Reporter Tribunnews.com, Ismoyo melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII RI Korea Utara Eddie Soparno mendorong pemerintah segera merampungkan revisi Peraturan Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Eceran Bahan Bakar Minyak.
Peraturan ini mengatur teknis distribusi bahan bakar pelengkap dan mencapai lebih banyak target.
Eddy menyinggung usulan pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan untuk melarang konsumsi subsidi BBM mulai 17 Agustus mendatang.
“Saya kira mereka juga menunggu perubahan Perpres. Namun saya ingin tegaskan, sosialisasi perlu dilakukan secepatnya agar masyarakat tidak ketinggalan pembahasan pelarangan pembelian BBM bersubsidi.”
Selain itu, setidaknya ada 2 hal penting yang perlu dimasukkan dalam revisi Perpress.
Pertama, tentang jenis atau standar kelompok masyarakat dan kendaraan yang layak mengonsumsi BBM bersubsidi.
Kedua, mengenai sanksi bagi mereka yang membeli atau menjual BBM bersubsidi yang melanggar Perpres.
Eddy mengatakan, larangan pembelian BBM bersubsidi hanya berlaku bagi masyarakat kelas menengah atas atau pemiliknya.
Sedangkan bagi masyarakat strata ekonomi bawah seperti pengemudi taksi jaringan, pengemudi angkutan umum, kendaraan UMKM, sepeda motor masih berhak dan diperbolehkan membeli BBM bersubsidi.
Ia menambahkan, “Kebijakan ini ditujukan kepada mereka yang membutuhkan anggaran subsidi pemerintah.” Oleh karena itu, hanya masyarakat menengah dan atas (masyarakat berpendapatan baik) yang dilarang membeli BBM bersubsidi. .
Eddie melanjutkan, kebijakan pembelian BBM bersubsidi hanya untuk lapisan ekonomi bawah diharapkan dapat menghemat anggaran pemerintah secara signifikan.
Puluhan triliun hingga ratusan triliun dolar dapat dialokasikan kembali untuk program pembangunan ekonomi lainnya.
Isu pelarangan pembelian BBM bersubsidi ini pertama kali diberitakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Panjaitan melalui postingan di akun Instagram resminya.
Ia mengatakan, pemerintah akan memulai pelarangan tersebut pada 17 Agustus 2024.
Namun, Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan permasalahan tersebut masih dalam pembahasan dan belum diputuskan.