Ketika pemerintah bergegas menyiapkan infrastruktur dasar dan menginvestasikan puluhan miliar rupee pada upacara peletakan batu pertama pada tanggal 17 Agustus di ibu kota Indonesia, masyarakat lokal menghadapi kenyataan yang berbeda.
“Udara di sini sangat segar, segar dan bersih, dan ini baik untuk kesehatan dan usia,” kata Presiden Joko Widodo kepada tim pers IKN, 12 Agustus.
Namun, hanya beberapa kilometer dari tempat tinggal Presiden saat itu, warga Desa Bumi Harapan hidup di bawah debu proyek, setidaknya selama proses pembangunan.
Masyarakat lokal juga harus membeli air karena tidak ada akses terhadap air minum yang aman. Meski letaknya tak jauh dari situ, air keran yang ada di dalam IKN bisa langsung diminum.
Di sisi lain, sebagian warga mengaku merasakan manfaat ekonomi dari kehadiran IKN.
Orang-orang yang bekerja di pertambangan kini menjadi penyewa. Mereka yang dulunya bekerja di sawah kini menyuplai air minum ke kawasan sekitar IKN.
Bagaimana rasanya hidup di sekitar pembangunan megaproyek warisan Presiden Jokowi ini?
Akankah masyarakat lokal di seluruh nusantara bisa menikmati fasilitas yang sama? Apakah mereka merasa menjadi bagian dari peristiwa yang terjadi di tempat tinggal mereka?
Ini kedua kalinya saya mengunjungi nusantara. Sebelumnya saya datang ke IKN pada Februari 2024 untuk meliput pemilu.
Seperti sebelumnya, tim kami menyempatkan diri mampir ke Desa Bumi Harapan untuk mengetahui keseharian warga di sekitar proyek IKN.
Kota inilah yang paling terkena dampak perkembangan IKN karena sebagian wilayahnya termasuk dalam Kawasan Pusat Pemerintahan (KIPP).
Situasinya tetap sama. Lapisan debu tebal masih menyelimuti kota ini. Kota Bumi Harapan sekilas terlihat seperti kota yang terkena bencana gunung berapi. Bedanya, itu bukan abu vulkanik, melainkan debu proyek.
Warga yang masih tinggal di kota itu menutup rapat pintu dan jendela rumah mereka. Teras rumah, kendaraan yang diparkir, bahkan tanaman di sekitarnya pun tertutup debu.
Suara bising kendaraan yang lewat tak henti-hentinya terdengar.
Beberapa warga kota ini meninggalkan rumahnya yang sudah tertutup lapisan debu tebal.
Ada pula yang menjauh dan dikeluarkan dari IKN karena tidak sanggup membeli tanah baru di kawasan itu yang harganya melonjak. Namun ada juga yang bisa membangun kembali kehidupannya tidak jauh dari pusat ibu kota baru.
Sebagian lainnya masih hidup dalam kondisi yang tidak nyaman karena mereka belum mencapai kesepakatan mengenai tawaran kompensasi dari pemerintah.
Ada juga yang enggan pindah karena berharap bisa bergabung dengan IKN, seperti Titin Sumarni, 50, yang mengelola pesantren tak jauh dari Ground Zero di Nusantara.
Saat Titin Sumarni membangun Asrama Islam Fasttabilqul Khairaat di Desa Bumi Harapan, Penajam Paser Utara pada tahun 2018, orang-orang terdekatnya mempertanyakan lokasi yang dipilih Titin.
“Kenapa kamu naik ke sana? Tidak ada apa-apa,” kenang Titin.
Namun ia merasa tempat sepi itu cocok sebagai tempat menginap. Yang belum mereka ketahui saat itu adalah kawasan ini akan menjadi ibu kota baru Indonesia.
Kini, enam tahun kemudian, keheningan itu berubah menjadi hiruk pikuk proyek pembangunan berskala besar yang tidak berhenti hampir 24 jam sehari.
Jika cuaca bagus, debu dari proyek tersebut akan mengendap. Namun saat hujan, suasana belum tentu menjadi lebih bersahabat.
Jalan depan asrama tiba-tiba menjadi becek dan licin. Kendaraan yang melintas, terutama truk pengangkut material konstruksi, harus melambat agar tidak tergelincir. Terjadi kemacetan panjang.
