Bahas Pemilu, Ini Hasil Pertemuan Pimpinan MPR dan Ketum Demokrat AHY

Ketua MPR RI dan Wakil Ketua Partai Golkar Bambang Soesatyo memberikan diskusi hangat antara pimpinan MPR RI dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono mengenai agenda masa depan negara. termasuk politik. proses dan kondisi demokrasi.

Dikatakannya, perlu adanya evaluasi dan koreksi guna memperbaiki masa depan Indonesia terkait apakah kehidupan demokrasi di Indonesia saat ini sudah berada pada jalur yang benar atau belum.

“Hasil musyawarah nasional yang dilaksanakan para pimpinan partai MPR, selebritis nasional, dan pimpinan ormas politik semuanya mengeluhkan pelaksanaan pemilu yang penuh dengan politik uang dan banyak uang yang terbuang percuma, bahkan pada pemilu keenam. hari. Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menilai biaya politik yang naik terlalu besar, “Makanya harus diperbaiki,” kata Bamsoet, dikutip Rabu (17/7/2024).

Pertemuan tersebut dihadiri beberapa politisi seperti Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid, Syarifuddin Hasan, Hidayat Nur Wahid, dan Ameer Uskara.

Turut hadir pula para petinggi Partai Demokrat, Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono, Sekjen Teuku Riefky Harsya, Bendahara Umum Renville Antonio, Wakil Ketua Benny K Harman, Wakil Ketua Jovan Latuconsina dan Kepala BPOKK Herman Khaeron.

Presiden ke-20 DPR RI sekaligus Ketua Komite III DPR Bidang Hukum dan Keamanan ini juga menjelaskan, perubahan proses pemilu diharapkan dapat dilaksanakan dan diselesaikan pada awal pemerintahan Presiden terpilih terpilih. Subianto – Gibran Rakabuming Raka.

Selain proses pemilu, sebagian besar perubahan dan reformasi tersebut, pemilu legislatif (Pileg) dan pemilu presiden (Pilpres) dinilai lebih baik dilaksanakan secara terpisah.

Bamsoet mengatakan, AHY menyarankan agar pemilu legislatif dilaksanakan sebelum pemilu presiden, sehingga hasil yang digunakan untuk mengusung calon presiden adalah hasil pemilu legislatif yang lalu sesuai dengan aktivitas politik saat ini.

“Pada Pilpres 2024 yang sudah kita lewati, pengajuan calon presiden merupakan hasil pemilu legislatif lima tahun lalu, tahun 2019, sehingga dianggap prematur,” ujarnya.

Ia juga mengatakan bahwa sistem demokrasi pemilihan langsung yang dihasilkan dari meluasnya kebijakan moneter harus dikaji ulang. Pemerintah harus menilai apakah demokrasi saat ini bermanfaat atau merugikan masyarakat.

“Sistem demokrasi langsung yang ada saat ini sudah memungkinkan terjadinya demokrasi transaksional. Memilih pemimpin itu salah satunya berdasarkan belanja modal dibandingkan yang lain. Saya berharap pemimpin kita dilahirkan dengan keadilan dan keterampilan. Bukan karena apa. di tasnya,” kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua FKPPI ini menambahkan, pemerintah harus hadir untuk memberikan pendanaan yang cukup kepada partai politik.

Pendanaan pemerintah terhadap partai politik penting dilakukan karena partai politik merupakan salah satu lembaga demokrasi yang penting dan strategis, karena mempunyai tugas, tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan penulisan kebijakan.

Saat ini, berdasarkan PP Nomor 1 Tahun 2018, provinsi hanya bisa memberikan bantuan dana kepada partai politik sebesar Rp1.000 per suara.

Jumlah ini terlalu kecil untuk mendukung partai politik. Berdasarkan hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan LIPI beberapa waktu lalu, sudah sepantasnya pemerintah memberikan dukungan kepada partai politik dengan dana Rp 10 ribu dolar per suara aktif.

“Hasil kajian KPK dan LIPI sangat menarik untuk dijelaskan lebih lanjut, agar parpol tidak lagi terjebak dalam oligarki. Pemurnian parpol dari aliran kekuasaan uang yang oligarki akan mempengaruhi kualitas politik. keputusan yang menguntungkan rakyat,” pungkas Bamsoet. .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *