Anggota Komisi V DPR: Perpres Percepatan Pembangunan IKN Tidak Menjawab Permasalahan

Reporter Tribunnews.com Dennis Destryavan melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi V DPR RI Suryady Jaya Purnama menilai Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Baru (IKN) yang ditandatangani Presiden Jokowi pada Kamis 11 Juli 2024 tidak bisa memecahkan masalah perkembangan TIK.

Perintah Presiden masih belum bisa menyelesaikan permasalahan yang ada, kata Suriadi saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (13 Juli 2024).

Menurut Suryadi, ada ribuan masyarakat adat yang tinggal dan bermukim di kawasan IKN selama bertahun-tahun, seperti masyarakat adat Balik Pemaluan, Balik Sepaku, dan Paser Maridan.

Perpres ini memperdalam ketimpangan kepemilikan tanah dan tidak memperhitungkan tanah adat yang mempunyai sejarah, kuburan tua, tempat ritual adat, dan sebagai tempat mencari nafkah, kata Suryadi.

Ia menambahkan, solusi Social Impact Plus (PDSK) seperti pindah rumah atau membangun rumah tidak bisa menggantikannya, apalagi jika tempatnya jauh dari tempat kerja.

Janji OICN untuk membangun desa adat atau menyediakan lahan untuk pemukiman kembali warga yang digusur belum terpenuhi, kata Suryadi.

Sedangkan dari sisi investor, Suryadi menilai peningkatan investasi IKN bukan karena permasalahan hak atas tanah, melainkan karena karakteristik berinvestasi pada infrastruktur publik saat masyarakat belum ada.

“Kalaupun begitu, tidak akan mencapai 5 juta orang. Padahal, rekening investasi hanya akan menguntungkan jika jumlah penduduknya minimal 5 juta orang dalam 10 tahun,” kata Suryadi.

Selain itu, investor saat ini fokus pada standar ESG (Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola) yang tidak mensyaratkan deforestasi dan dampak sosial negatif terhadap masyarakat lokal.

Sebelumnya, pemerintah menerapkan Keputusan Presiden (Perpres) Nomor 1 Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 11 Juli 2024.

Ada dua hal terkait perintah presiden ini seperti dilansir Plt. Kepala IKN (OIKN) Basuki Hadimuljano pada Juni 2024. Kasus pertama terkait permasalahan pengembangan lahan seluas 2.086 hektare yang memerlukan solusi Pengelolaan Dampak Sosial Plus (PDSK).

PDSK Plus didefinisikan dalam artikel. 8 ayat 1, secara khusus Pemerintah memutuskan masalah penguasaan masyarakat atas tanah dalam kaitannya dengan aset terkendali (ADP) OIKN dalam rangka pengembangan IKN.

Konsepnya lebih rinci pada ayat (5) dan (6), yaitu penyelesaian permasalahan penguasaan tanah HDP pada setiap bidang tanah diberikan berdasarkan hasil inventarisasi dan penetapan dengan jumlah yang diperhitungkan. dasar penilaian tanah. Penilai negara dengan imbalan berupa uang, tanah pengganti (transfer), pemukiman kembali (pembangunan rumah) dan/atau bentuk lain yang disepakati kedua belah pihak.

Persoalan kedua menyangkut hak atas tanah yang mungkin dimiliki investor. Peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Izin Usaha, Sarana Usaha, dan Sarana Penanaman Modal Bagi Badan Usaha di IKN dinilai kurang menarik bagi pengusaha.

Dalam seni. Pasal 18-20 PP tersebut menyatakan bahwa investor hanya dapat memiliki hak atas tanah (HAT), yakni hak guna tanah (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak pakai di atas hak pengelolaan (HPL).

Dalam aturan baru tersebut yakni Keputusan Presiden No. 75 Tahun 2024, OIKN menjamin kepada investor bahwa masa berlaku hak atas tanah disebutkan dalam pasal tersebut. 9 pasal 2, termasuk dalam hal HGU sampai dengan 190 tahun, serta HGB dan hak pakai sampai dengan 160 tahun, semua jangka waktu tersebut sesuai dengan revisi UU IKN Nomor 2 21 Tahun 2023.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *