TRIBUNNEWS.COM – Food and Drug Administration (FDA) telah melakukan perubahan peraturan terkait label makanan olahan. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan BPOM Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2024, Perubahan Kedua Atas Peraturan Nomor 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan.
Terdapat dua pasal tambahan mengenai pelabelan risiko BPA pada kemasan AMDK, yaitu 48a dan 61a, serta masa tenggang empat tahun bagi produsen untuk melakukan perubahan.
Pasal 48A menyatakan: “Pada label air minum dalam kemasan, keterangan tentang cara penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 Pasal 48 harus memuat tulisan “harus disimpan di tempat yang bersih dan sejuk, jauh dari sinar matahari langsung dan bau yang menyengat.”
Selain itu, Pasal 61A menyatakan: “Air minum dalam kemasan plastik polikarbonat harus memuat tulisan ‘dalam keadaan tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA ke dalam air minum dalam kemasan’.”
Lindungi konsumen dari bahaya BPA
Dalam aturan terakhir ini, BPOM mewajibkan pencantuman potensi bahaya BPA pada air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan polikarbonat, bahan yang biasa digunakan pada galon yang dapat digunakan kembali.
Perlu diingat bahwa paparan BPA dapat berasal dari banyak sumber plastik. Namun, galon air minum yang terbuat dari polikarbonat daur ulang termasuk yang paling kritis dari segi intensitasnya dan menimbulkan risiko paparan senyawa BPA.
Selain itu, BPOM melaporkan galon polikarbonat beredar luas di masyarakat dan mencakup 96 persen dari total galon air minum bermerek yang beredar.
Tingkat migrasi BPA pada air minum di atas 0,6 ppm naik secara berurutan menjadi 4,58 persen pada tahun 2021-2022, berdasarkan data pemeriksaan BPOM di fasilitas industri. Begitu pula dengan hasil uji migrasi BPA yang berada pada kisaran 0,05-0,6 ppm yang secara konsisten meningkat hingga 41,56 persen.
Oleh karena itu, untuk melindungi masyarakat dari risiko kesehatan terkait paparan BPA, BPOM pada akhirnya akan mewajibkan label bahaya BPA pada air minum pada kemasan polikarbonat yang telah lama menjadi fokus perhatian karena potensi risiko kesehatannya.
Tidak hanya di Indonesia, risiko paparan BPA juga menjadi perhatian global, sehingga banyak negara besar seperti Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, China, Malaysia, dan Filipina yang melarang penggunaan BPA.
Paparan BPA menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang serius
Profesor Junaidi Hotib, SSi, Apt, MKes, PhD, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlanga. Telah dijelaskan bahwa paparan BPA, terutama dalam jangka panjang, dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang serius, mulai dari gangguan hormonal hingga kanker.
“BPA dikenal sebagai endocrine disruptor, yaitu senyawa yang mengganggu fungsi normal sistem endokrin tubuh. Jika sistem endokrin terganggu, dampaknya tidak langsung terlihat. Tapi ini berbahaya dalam jangka panjang,” jelasnya.
Sistem endokrin sendiri merupakan jaringan kelenjar yang memproduksi dan mengeluarkan hormon yang mengontrol banyak fungsi penting dalam tubuh. Salah satunya berkaitan dengan proses fisiologis seperti pertumbuhan, metabolisme dan reproduksi.
Junaidi, setelah masuk ke dalam tubuh bersama makanan atau minuman dalam wadah plastik, BPA meniru hormon alami dan menggantikan hormon tersebut pada reseptor di berbagai organ. Akibatnya terjadi gangguan hormonal di dalam tubuh.
Gangguan hormonal dapat mempengaruhi pertumbuhan dan pubertas, serta kesuburan. Faktanya, sejumlah referensi ilmiah menyebutkan bahwa kondisi ini dapat memicu terbentuknya sel-sel abnormal pada tubuh, serta meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes, dan hipertensi.
Untuk itu, Junaidi menilai peraturan yang dikeluarkan BPOM baru-baru ini merupakan langkah maju dalam meningkatkan perlindungan kesehatan dan edukasi tentang bahaya BPA oleh pemerintah. Selain itu, ketentuan ini merupakan bukti dukungan BPOM terhadap masyarakat sebagai klien AMDK. (***Nurfina***)