Apa Hukum Menikah dengan Saudara Sepupu dalam Islam? Ini Penjelasannya

TRIBUNNEWS.COM – Idul Fitri menjadi momen berkumpulnya keluarga besar.

Beberapa dari kita bertemu dengan kerabat yang sudah lama tidak kita temui.

Hal inilah yang sedang populer di media sosial, karena setelah lama tidak bertemu, banyak hal yang berubah, termasuk body image.

Hanya sedikit orang yang senang dengan indah atau indahnya hubungan mereka.

Lalu apa hukumnya menikah dengan sepupu? Apakah diperbolehkan dalam Islam?

Buka laman muhammadiyah.or.id, Wakil Ketua Panitia Tabligh PP Muhammadiyah Syamsul Hidayat menjelaskan fatwa Tarjih tentang hukum nikah sepupu.

Menurutnya, tidak ada kata-kata yang sah dan sahih dalam Alquran atau Sunnah yang melarang pernikahan sepupu.

Artinya dalam fatwa Tarjih tentang menikah dengan sepupu diperbolehkan karena tidak ada yang dilarang dalam Al-Quran atau As-Sunah al-Maqbulah, kata Syamsul Hidayat yang diterima Tribunnews.com dari muhammadiyah menceritakan. .id, Kamis (23/4/2024).

Syamsul menjelaskan ayat Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih dan maqbul yang menjelaskan bahwa perempuan tidak boleh menikah dengan laki-laki (mahram) atau sebaliknya yang ada dalam QS. An-Nisa ayat 3, 22, 23, dan 24, QS. Al-Baqarah ayat 228, 230, 234, dan 235, dan QS. An-Nur ayat 3.

Kemudian dia mengambil QS. An-Nisa ayat 22-24 karena dirasa penting dalam permasalahan yang dibicarakan.

Menurutnya, jika hubungan mahram yang disebutkan dalam ayat di atas adalah berurutan, maka hubungan mahram dapat dibedakan menjadi dua, yaitu mahram dengan tahrim mu’abbad dan mahram dengan tahrim muaqqat.

Tahrim mu’abbad adalah hambatan tetap dalam perkawinan karena warisan (lin-nasab) seperti perkawinan orang tua anak, karena perkawinan (lir-radha’ah) seperti perkawinan saudara, dan karena perkawinan ( lil-maharah). ) seperti mengawini seorang janda atau mengawini keponakan perempuan yang diskors.

Sedangkan tahrim muaqqat adalah hambatan perkawinan antara laki-laki dan perempuan hanya untuk jangka waktu tertentu.

Apabila hal-hal yang menghalangi perkawinan antara keduanya telah berakhir, maka diperbolehkan menikah, misalnya menunggu wanita yang masih dalam bulan iddah, jika iddahnya sudah selesai maka sudah lengkap. . dunia untuk dicintai.

“Ibarat laki-laki yang menikah dengan orang lain. Selama perempuan itu sudah menjadi suaminya (tidak menceraikan), maka saat itu perempuan tersebut tidak boleh menikah dengan laki-laki lain. “Jika mereka bercerai setelah iddahnya selesai, maka perempuan itu boleh menikahlah dengan pria lain,” katanya.

Akhir

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam Islam perkawinan sedarah diperbolehkan.

(Tribunnews.com/Bangkit N)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *