Aturan RPP Kesehatan Soal Zonasi Penjualan Rokok Berpotensi Timbulkan Multitafsir  

Laporan jurnalis Tribunnews.com Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) menggelar pembahasan kebijakan pemerintah terkait pengaturan penjual tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan sebagai aturan pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023

Asosiasi Pasar Rakyat Indonesia (APARSI) turut hadir dalam diskusi ini.

Ketua Umum APRINDO Roy Nicholas Mundy mengatakan ada beberapa hal yang menjadi perhatian para pemilik usaha ritel dalam ketentuan kesehatan RPP.

Salah satunya dengan memperketat penjualan dalam parameter tertentu yang dapat menimbulkan ketimpangan, diskriminatif, dan berdampak negatif terhadap keamanan usaha. Ia juga mempertanyakan apakah efektivitas penerapan aturan tersebut bisa diukur di lapangan.

“Regulasi yang diusulkan akan berdampak langsung kepada pemilik usaha ritel dan kita tidak akan mempunyai kesempatan yang sama untuk berbisnis. Selain itu, apakah efektivitas penerapan aturan tersebut bisa diukur di lapangan?” kata Roy dalam keterangannya, Kamis (05/09/2024).

Lanjutnya, pembatasan penjualan dengan menerapkan parameter tertentu juga dinilai rentan terhadap pungutan liar (pungli) dan rentan terhadap pemahaman regulator atau otoritas regulasi di lapangan.

Adapun mengenai peraturan pembatasan penjualan rokok dengan zonasi 200 meter dari lembaga pendidikan, ketentuan tersebut dinilai berpotensi menjadi rubber item yang multitafsir. Pasal ini dapat melemahkan perdagangan rokok.

Ia mempertanyakan bagaimana penetapan jarak 200 meter yang ditentukan dalam peraturan tersebut, termasuk siapa yang berwenang menentukannya. Jika poin ini dilewati, akses penjualan rokok akan semakin sempit.

“Dalam RPP ini ada pasal tentang kesehatan yang turut melemahkan sektor ritel rokok. Salah satu paragraf pasalnya mengatakan pedagang rokok harus diatur dengan zonasi, di bawah 200 meter dari fasilitas pendidikan,” kata Roy.

Selama ini APRINDO menyatakan belum pernah dilibatkan pemerintah untuk membahas rencana peraturan tersebut.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Benny Wachyudi juga menegaskan, dalam penyusunan aturan tembakau di RPP Kesehatan, asosiasi industri tembakau tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan.

Padahal, produk tembakau merupakan produk legal yang dilindungi undang-undang dan memakan banyak tenaga kerja, sehingga pembatasan ini akan semakin membatasi industri tembakau.

Oleh karena itu, dari segi (ketentuan tembakau dalam) RPP Kesehatan, kami masih menunggu mekanisme terbaik dari pemerintah dan kami siap berpartisipasi karena kami belum pernah berpartisipasi sebelumnya, kata Benny.

“Kami berharap pemerintah bisa bijaksana dalam menetapkan arah regulasi yang tidak mematikan penghidupan, memberikan kepastian hukum dan mendukung kemudahan berusaha,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *