Bandingkan Kematian Vina Cirebon dengan Kasus Ferdy Sambo Cs, Hotman Paris Singgung Mayat Korban

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Publik membandingkan kasus Vina Cirebon dengan kasus tewasnya Brigadir J yang dilakukan Ferdy Sambo Cs. Apakah memang ada kemiripannya?

Jika ditilik, kedua kasus ini menimbulkan kerugian dan menarik perhatian publik.

Hanya saja terdapat perbedaan mendasar di antara keduanya, terutama jika menyangkut tubuh korbannya.

Hal tersebut disampaikan pengacara kondang Hotman Paris melalui unggahan video di Instagram (@hotmanparisofficial) pada Jumat (14/6/2024).

Menurut kuasa hukum keluarga Vina, jenazah korban kasus Ferdy Sambo masih ada selama penyelidikan berlangsung.

Bahkan, jenazah Nofriansyah Josua Hutabarat atau Brigadir J saat itu digali untuk keperluan otopsi.

Sedangkan kasus Vina, jenazah Vina dan Eky sudah dimakamkan delapan tahun lalu.

Pasalnya, pembunuhan cinta itu terjadi pada Sabtu 27 Agustus 2016 di Cirebon.

Selain itu, urusan Sambo tidak bertahan lama. Tak lama setelah kejadian, polisi langsung menyelidikinya dan proses hukum pun berjalan.

Ternyata karena menembak ajudannya sendiri, Brigadir J, Sambo dipenjara seumur hidup.

“Ini berbeda dengan kasus Sambo. Dalam kasus Sambo itu adalah kasus, jenazahnya ada di sana dan pada saat itu semua orang melihatnya.”

“Itu delapan tahun lalu. Beda,” kata Hotman.

Seperti diketahui, kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada Sabtu 27 Agustus 2016 sudah dalam tahap persidangan.

Ada delapan pemuda yang ditangkap dan selanjutnya dijatuhi hukuman penjara.

Mereka adalah Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramdani (Koplak), Hadi Saputra (Bolang), Eka Sandy (Tiwul), Jaya (Kliwon), Supriyanto (Kasdul), Sudirman, Saka Tatal.

Semuanya divonis penjara seumur hidup, kecuali Saka Tatal yang divonis hanya delapan tahun penjara karena masih anak-anak saat kejadian.

Tiga orang bernama Pegi, Andi dan Dani dinyatakan sebagai pengungsi.

Terbaru, pria bernama Pegi Setiawan ditangkap karena diyakini sebagai pelaku yang kabur.

Polda Jabar menyatakan Andi dan Dani hilang dan dikeluarkan dari daftar pencarian orang (DPO).

Perhatian pemerintah tidak seperti kasus Sambo

Sementara itu, kuasa hukum tersangka Pegi Setiawan, Toni RM meminta Kapolri Listyo Sigit Prabowo menangani kasus Vina seperti kasus Sambo.

Saya mohon kepada Kapolri tolong pak, sikapnya bisa seperti kasus Sambo, kata Toni RM, Kamis (13/06/2024), dikutip Tribunnews.

Toni RM sangat berharap Kapolri bisa menjadi yang terdepan dan memberikan perintah serta arahan kepada jajaran kepolisian.

Termasuk memberikan informasi kepada masyarakat agar hal ini dapat diungkapkan setransparan mungkin tanpa ada yang ditutup-tutupi.

Harapan ini muncul karena kasus utang Cirebon semakin rumit dan menakutkan.

Semakin banyak pihak yang bersuara mengenai hal ini.

Bahkan keterangan para saksi bertentangan dengan keterangan yang sebelumnya tercatat dalam putusan pengadilan.

Mohon Pak Kapolri berada di barisan depan dan segera memberikan pernyataan kepada masyarakat, kata Toni.

Kondisi LPSK akan memberikan perlindungan darurat kepada saksi dan keluarga Vina

Sejauh ini, sudah ada 10 pemohon yang mengajukan perlindungan, termasuk tujuh keluarga korban dan tiga orang saksi yang mengetahui kasus pembunuhan Vina Cirebon dan Eky.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terus mendalami permintaan perlindungan saksi dan keluarga korban.

LPSK belum bisa memastikan kapan proses peninjauan tersebut selesai, namun LPSK menyatakan mempunyai kemampuan untuk memberikan perlindungan darurat kepada saksi dan keluarga korban.

Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mengatakan, perlindungan darurat dapat diberikan jika saksi dan keluarga korban mendapat ancaman bahaya yang nyata.

“Jika ada ancaman mendadak atau ada kondisi kesehatan yang perlu segera ditangani, LPSK dapat memberikan perlindungan darurat,” kata Susilaningtias di Jakarta Timur, Jumat (14/6/2024).

Berbeda dengan perlindungan penuh yang diberikan melalui serangkaian proses peninjauan dan keputusan oleh tujuh pengelola LPSK, perlindungan darurat dapat diberikan dalam waktu singkat.

LPSK dapat menyediakan wali darurat jika dua dari tujuh pimpinan merasa ada ancaman nyata terhadap saksi dan korban.

 Asalkan ancaman yang dirasakan bersifat langsung atau non-verbal dan kondisi kesehatan saksi dan keluarga korban memerlukan penanganan medis segera.

Ketentuan lain dalam memberikan perlindungan darurat adalah keadaan darurat saksi dan keluarga korban yang membutuhkan bantuan dalam proses hukum.

Misalnya ketika saksi dan keluarganya harus memberikan kesaksian di pengadilan, dalam hal ini LPSK dapat memberikan perlindungan darurat berupa bantuan hukum.

“Dalam setiap kasus seperti ini. Jadi tiba-tiba kita bahkan tidak punya waktu 30 hari untuk meninjau permintaan saksi dan korban, kalau tiba-tiba ada ancaman baru kita bisa memberikan perlindungan,” ujarnya.

Susilingtias mengatakan, jika saksi dan keluarga korban mendapat ancaman nyata, LPSK bisa memberikan perlindungan fisik.

Bentuk perlindungan fisik tersebut dapat berupa penempatan saksi dan keluarga korban di rumah aman LPSK, pemberian pengawalan keamanan yang melibatkan petugas khusus.

“Bisa ditaruh di rumah aman, bisa dijaga, bisa diawasi di rumah. Rumah aman ini hanya bisa diakses oleh petugas LPSK dan LPSK,” ujarnya.

Sebelumnya, sejumlah saksi dan keluarga korban kasus pembunuhan Vina dan Eky mengaku mendapat ancaman sehingga mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK.

Namun, proses peninjauan terhadap tuntutan perlindungan LPSK belum mampu menentukan apakah sekolah benar-benar menerima ancaman dan dalam bentuk apa ancaman tersebut.

LPSK hanya menyatakan, baik saksi mata yang mengetahui kejadian tersebut maupun anggota keluarga korban merasa takut dengan kasus tersebut.

Sumber: Tribun Jakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *