TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Permenperin 46/22 dirancang sebagai inisiatif Kementerian Perindustrian untuk membuka peluang bagi usaha kecil dan menengah (IKM) untuk turut serta memenuhi persyaratan pemerintah terkait produk dan layanan.
Namun dalam praktiknya, seiring dengan adanya peraturan tersebut, ditengarai banyak perusahaan besar yang memanfaatkan peraturan yang sebenarnya ditujukan untuk kebutuhan UKM.
Dalam UU Menteri Perindustrian, pemerintah mewajibkan IKM memenuhi 40 persen TKDN sebagai syarat ikut memenuhi kebutuhan pemerintah dalam pembelian barang dan jasa.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VI DPR PDIP RI Darmadi Durianto menegaskan perlunya pengawasan ketat terhadap pemberian TKDN 40 persen.
“Untuk pelaksanaannya, 40 persen TKDN digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar untuk ikut serta dalam pelayanan pemerintah,” ujarnya kepada wartawan, kemarin (10/9/2024).
Darmadi menegaskan, kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan TKDN dapat menyebabkan ketidakefektifan bahkan menghambat perkembangan penanaman modal dalam negeri.
Ketidaktahuan di lapangan berpotensi membuat investor hengkang, ujarnya.
Darmadi menjelaskan, kemudahan yang diberikan pemerintah kepada pengusaha bermodal kurang dari lima miliar untuk memperoleh sertifikat IK TKDN dengan menetapkan angka TKDN sebesar 40 persen justru membuka celah ketidakpatuhan.
Menurut dia, keistimewaan ini dijadikan sebagai celah bagi pihak lain untuk memanfaatkannya.
Menurut Darmadi, cara yang dilakukan pedagang yang tidak memperhatikan adalah sistematis.
“Mulai dari pendirian dan pendaftaran perusahaan dalam skala yang sesuai untuk industri kecil, dengan konfirmasi dari pejabat pemerintah terkait yang dilakukan secara online hanya berdasarkan dokumen yang diserahkan, para pedagang tersebut dapat dengan mudah mendaftarkan usahanya sebagai produsen atau produsen barang lainnya.” dikatakan.
Modal yang digunakan untuk melengkapi dokumen ini, kata dia, digunakan untuk menyuplai produk lain yang sedang dikerjakannya.
“Tentunya keadaan ini bertentangan dengan semangat pelaksanaan TKDN itu sendiri,” ujarnya.
Selain itu, Darmadi menduga pendekatan serupa juga terjadi pada permintaan AC di layanan pemerintah.
Padahal, kata dia, jika hal itu terjadi bisa menimbulkan banyak kerugian bagi pemerintah.
“Pertama, TKDN IK yang diharapkan dapat mengembangkan industri kecil, belum mencapai tujuannya karena dimanfaatkan oleh sebagian pengusaha yang tidak memperhatikan.
Kelemahan terbesarnya, menurut Darmadi Durianto, adalah kemungkinan buruknya investasi untuk mengembangkan industri refrigerasi di Indonesia.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah mengambil langkah efektif dengan bekerja sama dengan kementerian terkait untuk menyelesaikan masalah ini.
“Di sinilah seharusnya pemerintah berada. Tidak hanya mendorong investasi, tapi juga menjamin kesejahteraan dengan memperkuat kepedulian yang bekerjasama dengan kementerian terkait. Segera, sebelum menjadi terlalu besar dan mengancam investasi dalam negeri,” ujarnya.