Antony Blinken: AS akan Beri Info soal Pemimpin Hamas Yahya Sinwar ke Israel

Tribune News – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Anthony Blinken mengatakan Amerika Serikat akan memberi tahu Israel tentang keberadaan pemimpin Hamas Yahya Sinwar di Gaza.

Anthony Blinken pada Selasa malam (21/5/2024) dalam sidang Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS mengatakan: “Jika ada informasi tentang keberadaan Yahya Sinwar, pemimpin Hamas, kami akan mengirimnya ke Israel.”

Menurutnya, tidak ada yang akan membela Israel kecuali sekutu dekatnya, Presiden AS Joe Biden, apalagi pasca operasi penyerangan Al-Aqsa yang dilancarkan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Dia juga mengatakan bahwa Amerika Serikat telah menjatuhkan sanksi terhadap Iran dengan tuduhan mendanai Hamas.

Sejak pelantikan Presiden AS Joe Biden, kami telah menjatuhkan lebih dari 600 sanksi terhadap individu dan institusi Iran.

Menteri Luar Negeri AS juga menekankan keputusan Karim Khan, Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional, yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri rezim Zionis. Yoav Galant, Menteri Pertahanan Israel; Yahya Sanwar, pemimpin Hamas di Gaza; Komandan Batalyon Al-Qassam (cabang militer Hamas), Mohammad Daif; dan Ismail Haniyeh, kepala kantor politik Hamas di Qatar.

Dia berkata: “Pemerintah AS akan bekerja sama dengan Kongres AS untuk mengembangkan respons yang tepat terhadap keputusan Jaksa ICC mengenai Israel.”

Menurutnya, keputusan tersebut salah dan mempersulit pertukaran tahanan dan mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Ia mengklaim, cara terpendek untuk menghentikan agresi Israel di Jalur Gaza adalah dengan meminta Hamas menyerah.

Menurut Al Jazeera, dia berkata: “Hal tercepat bagi Hamas adalah menyerah, meletakkan senjatanya dan melepaskan tahanannya.”

Anthony Blinken mengatakan Amerika Serikat sedang menyelidiki beberapa serangan Israel di Jalur Gaza, yang dianggapnya sebagai pelanggaran hukum kemanusiaan internasional.

Ia juga menekankan penolakan terhadap keputusan AS melancarkan serangan besar-besaran ke Rafah, selatan Jalur Gaza, yang merupakan rumah bagi 1,5 juta warga Palestina yang melarikan diri dari pemboman Israel.

Israel bersikeras bahwa Rafah adalah benteng terakhir Hamas dan mengklaim harus menghancurkan empat brigade Hamas di sana.

“Kami menjelaskan kepada Israel bahwa kami menahan diri dari operasi militer besar-besaran di Rafah yang tidak mempertimbangkan keamanan penduduk sipil dan bahwa penggunaan bom besar dapat menimbulkan konsekuensi yang serius,” katanya.

Pada tanggal 6 Mei, Presiden AS Joe Biden mengatakan AS telah berhenti mengirim senjata tertentu ke Israel, khususnya bom dengan daya ledak tinggi.

Tindakan tersebut melambangkan penolakan Israel atas keputusannya menyerang Rafah, meski Amerika Serikat terus mengirimkan lebih banyak senjata. Jumlah korban

Israel terus melanjutkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah warga Palestina pada Sabtu (7/10/2023) hingga Selasa (21/05/2024) bertambah lebih dari 35.647 orang, 79.852 orang luka-luka, dan 1.147 orang tewas. Menurut informasi yang diberikan kantor berita Anatolia, di Israel.

Sebelumnya, Israel mulai mengebom Jalur Gaza setelah Hamas, gerakan perlawanan Palestina, melancarkan Operasi Badai Al-Aqsa untuk melawan pendudukan dan kekerasan Israel di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).

Israel memperkirakan sekitar 136 sandera masih ditahan oleh Hamas di Jalur Gaza setelah menukar 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.

Sementara itu, menurut laporan yang diterbitkan The Guardian pada Desember 2023, lebih dari 8.000 warga Palestina masih berada di penjara Israel.

(Tribunnews.com/Unita Rahmayanti)

Berita lainnya tentang konflik Palestina-Israel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *