TRIBUNNEWS.COM – Bendahara Umum Relawan Pro Jokowi (PROJO), Penal Barros mengingatkan PDI Perjuangan (PDIP) agar tidak menyesal di kemudian hari.
Sebab kini banyak partai politik (parpol) yang membuka pintu bagi Jokowi, bahkan bagi putra sulungnya Gibran Rakaboming Raka.
Panel menilai PDIP kerap menyerang Jokowi dan Gibran dengan citra negatif.
Apalagi kontestasi tersebut berlangsung setelah Pilpres 2024.
PDIP nampaknya semakin frustasi terhadap calon presiden dan wakil presidennya setelah mengalami kekalahan pada Pilpres 2024 atas nama Gunjara Pranu-Mahfoud MD.
Sementara Jokowi dan Gibran tidak dibidik, yakni tidak diakui sebagai anggota PDIP atau diberhentikan.
Namun sejak saat itu, banyak parpol yang justru membuka peluang bagi Jokowi dan Jibran untuk bersatu.
Oleh karena itu, Panel mengingatkan PDIP bahwa sikap mereka terhadap Jokowi dan Gibran tidaklah tercela.
Alhasil, banyak pihak yang membuka pintu dan karpet merah untuk Pak Jokowi dan Mas Gibran. Jangan sampai menyesal, kata panel Baroš dalam siaran persnya, Minggu (5/5/2024).
Panel bahkan menilai PDIP kebingungan saat kalah pada Pilpres 2024.
Sebab, alih-alih mengevaluasi kekalahan tersebut secara internal, PDIP justru berusaha mendiskreditkan Jokowi dan Jibran secara negatif.
“Itu tandanya PDIP khawatir kalau kalah. Biparan itu cerminan kebimbangan dalam berpolitik,” ujarnya.
Untuk itu, majelis mendesak PDIP mengusut sendiri dan tidak menyalahkan pihak lain.
“Lebih baik memeriksakan diri daripada berhenti di sini, berhenti di sini. Tindakan kotor seperti itu sangat disayangkan,” kata panel tersebut.
Padahal, menurut panel, Pilpres 2024 berlangsung transparan.
Para kontestan juga mempersiapkannya sejak lama.
Juri mengatakan, mereka yang mengambil keputusan memilih sesuai dengan pikiran dan hati nuraninya.
Panel menegaskan, masyarakat membutuhkan contoh kedewasaan dari tokoh atau partai politik.
Mungkin kalau PDIP yang menjadi juara, lain ceritanya, kata Pannell.
Panel kemudian membandingkan pendekatan PDIP dengan pendekatan Jokowi.
Ia mengatakan, dalam kondisi apa pun, Jokowi tidak pernah menyerang PDIP atau elitenya, termasuk Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri.
Memang, Jokowi membuktikan dirinya tetap beradab dalam berpolitik meski dianiaya elite PDIP. Jokowi digambarkan sebagai pemberontak terhadap PDIP
Politikus PDIP Henderwan Supratikno sebelumnya sempat menyebut Jokowi memberontak atau memberontak terhadap PDIP.
Panel pun menanggapi pernyataan kebijakan PDIP tersebut.
Ia mengatakan, kemarahan sebagian tokoh PDIP atas kekalahan Pilpres juga diwujudkan dalam bentuk gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas hasil Pemilu 2024.
Panel tersebut mengatakan pada saat itu bahwa setelah pertarungan pemilu ini, diharapkan semua pihak akan bersatu kembali, bukan saling menghancurkan.
“Para pemilih menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Para kandidat pemilu bersatu, mereka saling berpelukan.”
“Sekarang adalah waktunya untuk bekerja sama, bukan berkubang dalam kemarahan dan saling menyalahkan,” jelas panel tersebut.
Di sisi lain, Pengamat politik Universitas Al-Azhar Ajang Kamarudin menilai PDIP masih marah kepada Jokowi karena tidak mendukung Ganjar Mahfud yang memimpin PDIP.
Namun, Jokowi justru mendukung Prabowo-Jarban di Pilpres 2024.
Hal ini menanggapi rencana pertemuan Ojang dengan Prabhu tentang Megawati yang tidak pernah terlaksana.
Ojang mengatakan pertemuan di antara mereka hanya tinggal menunggu waktu yang tepat.
Namun ia merasa masih ada permasalahan yang belum terselesaikan dan harus diselesaikan terlebih dahulu.
“Misalnya ada persoalan yang masih belum jelas, mungkin saya minta maaf, PDIP masih marah ke Jokowi dan Jokowi dukung Prabowo-Jarban, itu tempatnya,” kata Ojung kepada Tribunnews.com /5), Jumat. /2024).
Oleh karena itu, Ojang mengatakan pertemuan Megawati dan Prabhu akan menunggu momen yang tepat.
“Ini hanya masalah waktu saja dan kita tunggu saja sampai mereka bertemu. Karena keduanya sudah bicara soal pertemuan,” kata Yujang.
(Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus Waku/Fransiskus Adhiyuda)