Reporter Tribune News.com, Andrapata Pramudias melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenpeling) Fabri Hendry Antoni Arif mengungkap kejanggalan sengketa 26.415 kontainer yang tertahan di pelabuhan.
Kementerian Perindustrian saat ini sedang meminta klarifikasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Konsumen Kementerian Keuangan mengenai isi kontainer tersebut.
Hal ini untuk memungkinkan Kementerian Perindustrian memitigasi dampak terhadap industri dari pelepasan seluruh kontainer yang ditumpuk.
Hal ini juga terkait dengan penurunan Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia dan Indeks Keyakinan Industri Indonesia (IKI).
Kecurangan bermula saat Menteri Perindustrian Agus Gumiwan Kartasmita bertanya kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani soal banyaknya kontainer yang tertahan di pelabuhan.
Dalam panggilan telepon pada 16 Mei 2024, Pak Ascolani mengatakan sekitar 4.000 kontainer terdampar di berbagai pelabuhan.
Angka tersebut tiba-tiba berubah pada 18 Mei 2024, ketika Menteri Koordinator Perekonomian Airlanga Hartarto dan Menteri Keuangan Mulyani mengadakan konferensi pers di Tanjung Priok.
Airlanga dan Mulyani mengatakan 26.415 kontainer terdampar di pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak.
Pertanyaannya, mengapa kontainer yang terjebak dalam dua malam itu tiba-tiba loncat? Rabu (8 Juli 2024) di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan.
Fabri mengatakan Kementerian Perindustrian skeptis dengan jumlah kontainer yang bertambah menjadi 26.415. Selain nomornya, ada juga pertanyaan apakah kotak-kotak itu benar-benar ada.
“Menteri Keuangan telah menyampaikan, kriteria penghitungan atau penggolongan peti kemas pada kelompok stranded container adalah peti kemas yang masuk dan berlabuh di suatu pelabuhan sejak tanggal 10 Maret 2024,” kata Febri.
“Nomor 26.415 memang mencurigakan, tapi apakah kotak itu benar-benar ada?”
Seperti diketahui, persoalan peti kemas macet ini bermula pada pertengahan Mei lalu, ketika sebanyak 26.415 peti kemas tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya. dan Pelabuhan Belawan di Maidan.
Kementerian Perindustrian juga ingin mengetahui lebih jauh isi dari 26.415 kontainer tersebut untuk meminimalkan dampak terhadap industri jika semua kontainer yang bertumpuk ditinggalkan.
Mereka juga menulis surat kepada Kementerian Keuangan, yang mengawasi pajak bea dan cukai. Sayangnya, tanggapan surat yang diterima Kementerian Perindustrian belum bisa dimanfaatkan karena data yang ada dinilai terlalu makro, tidak detail dan parsial.
Faktanya, Kementerian Perindustrian merasa Bea Cukai sepertinya menyembunyikan sejumlah data dari ribuan kontainer.
Bea Cukai juga membantah Kementerian Perindustrian. Mereka menganggap data yang mereka berikan sudah jelas.
Jika belum puas, Kementerian Perindustrian berencana mengirimkan surat lagi ke Kementerian Keuangan.