Lokasi asrama Islam ini cukup strategis, hanya beberapa ratus meter dari pintu masuk kawasan pusat pemerintahan. Sedangkan jika diukur dari Istana Garuda, jaraknya sekitar empat kilometer. Jika dibandingkan dengan Jakarta, Asrama Islam Titini seperti berada di kawasan Menteng.
Dengan demikian, Titin bisa merasakan suasana penuh semangat jelang upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI yang pertama kali digelar di nusantara pada tahun ini.
Selain itu, para pekerja proyek atau pengendara yang melintas kerap menyetop pesantren tersebut karena ketersediaan toilet umum dan musala di kawasan tersebut masih terbatas.
Titin tidak pernah menutup pintu pesantrennya dan memperbolehkan mereka menggunakan fasilitas yang ada.
“Sepertinya saya juga beramal,” kata Titin saat ditemui.
Permasalahannya, asrama Islam ini sebenarnya tidak memiliki sumber air minum untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Setiap hari mereka harus membeli air untuk mencuci dan menyiram toilet dengan harga Rp 350.000 hingga 450.000 per tangki. Itu belum termasuk kebutuhan air minum yang juga harus dibeli.
Jadi untuk minum air saya harus beli jauh-jauh. Kalau air di sini tidak bisa untuk memasak, apalagi untuk minum. kotor. – kata Titín.
Namun sore itu, truk pengangkut air bersih yang mereka pesan tak kunjung datang. Titin menduga keterlambatan tersebut disebabkan cuaca dan kondisi lalu lintas yang buruk.
“Mungkin karena hujan dan macet, mobil tidak bisa masuk ke kawasan ini,” kata Titin.
Polusi debu dan sulitnya mendapatkan air minum menjadi permasalahan yang juga banyak dialami warga sekitar megaproyek IKN.
Dulu, mahasiswa saya hanya bertugas satu hari. Saat ini, sejak IKN ada, sudah ada dua tonggak sejarah. Mereka lelah,” kata Titin.
Siswa terkadang terbatuk-batuk, meski Titin belum bisa menyimpulkan apakah karena debu proyek atau faktor lain.
Salah satu santri bernama Fikrom sangat merasakan perbedaan asrama Islamnya dengan sekarang.
“Sebelumnya dingin, berbeda dengan sekarang, panas dan banyak debu. Dulu pepohonan hijau dan segar,” kata Fikrom.
“Belajar, bermain, dan olah raga terganggu. Kalau lewat banyak mobil, berisik, kadang konsentrasi, kadang tidak. Kalau lari sekarang, minta sakit, ” kata Fikrom.
Titin mengaku tak keberatan menanggung segala ketidaknyamanan untuk sementara waktu. Asalkan ia dan mahasiswanya tidak dikecualikan dan bisa menjadi bagian dari IKN.
Selain itu, Titin juga merasakan dampak ekonomi dari kehadiran IKN, karena ia menyewakan kamar untuk pekerja proyek.
Namun justru Titini diminta pindah dan ditawari uang ganti rugi. Dia menolak tawaran itu sampai dia menantangnya di pengadilan.
Lahan Titin merupakan satu dari 2.086 hektare lahan yang belum dibeli.
“Jangan sekarang seperti itu, ada dampak debu, ada kebisingan yang tidak menyenangkan. “Kita akan tetap seperti ini, nanti kita ingin menikmati IKN juga,” ujarnya.
Titin pun ingin ikut meramaikan kemeriahan Hari Kemerdekaan di IKN.
“Saya juga ingin merasakan emosinya, tapi sampai saat ini saya belum tahu apa yang akan terjadi ke depannya,” kata Titin.
Beberapa warga diundang untuk menghadiri upacara di kawasan istana. Namun, hingga ditemukan, Titin bukanlah salah satu dari mereka. Jadi meski cukup dekat dengan pusat emosi, Titin kemungkinan besar hanya akan melihatnya di layar.
Meski Titín mempunyai kontribusi bagi mereka yang lewat dengan mempersiapkan perayaannya.
“Air kami pasti akan terpakai,” kata Titin. ‘Selamat Datang di Nusantara’
“Udara segar. Udara bersih, itu yang kita impikan. Kita ingin ibu kota yang ‘hijau’, bagus untuk energi, bagus untuk kendaraan listrik, bagus untuk lingkungan, bagus untuk udara, semuanya,” kata Presiden Jokowi. saat mengajak para menterinya ngopi di salah satu waduk nusantara pada Senin (12/8).
Agenda ini merupakan rangkaian kunjungan Presiden Jokowi ke nusantara sebelum menggelar rapat kabinet pertama di Istana Garuda.
Keesokan harinya, Jokowi menunjukkan nusantara kepada para pemimpin daerah di seluruh Indonesia.
Selamat datang di nusantara, kata Jokowi disambut tepuk tangan para pemimpin daerah.
Saat itu, Jokowi bercerita bagaimana selama 10 tahun terakhir ia merasa dibayangi “angin kolonial” saat berada di istana-istana di Jakarta dan Bogor.
“Saya hanya ingin menyampaikan sekali lagi kepada Belanda. Mantan Gubernur Jenderal Belanda, kami tinggal di sana selama 79 tahun. Bau kolonial selalu saya rasakan setiap hari. Dalam bayang-bayang,” kata Jokowi.
Pembangunan IKN ini, lanjutnya, menjadi bukti Indonesia mampu membangun ibu kota sesuai keinginannya.
Reporter BBC News Indonesia Raja Eben Lumbanrau turut menghadiri rangkaian kegiatan Jokowi di IKN pada 12-14 Agustus.
Menurut pengamatan Raja, Istana Garuda memang lebih luas dan besar dibandingkan Istana Merdeka di Jakarta.
Ukiran kayu di dinding dan lampu kristal di langit-langit membuat Istana Garuda tampak megah meski interiornya tak banyak.
Namun, suasana gedung baru masih bisa Anda rasakan. Debu konstruksi masih ada dan bau cat masih ada.
Saat menghadiri pelantikan Paskibraka, cat putih pada tembok Istana Negara dan pakaiannya masih luntur. Air keran cocok untuk diminum di hotel hingga bintang lima.
Dua hari sebelum kedatangan Presiden Jokowi, saya juga sempat mengunjungi kawasan utama pemerintahan nusantara.
Di sekitar Istana Garuda, suasananya kontras dengan eksteriornya. Aura pembangunan masih terasa, namun setidaknya udara yang saya hirup di kawasan ini tidak lagi bercampur debu. Saya bisa melepas masker dan bernapas lega.
Di depan Istana Garuda dan Istana Negara terlihat hamparan rumput hijau. Desain istana yang menyerupai elang, karya seniman Nyoman Nuarta, merupakan titik fokus yang indah di antara gedung-gedung pemerintah lainnya.
Di depan tiang bendera Lapangan Ceremoni, lapangan tempat upacara akan berlangsung pada 17 Agustus, beberapa anggota Paskibraka sedang berlatih.
Untuk menuju kawasan keraton kita melintasi jalan beraspal selebar 50 meter. Ada trotoar lebar di kanan dan kiri. Ke depan, moda transportasi Autonomous Rail Transit (ART) akan beroperasi di jalur seperti ini.
Di kiri jalan tempat kami datang juga ada kantor menteri. Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp14 miliar per unit untuk membangun gedung perkantoran berkonsep smart home.
Puluhan rusun ASN disebut siap dibangun. Rencananya, kelompok ASN pertama yang melakukan transisi ke IKN pada bulan September. Mereka akan menempati lantai ini secara cuma-cuma sebagai rumah dinas.
Namun saat diklarifikasi, Presiden Jokowi menyatakan “tidak akan berbuat apa-apa” jika fasilitas pendukungnya belum siap.
“Kalau belum siap, tunda saja,” kata Presiden Jokowi menjawab pertanyaan reporter BBC News Indonesia Raja Eben Lumbanrau.
Salah satu yang “istimewa” dari apartemen ini adalah adanya instalasi air keran, sehingga air keran bisa langsung dikonsumsi. Sumber air bakunya berasal dari Bendungan Sepaku Semoi dan Intake Sepaku.
Saya mencoba air keran. Airnya bersih dan tidak berbau. Rasanya juga seperti air biasa, seperti meminum air keran yang direbus. Bedanya, saya tidak perlu khawatir untuk merebus air keran.
Saya bertanya kepada Agung Wicaksono, delegasi keuangan dan investasi Otoritas IKN yang menemani kami berkeliling, air minum ini berasal dari mana?
Sumber airnya ada dua, yaitu Bendungan Sepaku-Semoi dan Intake Sepaku. Sumber air Bendungan Sepaku-Semoi berasal dari Sungai Tengin, sedangkan intake berasal dari Sungai Sepaku. Yang disalurkan di sini adalah dari menelan Sepaku. “Kemudian diolah untuk mengolah airnya,” jelas Agung.
Baru-baru ini, usai melakukan uji coba air, Agung mengungkapkan masih perlu dipastikan apakah kualitas airnya masih sama dengan yang diuji di titik pengelolaan air minum.
“Pak Basuki [Menteri PUPR] sudah minum ya. Itu air yang sudah diolah. Untuk sampai ke sini masih harus melalui pipa lain yang masih diuji kualitasnya,” jelas Agung.
Untungnya, saya merasa lebih baik setelah meminum air tersebut.
Kami melanjutkan perjalanan menuju salah satu waduk yang akan menjadi tempat penyimpanan air. Nantinya, jika IKN sudah dihuni, waduk-waduk tersebut bisa menjadi tempat rekreasi.
Hotel bintang lima pertama di nusantara, Swissotel, juga siap menyambut tamu VVIP dengan tarif kamar per malam berkisar Rp2,2 juta hingga Rp20 juta.
Namun selain kawasan istana, pembangunan IKN masih jauh dari selesai. Jalan depan apartemen ASN masih berlubang.
Rumah sakit tersebut masih dalam tahap pembangunan dan menurut pemerintah, lantai dasar hanya akan digunakan untuk layanan darurat ketika upacara 17 Agustus berlangsung. Masih banyak fasilitas umum yang harus dibangun.
Secara fisik inilah yang dicapai dalam dua tahun pembangunan kawasan pusat pemerintahan di IKN.
“Kami tidak membangun hanya untuk bulan Agustus. Ini bagian dari pembangunan, kami memulai sesuatu untuk masa depan negeri ini,” kata Ketua Kelompok Kerja Percepatan Pembangunan Ibu Kota Indonesia, Danis Sumadilaga.
Dan melalui upacara pada 17 Agustus 2024 ini, pemerintah ingin menunjukkan cikal bakal kota yang diharapkan menjadi “kota hutan pintar”.
“Pemerintah sudah mulai mengerjakan bidang-bidang utama pemerintahan di sini. Ini menunjukkan kuatnya keinginan kita untuk menyelesaikan pekerjaan fisik terkait Istana Presiden dan Wakil Presiden, kemudian Kementerian Koordinator dan kemudian kementerian,” kata Jokowi. .
“Kami berharap hal ini dapat mendorong sebanyak-banyaknya investor untuk berinvestasi di IKN, karena berinvestasi di IKN merupakan investasi untuk masa depan, bukan untuk saat ini.
Associate Professor Desain Perkotaan di Monash University Indonesia, Eka Permanasari, mengatakan pemilihan tanggal 17 Agustus adalah langkah yang “sangat penting” untuk proyek IKN.
“Ini menjadi etalase pemerintah untuk mendapatkan investor karena kita tahu 80 persen pembiayaan IKN bergantung pada investor,” kata Eka.
“Jika hal ini bisa dilakukan, mungkin pemerintah bisa meyakinkan investor untuk berinvestasi di Indonesia untuk membangun IKN,” lanjut Eka. “Juga bagikan air kepada masyarakat”
Air yang diminumnya di apartemen ASN berasal dari rumah Pandi, warga suku Balik di Kecamatan Sepaku, yang masih teguh pendiriannya menentang keberadaan IKN.
Di belakang rumah Pandi terdapat sungai yang dulunya menjadi sumber airnya. Namun sejak Bendungan Sepaku dibangun, sungai tersebut tidak lagi mengalir. Air menjadi kotor dan tidak dapat dikonsumsi.
Syamsyiah, istrinya, mengatakan, air sungai di belakang rumah mereka dulunya menjadi sumber air minum.
Tapi sekarang mereka harus membeli. Sekarang mereka hanya memanfaatkan air sungai untuk mencuci dan mencuci, menyaringnya terlebih dahulu.
“Di sini kami menggunakan hampir 90 persen air sungai, dengan daerah tangkapan air di sini ada perubahan. Ada upaya penanggulangan di bantaran sungai, mungkin warga akan kesulitan mendapatkan air,” kata Pandi kepada jurnalis BBC Astudestra Ajengrastri.
Oleh karena itu kami beberapa tokoh yang mewakili tetangga meminta kepada perusahaan Tomadora untuk menyalurkan air tidak hanya kepada IKN saja, tetapi juga kepada masyarakat, ”lanjutnya.
Terkait hal tersebut, Danis Sumadilaga mengatakan, sebelum dibangunnya IKN, sudah ada PDAM yang menyediakan air minum kepada warga, namun belum semua rumah tersambung.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang mengidentifikasi daerah-daerah yang belum memiliki akses air minum di sekitar IKN, ujarnya.
“Airnya cukup untuk menyuplai semuanya. Misalnya [bendungan] ini kapasitasnya bisa 2.500 liter per detik, di inlet Sepaku bisa berkapasitas 3.000 liter per detik. Meski saat ini yang terpakai hanya 300 liter. per detik,” kata Danis padaku.
“Tinggal menunggu waktu saja. Kami akan berusaha menyediakan air minum, termasuk air minum, secepatnya kepada masyarakat yang kebutuhan air minumnya belum tercukupi atau terpenuhi,” lanjutnya.
Kementerian PUPR menargetkan penyediaan air minum bagi masyarakat mulai tahun 2025. “Secara finansial, saya lebih bahagia sekarang”
Ponsel Budi Pranata, 42 tahun, sering berdering. Panggilan itu berasal dari nomor yang tidak dikenalnya. Namun Bud sudah bisa menebak bahwa orang yang menelepon adalah orang yang mencari perlindungan.
Sebelum proyek IKN ada, Bud bekerja di pertambangan di kawasan Bukit Soeharto, Kalimantan Timur. Namun karena adanya IKN, tambang di sekitarnya tidak bisa beroperasi lagi.
Ia tinggal di Desa Bumi Harapan, seberang kawasan yang sudah dialihfungsikan menjadi akomodasi anggota polisi di IKN.
Saat IKN mulai dibangun, Bud dan keluarga diminta pindah.
“Kami langsung setuju. Tidak apa-apa, ganti ruginya sesuai harapan,” kata Budi. Apalagi, suasana di rumah lamanya mulai tidak nyaman akibat debu proyek pembangunan.
Berbeda dengan beberapa tetangganya yang terpaksa meninggalkan IKN untuk mencari lahan yang lebih murah, Bud dan istrinya masih memiliki lahan yang hanya berjarak empat kilometer dari bekas rumahnya.
Di sana, Budi membangun persewaan 11 pintu, memanfaatkan kebutuhan yang muncul dari para pekerja IKN.
Manajemen persewaan adalah sesuatu yang baru bagi Bud. Ia kemudian mengikuti pelatihan Otoritas IKN tentang cara mengelola sewa dan akomodasi.
“Bagaimana cara menerima tamu yang baik, bagaimana cara melayani tamu, bagaimana menata kasur, dan apa saja yang harus dipersiapkan dalam penginapan tersebut agar lebih diminati oleh orang-orang dari luar negeri,” kata Budi.
Kehidupan sehari-hari Bud telah berubah. Dia lebih sering pulang ke rumah dan fokus mengelola persewaan.
Budi mengenakan biaya akomodasi sebesar Rp 350.000 per malam dengan kamar mandi dalam ruangan dan AC. Kalau mau sewa bulanan tarifnya Rp 5 juta per bulan.
Untuk ulang tahun tanggal 17 Agustus, kamar sudah penuh dipesan.
“Secara finansial saya lebih bahagia sekarang. Karena yang penting perekonomian tumbuh selama IKN ada,” kata Budi.
Megaproyek Nusantara telah mengubah wajah Kecamatan Sepaku, lingkungan terdekat dengan ibu kota baru tempat tinggal Budi.
Semakin banyak pendatang di daerah ini. Padahal, dulunya kawasan ini dihuni oleh suku Balik, suku Paser, dan para transmigran yang datang pada masa Orde Baru.
Menurut Budi, kawasan ini dulunya damai dan hanya dilewati oleh pekerja perkebunan atau masyarakat yang berkendara menuju Kalimantan Selatan.
Kawasan ini merupakan penunjang bagi pekerja yang datang dari luar daerah. Telah dibangun warung makan, restoran, kafe, minimarket, asrama, rumah kontrakan, serta apartemen dan hotel.
Beberapa ratus meter dari rumah kontrakan Budi, warga transmigran, Lina Ekawati, mengubah tiga lahan sawah miliknya menjadi tempat penyaringan air.
Sawah tersebut merupakan jatah yang diterima ibunya dari pemerintahan Orde Baru saat hijrah dari Jawa ke Sepaku.
Hingga Agustus tahun ini, permukiman masyarakat belum terkoneksi dengan infrastruktur pengelolaan air minum yang dibangun pemerintah untuk IKN.
Maka Lina mengambil air dari sungai dekat sawahnya lalu menyaring air sungai tersebut agar bisa digunakan untuk mencuci dan menyiram toilet.
Ia menjualnya dengan harga Rp 15.000 per tangki. Dalam sehari, lebih dari 50 kontainer air terjual.
Air disalurkan dengan truk ke pelanggan mulai dari masyarakat sekitar hingga pekerja proyek IKN.
Saat ini lebih menguntungkan menjual air dibandingkan menjadi petani,” kata Lina.
Budi dan Lina berharap suatu saat bisa merasakan fasilitas IKN.
“Kami ingin merasakan contoh air yang bisa langsung diminum, dan ada fasilitas untuk menerbangkan pesawat angkut, kereta api tanpa rel, kami ingin merasakannya,” kata Budi. “Para tetangga harus menjadi bagian dari perayaan ini”
Di atas kertas, tujuan pengembangan IKN terlihat ideal dan itulah pesan yang ingin disampaikan pemerintah melalui acara 17 Agustus tersebut.
Namun Eka Permanasari dari Monash University Indonesia mengingatkan masyarakat setempat untuk menjadi bagian dari perayaan ini.
“Jangan asal impor desain lalu diaplikasikan. Warga sekitar juga harus ikut ambil bagian dalam perayaan ini. Agar mereka tidak kaget lalu berkata ‘kita di mana?'” kata Eka.
Sayangnya, ia menilai partisipasi masyarakat setempat dalam pengembangan IKN dan perayaan semacam itu belum maksimal.
Ia juga mengingatkan pemerintah untuk tidak hanya fokus pada pengembangan kawasan inti IKN saja, namun juga kawasan sekitarnya untuk mencapai tujuan pemerataan yang diusung pemerintah.
“Karena pembangunan di titik ini, jangan sampai hanya di sini saja yang berkembang, lalu masyarakat akan berbondong-bondong pindah ke sini. Ini hanya akan menjadikan IKN seperti daerah lain di Jakarta,” ucapnya. IKN ke depan yang mana?
Sejarah akan mencatat nusantara sebagai warisan Presiden Jokowi, meski ia hanya punya waktu sekitar dua tahun sebelum berangkat untuk mulai membangunnya.
Beragam spekulasi bermunculan mengenai keberlangsungan perkembangan IKN pasca pergantian presiden. Namun di hadapan Jokowi dan wartawan, presiden baru terpilih, Prabowo Subianto, menyatakan tekadnya untuk melanjutkan proyek ini.
“Saya kira sudah berkali-kali saya katakan, saya bertekad untuk melanjutkan jika saya bisa menyelesaikannya. Pak Jokowi telah mengambil peran bersejarah, beliau sudah memulainya, setidaknya saya akan melanjutkannya. Kalau bisa, saya akan ikut menyelesaikannya. itu,” kata Prabowo di nusantara, Senin (08/12).
Namun, Eka Permanasari mengatakan proyek IKN akan menjadi tugas yang sulit dan menantang bagi pemerintahan Prabowo. Selain itu, Prabowo juga punya program makan siang gratis yang menghabiskan banyak biaya.
“Ini sangat sulit ketika pemerintah juga membutuhkan dana untuk IKN, juga perlu melaksanakan [program makan siang gratis],” kata Eka.
Prabowo lah yang akan menjawab program mana yang akan diprioritaskan dan seberapa besar derajat keberlanjutan IKN setelah menjabat.
Raja Eben Lumbanrau, Astudestra Ajenrastri dan Haryo Bangun Wirawan berkontribusi dalam liputan ini.