TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal memeriksa mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly hari ini, Jumat (13/12/2024).
Yasonna Laoly yang saat ini menjabat Anggota PDIP DPR RI awalnya diperiksa terkait kasus Harun Masiku.
Karena tak hadir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan ulang tanggalnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi akan kembali mengundang Yasonna untuk diperiksa pada Rabu (18/12/2024).
Informasi awal mengenai waktunya akan diberikan pada Rabu, 18 Desember 2024. Ini yang pertama, kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto.
Terkait alasan Yasonna absen hari ini, Tessa menyebut mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu punya agenda yang tidak bisa ditinggalkan. Alasan Yasonna diperiksa
Tessa mengungkapkan, KPK kini hanya memeriksa Yasonna Laoly karena baru menemukan bukti baru terkait kasus Harun Masiku. Menurut Tessa, penyidik harus mempunyai dasar yang kuat dalam memanggil saksi dalam suatu perkara. “Tentunya penyidik harus dilibatkan dalam pemanggilan saksi-saksi, baik itu dokumen terkait, keterangan saksi terkait lainnya, dan petunjuk-petunjuk terkait lainnya. Kenapa sekarang? (Yasonna Laoly) kemungkinan (barang bukti) itu saat ini hanya ada di tangan penyidik,” jelas Tessa.
Lebih lanjut Tessa menegaskan, Yasonna tidak diperiksa karena Yasonna sudah tak menjabat lagi sebagai menteri.
Namun, karena penyidik mengandalkan bukti-bukti saat memeriksa saksi. Apa hubungan Harun Masiku dan Yasonna?
Harun Masiku saat ini berstatus buronan KPK.
Harun merupakan tersangka kasus dugaan suap terhadap pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat pada tahun 2019.
Harun hilang sejak ditetapkan sebagai tersangka.
Mantan anggota PDI-P Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat pada 2019.
Harun merupakan calon DPR RI dari Daerah Pemilihan I PDIP Sumsel nomor urut 6 pada pemilu 2019.
Harun Masiku diduga menyuap anggota KPU saat itu Wahyu Setiawan agar membantunya menjadi calon DPR terpilih 2019-2024 atas Nazarudin Kiemas.
Pada tahun 2020, saat kasus ini terungkap, Yasonna Laoly menjabat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Ketua DPP Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Legislatif PDIP.
Hasto Kristiyanto saat itu menjabat Sekretaris Jenderal PDIP.
Beberapa waktu lalu, Hasto juga sempat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus Harun Masiku. Yasonna dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi
Pada Januari 2020, koalisi masyarakat sipil antikorupsi melaporkan Yasonna Laoly ke KPK.
Yasonna, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia saat itu, diduga berbohong soal keberadaan Harun Masiku.
Saat itu, Harun Masiku berstatus diduga menyuap mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Koalisi masyarakat sipil antikorupsi juga melaporkan Yasonna ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga berupaya menghalangi upaya pengungkapan urusan KPK.
Penyidik Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, klaim Yasonna bahwa Harun berada di luar negeri sebelum KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu pada 8 Januari bertentangan dengan informasi yang diberikannya. Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F Sompie.
Ronny mengatakan Harun sudah berada di Indonesia sejak 7 Januari setelah terbang ke Singapura pada 6 Januari.
“(Yasonna) berbohong ke publik karena tidak mengenal Harun Masiku. Ternyata Harun sudah ada di Indonesia. Jadi ini harus menjadi arahan utama Presiden Joko Widodo untuk segera menegur atau bahkan memecatnya,” kata Kurnia di sela-sela acara. Gedung Merah. Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/01/2020), Kompas.com mengutip “Kasus Yasonna dan Harun Masiku: Dilaporkan ke KPK, Dianggap Palsu, Ikuti Surat Pemberitahuan Pemecatan.”
Menurut dia, tindakan Yasonna bisa tergolong upaya menghalangi proses hukum atau menghalangi keadilan.
Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 (Tipikor) menyebutkan, barangsiapa dengan sengaja menghalangi atau merintangi pengungkapan perkara korupsi, dipidana.
“Tidak masuk akal lho, alasannya dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sebenarnya persoalannya sederhana, mereka hanya perlu memeriksa CCTV di bandara untuk melihat apakah temuan atau instruksi yang diberikan Tempo. Benar, tapi belum diikuti dengan baik,” katanya. lalu Kurnia.