Bagaimana Militer Jerman Bundeswehr Bertransformasi di NATO?

Pada awal tahun 1996, pasukan Jerman memasuki negara Eropa yang bersenjata lengkap untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II. Saat itu, Bundeswehr Jerman terlibat dalam operasi militer NATO di Bosnia-Herzegovina.

Pada tahun 1992, bekas republik Yugoslavia terjerumus ke dalam perang paling berdarah di Eropa sejak tahun 1945. Orang-orang Serbia Bosnia mengobarkan perang pemisahan diri dengan dukungan pasukan diktator Serbia Slobodan Milosevic.

Intervensi NATO membantu mengakhiri perang Balkan pada bulan Desember 1995, ketika pihak-pihak yang bertikai menandatangani Perjanjian Damai Dayton. Pengujian ketahanan logistik di Bosnia

NATO membentuk “kekuatan inisiasi”, IFOR, dan kemudian “kekuatan penyelesaian”, SFOR, untuk menegakkan gencatan senjata di Bosnia, yang mencakup partisipasi Jerman.

Langkah ini bukan sekadar awal dari keterlibatan NATO di Balkan Barat. Pengalaman di Bosnia mengajarkan Bundeswehr, misalnya, bagaimana mempersiapkan kendaraan lapis baja untuk operasi di wilayah tertutup tanpa jalan atau infrastruktur.

Hingga Perang Balkan, operasi militer “luar bumi” seperti itu tidak dimasukkan dalam kurikulum militer Jerman. Selain itu, selama Perang Dingin, Bundeswehr lebih terlibat dalam pertahanan daripada intervensi bersenjata di wilayah asing. Melihat ke timur

Sejak Perang Dingin, Konfederasi Jerman menganut doktrin pertahanan darat yang didirikan di sepanjang perbatasan timurnya untuk mengusir serangan Uni Soviet atau Rusia.

Akibatnya, baju besi menjadi fokus pengembangan dan perolehan pertahanan terhadap serangan kendaraan atau artileri.

Setiap tahun, latihan NATO menghadirkan tontonan serangan Rusia di dataran Jerman utara.

Tujuan dari latihan tersebut adalah untuk meningkatkan kemampuan pertahanan angkatan bersenjata Konfederasi Jerman yang menunggu dukungan militer dari Amerika Serikat, negara terbesar di Konfederasi Jerman, terhadap agresi asing.

Melindungi garis depan NATO, pasukan Jerman Barat bertambah dari 249.000 pada tahun 1958 menjadi 493.000 pada tahun 1972.

Hingga runtuhnya Tembok Berlin, Bundeswehr tetap berkekuatan 480.000 orang. Jerman Jerman Tentara Nasional Jerman Timur diperkuat setelah reunifikasi Jerman ketika NVA diintegrasikan ke dalam struktur angkatan bersenjata. 181.000 tentara

Dua puluh tahun setelah berakhirnya Perang Dingin, sekitar 200.000 tentara masih bertugas di militer Jerman. Menurut data Kementerian Pertahanan Federal di Berlin, Bundeswehr memiliki 181.000 karyawan pada tahun lalu.

Namun, hanya sejumlah kecil tentara yang siap mempertahankan operasi militer NATO.

Pada tahun 2001, operasi di Afghanistan memungkinkan pasukan Jerman melindungi provinsi Kunduz, yang relatif aman dari serangan Taliban.

Kini, Bundeswehr mulai mengembangkan sistem respons cepat yang dapat diterapkan di seluruh dunia, termasuk di zona konflik. Idenya bermula dari inisiatif “Tipping Point” Kanselir Olaf Scholz, yang memulai modernisasi militer Jerman.

Pada tanggal 24 Februari 2022, prinsip Berlin berubah sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina. Sejak Perang Dingin, kemungkinan terjadinya perang besar belum dianggap serius di Eropa, terutama karena fokus konflik global semakin bergeser. Selatan. Boris Pistorius: ‘Siap Berperang’ dalam Lima Tahun

Menteri Pertahanan Boris Pistorius meluncurkan modernisasi Bundeswehr Jerman. Tujuannya adalah untuk menciptakan angkatan bersenjata yang “siap tempur”.

Analis pertahanan yakin Rusia akan berani menyerang wilayah NATO dalam waktu kurang dari lima tahun. Sejak invasi besar-besaran ke Ukraina, pemerintah Moskow telah mengalihkan aktivitas ekonomi untuk menopang perang yang berkepanjangan.

Saat ini, kapasitas persenjataan Bundeswehr cukup untuk bertahan beberapa hari jika terjadi invasi. Jadi pemerintah di Berlin berada di bawah tekanan untuk membangun kemampuan militernya, mengikuti prinsip awal “pemblokiran”.

Rzn/hp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *