TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Bagas Satria Prabovo Masahee asal Indonesia berhasil meraih juara ketiga pada nomor individu Piala Nasional Pusat Kebudayaan Berkuda 2024 yang diadakan di Sekolah Berkuda Kremlin. Moskow, Rusia, 2-4 Agustus 2024.
Selain itu, Indonesia berhasil menempati posisi ke-4 kelas Masahee pada kompetisi ini, di bawah Turki, Iran, dan Malaysia.
Indonesia diwakili dalam acara tersebut oleh Persatuan Pacuan Kuda Seluruh Indonesia (KPBI), yang merupakan anggota World Horse Federation (WHAF) sejak tahun 2019.
Tentara Indonesia terdiri dari Muhammad Yahya Ayyash (23) asal Jawa Tengah, Bagas Satria Prabovo (22) asal Lampung, dan Dhanisa Restya Agung sebagai perwira tim.
Ketua KPBI Ahmed Mustain berharap prestasi yang diraih Bagas Satria Prabowo, mahasiswa UB, dan Muhammad Yahya Ayyash, mahasiswa Universitas Terbuka Yogyakarta, dapat menjadi inspirasi dan contoh bagi Indonesia. generasi muda yang berperilaku baik.
“Kami sangat bangga atas prestasi yang diraih Bagas Satria Prabowo, dan kami berharap prestasinya dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan olahraga panahan kuda Indonesia, sekaligus menjaga tradisi panahan kuda sebagai bagian dari warisan budaya tanah air,” kata Ahmad Mustaine dalam sambutannya. pidato penerimaan.
Bambang Minarno, pelatih duo Indonesia yang berlaga di Moskow, mengatakan keberhasilan tersebut bisa diraih berkat persiapan mental, kedisiplinan, dan kemampuan personal Bagas Satria Prabovo dan Muhammad Yahya Ayyash.
“Sebelum bertemu juara dunia, persiapan dilakukan dengan keterampilan dan disiplin mental,” kata Bambang Minarno.
Di sisi lain, Ketua Grand Master WHAF Kim Young-Sup dalam sambutannya menekankan bahwa kelas Mogu dan Masahee berkompetisi dalam kompetisi ini, dengan tujuan untuk menghidupkan kembali tradisi pemusik kuda yang unik secara historis, dan pada saat yang sama. sekaligus meniru nilai-nilai kesatria. di masa lalu
Mogu adalah kelas memanah berkuda dengan titik bola yang diikuti oleh pemanah berkuda untuk menembakkan anak panah.
Sementara itu, Masahee harus menjatuhkan sasarannya dengan menembakkan anak panah dari seekor kuda tua.
Keduanya memiliki keaslian sejarah dari tradisi memanah kuda Korea pada Dinasti Joseon.
Tradisi ini merupakan adaptasi dari tradisi Koma-Gun pada masa Dinasti Joseon Korea.