Bank Indonesia: BI Rate Naik Jadi 6,25 Persen Jadi Pendorong Aliran Modal Asing Masuk

Laporan reporter Tribunnews.com, Nitis Hawaroh

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan kenaikan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25 persen efektif meningkatkan kepercayaan pasar global dan investor dalam menarik aliran masuk modal asing.

Perry mengatakan Surat Berharga Negara (SBN) pada pertengahan Mei 2024 tercatat sebesar Rp 8,1 triliun. Rinciannya, minggu pertama bulan Mei sebesar Rp5,74 triliun, dan minggu kedua sebesar Rp2,36 triliun. Sedangkan nilai jaminan Bank Indonesia Rupiah (SRBI) mencapai Rp 19,77 triliun.

“Nah, ini kembali menunjukkan bahwa keputusan BI rate dan suku bunga BI benar-benar telah mengatur pasar global dan fidusia untuk memungkinkan masuknya modal asing ke dalam portofolio,” kata Perry dalam jumpa pers di kantornya, Rabu (8/8). ).

Perry mengatakan masih ada aliran kayu sebesar Rp 5,03 triliun. Meski demikian, total aliran masuk valas hingga pertengahan Mei 2024 sebesar Rp 22,84 triliun.

Perry mengatakan masuknya modal asing ke portofolio setidaknya ditentukan oleh tiga faktor atau interest rate parity (CIRP). Hal ini didasarkan pada perbedaan hasil, premi risiko dan perspektif keuangan.

“Jadi dengan menaikkan suku bunga BI dan SRBI, produk-produk diferensial kita menjadi lebih populer dan ini mendorong masuknya modal asing. Ini aliran portofolio asing,” ujarnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan atau BI rate menjadi 6,25 persen.

“Direksi Bank Indonesia dalam rapatnya pada 23-24 April 2024 memutuskan untuk menaikkan BI rate sebesar 25 poin menjadi 6,25 persen,” kata Perry dalam konferensi pers, Rabu (24/04/2024).

Dengan demikian, dengan kenaikan BI rate sebesar 25 basis poin, maka suku bunga Deposit Line akan meningkat menjadi 5,50 persen, dan suku bunga Fasilitas Pinjaman akan meningkat menjadi 7,00 persen.

Perry menjelaskan, alasan peningkatan pengguna tersebut adalah untuk meningkatkan stabilitas rupee terhadap kemungkinan peningkatan risiko global.

Lalu, kata Pery, antara kebijakan makroprudensial dan pertumbuhan sistem pembayaran yang dirancang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

“Meskipun ada tindakan pencegahan, inflasi tampaknya akan tetap pada target 2,5±1 persen pada tahun 2024 dan 2025,” tambah Perry.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *