Asosiasi Petani Kritisi Rancangan Permenkes Soal Produk Tembakau: Ada Disharmoni Antar-Pasal

Asosiasi Produsen Tembakau Kritik Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Produk Tembakau: Ada Konflik Pasal

Laporan reporter Tribunnews.com Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Produsen Tembakau Indonesia (DPN APTI) mengkritik peraturan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai peraturan kompeten PP Nomor 28 Tahun 2024, Sebisa mungkin lihat, ada banyak keberatan. antar artikel.

Ketua Umum DPN APTI Agus Parmuji mengatakan ketentuan keseragaman kemasan polos produk tembakau tidak diberlakukan dalam PP 28/2024.

Inkonsistensi ketentuan RPMK ditetapkan karena penerapan ketentuan standardisasi kemasan tidak sesuai dengan perintah PP 28/2024.

Ketentuan pasal 1157 PP 28/2024 menyebutkan bahwa pelaku usaha harus mematuhi ketentuan pencantuman peringatan kesehatan dalam waktu 2 tahun setelah PP tersebut diumumkan, yakni pada Juli 2026.

Namun ketentuan RPMK tersebut tidak sesuai dengan tugas PP 28/2024 yang membolehkan perusahaan dalam waktu satu tahun memiliki peraturan PP tentang standarisasi kemasan, termasuk desain dan penulisan, serta peringatan untuk menjaganya. kesehatan.” 28/2024 yaitu Juli 2025,” kata Agus dalam pengumumannya, Rabu (11/9/2024).

Catatan lain: terdapat pertentangan antara Pasal 3 dan Pasal 7 yang tidak mengatur atau mengatur rokok elektrik padat yang sebenarnya merupakan produk padat impor.

Pasal 3 ayat (1) RPMK mengatur adanya standarisasi kemasan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik dalam kerangka Peraturan Menteri Kesehatan. Ayat (3) pasal 3 mengatur bahwa Rokok Elektronik adalah: (i) sistem pengisian cairan terbuka atau nikotin; (ii) sistem tertutup atau kartrid sekali pakai; dan (iii) obesitas.

Namun ketentuan lain mengenai standarisasi kemasan pada Pasal 7 ayat (1) hanya mengatur tentang standarisasi kemasan rokok elektronik sistem terbuka atau pengisian, dan Pasal 7 ayat (2) mengatur tentang pengemasan sistem tertutup.

“Belum ada aturan lain mengenai rokok elektrik padat,” ujarnya.

Lebih lanjut, Pasal 9 RPMK menyebutkan peringatan kesehatan, termasuk stempel pajak rokok, tidak boleh disembunyikan dan harus terbaca dengan jelas.

Menurut Agus, jika aturan ini diterapkan, maka suatu mesin harus dimodifikasi agar sesuai dengan aturan RPMK. Hal ini dinilai akan membebani industri tol karena perlu tambahan investasi untuk menyediakan mesin tol baru.

Agus menegaskan: “Karena adanya kenaikan bea materai pada mesin tersebut, kini tidak mungkin lagi dapat ditempelkan pada kemasan tanpa adanya peringatan kesehatan.” 

Atas dasar itu, DPN APTI menyatakan menolak PP 28/2024 dan RPMK, karena akan berdampak ganda terhadap kelangsungan industri asinan kubis nasional di dalam negeri dan dapat membahayakan nyawa produsen tembakau.

Selain itu, beberapa negara yang menerapkan keseragaman kemasan terbukti tidak menurunkan jumlah perokok aktif secara drastis. Di sisi lain, peredaran rokok ilegal bisa saja meningkat dan berdampak pada penurunan penerimaan pajak negara.

“Banyak negara yang menerapkan kemasan polos terbukti tidak menurunkan jumlah perokok aktif secara drastis. Yang terjadi adalah peredaran rokok ilegal semakin meningkat. Dampak lainnya adalah pendapatan pajak pemerintah menurun dan ini mungkin menjadi dampak buruknya. kemiskinan baru,” kata Agus. 

Sekadar informasi, ada beberapa poin dalam PP Kesehatan ini yang menjadi perhatian industri, antara lain Bagian II Bab Dua Puluh Satu yang mengatur tentang pengendalian zat adiktif, termasuk produk tembakau dan rokok elektronik.

Peraturan ini melarang penjualan tembakau dan rokok elektrik melalui vending machine, kepada usia di bawah 21 tahun, ibu hamil, serta di sekitar pintu masuk, tempat pendidikan, dan taman bermain.

Selain itu, PP 28/2024 juga melarang iklan, promosi, dan sponsorship pangan olahan yang melebihi batas maksimal gula, garam, dan lemak GGL.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *