TRIBUNNEWS.COM – Penyakit virus Oropouche disebabkan oleh virus Oropouche (OROV) yang termasuk dalam keluarga virus Peribunyaviridae.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus ini telah ditemukan di Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Karibia.
OROV ditularkan ke manusia terutama melalui gigitan nyamuk Culicoides paraensis atau beberapa spesies nyamuk Culex quinquefasciatus yang hidup di kawasan hutan dan sekitar air.
Virus ini diyakini memiliki dua siklus penularan, liar dan epidemi.
Dalam siklus hutan, primata, sloth, dan mungkin burung menjadi inang virus, namun vektor penyebarnya belum diketahui secara pasti.
Dalam siklus epidemi, manusia merupakan inang utama dan virus ditularkan melalui gigitan nyamuk.
Saat ini belum ada bukti bahwa virus ini dapat menular dari orang ke orang.
Gejala penyakit ini mirip dengan demam berdarah dan biasanya muncul empat hingga delapan hari setelah digigit nyamuk yang terinfeksi.
Gejala umumnya adalah demam mendadak, sakit kepala, kekakuan sendi, nyeri, menggigil, serta mual dan muntah yang dapat berlangsung selama lima hingga tujuh hari.
Kasus yang parah jarang terjadi, namun perdarahan dan meningitis aseptik dapat terjadi pada pasien dengan kasus yang parah.
Kebanyakan orang pulih dalam waktu tujuh hari, meskipun beberapa orang mungkin memerlukan waktu berminggu-minggu untuk pulih sepenuhnya.
Saat ini tidak ada pengobatan antivirus atau vaksin khusus untuk penyakit ini.
Namun, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan sebagai tindakan pencegahan.
Pencegahan ini berupa pengurangan populasi nyamuk dengan mengurangi tempat berkembang biaknya, seperti menghilangkan genangan air di sekitar rumah.
Hal ini akan mengurangi jumlah nyamuk dewasa di lingkungan kita.
Selain itu, pencegahan dapat dilakukan melalui perlindungan diri, seperti penggunaan kelambu, alat pengusir nyamuk, pakaian yang dilapisi bahan pengusir nyamuk, dan obat nyamuk.
(mg/Dherysha Auria Maysalluna) Penulis adalah mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS)