Kaum muda di Indonesia merupakan kelompok yang paling pesimis terhadap situasi politik dan ekonomi di negaranya dibandingkan dengan kaum muda dari lima negara ASEAN lainnya, menurut survei terbaru yang dilakukan ISEAS-Yusof Ishak Institute.
Survei ini dilakukan terhadap 3.081 pelajar berusia 18-24 tahun di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina untuk mengetahui bagaimana pandangan generasi muda terhadap situasi di negara mereka.
ISEAS mengatakan pihaknya menargetkan mahasiswa karena aktivisme pemuda di kampus telah berkembang dan memainkan peran penting dalam perubahan rezim.
Berdasarkan survei, 53,9% responden menilai situasi politik di Indonesia buruk. Ini merupakan tingkat ketidakpuasan tertinggi di antara enam negara yang disurvei.
“Kekhawatiran terhadap melemahnya demokrasi dan munculnya dinasti politik dapat menjelaskan mengapa generasi muda Indonesia kecewa terhadap elit politik, khususnya mantan Presiden Joko Widodo,” kata laporan tersebut.
Bahkan 33,1% generasi muda Indonesia merasa sangat pesimis terhadap visi pemerintah terhadap pembangunan ekonomi. Tingkat ketidakpuasan tersebut juga merupakan yang tertinggi dibandingkan negara lain, meski enam dari 10 anak muda Indonesia mengaku masih cukup optimis terhadap hal tersebut.
Pengamat ekonomi dan politik menilai hasil survei ini tidak mengejutkan dan sejalan dengan situasi yang dihadapi generasi muda di Indonesia saat ini: sulitnya mendapatkan pekerjaan, rentan terhadap pemecatan, dan harus bertahan hidup di tengah tekanan ekonomi. . Apa yang paling ditakuti anak muda Indonesia?
Sebanyak 97% generasi muda Indonesia yang disurvei mengaku takut akan pengangguran dan resesi ekonomi.
Selain itu, mereka juga sangat prihatin terhadap semakin dalamnya kesenjangan ekonomi dan perbedaan pendapatan.
Ekonom CORE Indonesia Hendri Saparini mengatakan kekhawatiran tersebut valid dan dapat dimengerti.
“Persepsi ini muncul karena apa yang mereka hadapi adalah apa yang mereka hadapi. Kalau melihat data, tahun lalu terjadi PHK besar-besaran dan banyak anak muda yang kesulitan mencari pekerjaan,” kata Hendri.
Pada tahun 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan hampir 10 juta generasi Z Indonesia berusia 15-24 tahun menganggur atau tidak aktif.
Sebanyak 369.500 penduduk usia 15-29 tahun juga putus asa mencari pekerjaan (despered for work).
PHK massal pun terjadi. Tahun lalu, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat adanya PHK sebanyak 80.000 orang.
Hendri mengatakan salah satu penyebabnya adalah deindustrialisasi yang terlalu dini.
“Kalau kita lihat kegiatan ekonomi di daerah semakin terkonsentrasi. Ada pertumbuhan ekonomi, tapi jauh dari mereka [anak muda] dan tidak semua anak muda di Indonesia berpendidikan tinggi,” kata Hendri.
Tekanan perekonomian juga terlihat dari data lain yang menunjukkan penurunan jumlah kelas menengah Indonesia dari 57,33 juta orang pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta orang pada tahun 2024.
Di sisi lain, kelas menengah rentan atau calon kelas menengah justru meningkat dari 128,85 juta jiwa pada tahun 2019 menjadi 137,5 juta jiwa pada tahun 2024. Sebanyak 25,22 juta jiwa masyarakat Indonesia juga masih hidup dalam kemiskinan.
Selain masalah pengangguran dan ekonomi, survei tersebut juga menunjukkan bahwa lebih dari 90% generasi muda Indonesia mengkhawatirkan korupsi dan penegakan hukum. “Peringatan dari Pemerintah”
Aisah Putri Budiarti, Pengamat Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan pemerintah tidak boleh mengabaikan pesimisme yang muncul di kalangan generasi muda.
“Meski secara metodologi jumlahnya sangat kecil dan belum bisa mencerminkan jumlah penduduk, setidaknya bisa menjadi gambaran bahwa kekhawatiran terhadap situasi politik dan ekonomi semakin meningkat,” kata Aisah.
Menurutnya, hal ini menandakan pemerintah harus lebih memperhatikan kepentingan generasi muda.
“Anak muda biasanya penuh optimisme karena baru memasuki usia produktif. Ini tentu menjadi peringatan, kalau mimpi pemerintah ingin Indonesia Emas ditahan. Kalau pesimistis, risikonya berbahaya,” dia menambahkan. kata Aya.
Di sisi lain, Aisah mengatakan pesimisme tersebut juga menunjukkan generasi muda semakin sadar dan kritis terhadap kebijakan pemerintah.
Apalagi di tengah situasi politik Indonesia saat ini yang minim kontrol (checks and balances).
Saya berharap mereka bisa lebih kritis dan menjadi penyeimbang agar pemerintah terpacu untuk mengevaluasi kinerjanya, kata Aisah. Kaum muda di Singapura dan Vietnam lebih optimis
Di antara negara-negara ASEAN yang disurvei, generasi muda di Singapura dan Vietnam merupakan kelompok yang paling optimis terhadap kondisi politik di negaranya.
Berdasarkan penelitian tersebut, 72,4% responden di Singapura menilai situasi politik mereka sangat baik dan menguntungkan. Sebanyak 68,2% anak muda di Vietnam merasakan hal yang sama.
Jumlah ini empat kali lebih banyak dibandingkan Indonesia.
Sembilan dari 10 generasi muda Singapura, Vietnam, dan Malaysia juga memiliki pandangan optimis terhadap arah pembangunan ekonomi di negaranya.
Secara keseluruhan, survei ini menunjukkan bahwa negara-negara yang belum mengalami perubahan sistem politik dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil menumbuhkan optimisme yang lebih besar di kalangan generasi mudanya.
Di sisi lain, negara-negara yang sedang mengalami gejolak politik dan ekonomi, seperti Indonesia, lebih skeptis terhadap generasi muda.