadi jika vaksin tertentu diberikan bersamaan.​

Namun kondisi ini bersifat sementara dan tidak menimbulkan kerusakan permanen.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *