‘Anak-anak saya panik, kenapa gunung kita keluarkan api?’ – Warga ketakutan ketika Gunung Ruang kembali erupsi

Gunung Luang di Pulau Luang di Kepulauan Citaro Sulawesi Utara kembali meletus dan mengeluarkan kepulan asap setinggi 5.000 meter.

Para ahli telah memperingatkan bahwa letusan tersebut dapat memicu tsunami di kedua arah.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) kembali menaikkan status gunung tersebut menjadi Level IV atau Awas, mulai pukul 01.30 WITA, Selasa (30 April).

Dr Mirza Abdulrakman, ahli vulkanologi Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan ada kemungkinan terjadinya tsunami dua arah.

“Gunung Luang berada di atas kaldera tua yang terbuka ke arah barat. Artinya, potensi longsor di Gunung Luang ada di arah barat.

“Di luar ramalan yang banyak disebutkan, dia akan menuju ke timur. Jadi kemungkinannya ada dua arah, tsunami dari barat atau dari timur,” kata Mirzam kepada BBC News Indonesia. .

Tsunami ini dikhawatirkan bisa menimbulkan dampak mematikan tidak hanya bagi Koh Luang sendiri, tapi juga pulau-pulau tetangganya.

“Yang paling kami khawatirkan adalah tsunami,” katanya, “karena kami khawatir akan runtuhnya bangunan gunung berapi atau masuknya material dalam jumlah besar secara tiba-tiba yang dapat berdampak pada pulau-pulau di sekitarnya.”

Herningtias Deji Poornamasar, Ketua Kelompok Pemantau Gunung Api PVMBG, mengamini hal tersebut. Ia mengimbau warga mewaspadai naiknya permukaan air laut.

“Pada tahun 1871 juga pernah terjadi tsunami di sisi barat Pulau Taglandag sehingga menimbulkan tsunami. Maka kami memasukkan ini sebagai salah satu rekomendasi level IV atau kehati-hatian,” kata Herningtias.

Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM, letusan terjadi menjelang pukul 09.00 WITA dan aliran awan panas mencapai laut di bagian timur laut pulau tersebut.

Kolom letusan yang berada 5.000 meter di atas permukaan laut dari puncak, miring ke arah timur dan selatan.

Mohammad Wafid, Direktur Jenderal Departemen Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan: “Masyarakat yang tinggal dalam radius 7 km dari kawasan Pulau Taglandan harus segera mengungsi ke lokasi aman di luar radius 7 km.”

Selain itu, masyarakat diimbau untuk selalu menggunakan masker untuk menghindari paparan abu vulkanik yang dapat mengganggu sistem pernapasan.

Dalam jumpa pers, Selasa (29/04), Abdul Muhari, Direktur Pusat Komunikasi Data dan Informasi Kebencanaan BNPB, mengatakan tiga konvoi angkatan laut dikerahkan untuk mendukung evakuasi warga dari Pulau Taglandan ke Pulau Shau. Lebih dari 11.000 orang. “Anakku bertanya kepadaku: Mengapa ada api yang keluar dari gunung kita?”

Onki Kumambong, 28, asal Pulau Luang, yang rumahnya berada di kaki Gunung Luang, mengaku tidak bisa tidur setelah mendengar Gunung Luang kembali meletus.

“Kami sudah melihat tanda-tanda awan hitam. Lalu ada kebakaran, tapi selain itu masih aman. Malam itu sebenarnya masih pagi. Kami terjaga dari pagi hingga sore. kata Ongi kepada BBC News Indonesia melalui telepon.

Saat dihubungi, Ongi berbicara agak cepat karena daya baterai ponselnya hanya tersisa 3% dan listrik masih padam di area pengungsian.

Ongi dan keluarganya berlindung di tepian Pulau Taglandan pasca letusan pertama pada 18 April 2024.

Namun letusan kali ini jauh lebih dahsyat dibandingkan letusan sebelumnya. Hujan batu dan abu vulkanik juga mencapai pesisir Pulau Taglandag.

Oleh karena itu, ia dan keluarganya terpaksa mengungsi lagi di desa Mühlengen, salah satu desa di Kepulauan Schau.

Pria yang berprofesi sebagai guru honorer ini mengaku sudah tinggal di kaki Gunung Luang sejak lahir dan tak ingin meninggalkannya.

“Saya terus berpikir saya harus lari dari sini, saya harus lari ke Manado. Tapi sulit. Dia tidak mau pergi terlalu jauh dari rumah,” ujarnya.

Ongi mengaku berusaha menenangkan anak-anak saat terjadi erupsi Gunung Luang.

“Tadi malam anak-anak panik. Mereka bertanya, ‘Ada apa?’ Saya berkata, “Gunung berapi kami telah meletus lagi. Mohon doanya agar kami semua selamat dan tidak terjadi apa-apa.”

“Anak-anak saya selalu bertanya, “Ayah, kenapa ada gunung?” Jantung saya berdebar-debar,”’ jelas Ongi.

Letusan Gunung Luang sekali lagi menghancurkan rumah, kebun, dan ternak Ongi, membuatnya tidak punya pilihan selain selamat dari bencana tersebut.

“Kemarin semuanya hancur akibat letusan tahun 2002, dan rumahnya dibangun kembali.” “Kali ini rumah saya juga hancur,” kata Ongi. Bagaimana situasi evakuasi di Gunung Luang?

Abdul Muhari mengatakan meski Bandara Sam Laturan ditutup, tim BNPB akan tiba di Manado melalui jalur laut dari Ternate dengan membawa terpal, paket sembako, dan tenda pengungsi.

Luan mengatakan pulau itu berhasil dibebaskan. Sebagian besar penduduknya saat ini tinggal di Pulau Taglandan.

“Kami meminta warga untuk mengungsi di wilayah dalam radius tujuh kilometer, namun harap menghindari wilayah pesisir pantai sampai situasi dinyatakan benar-benar aman,” kata Abdul.

Berdasarkan keterangan resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada Senin terjadi 15 gempa guguran, 237 gempa vulkanik dangkal (VTB), 425 gempa vulkanik dalam (VTA), 15 gempa tektonik lokal, dan 15 gempa vulkanik jauh gempa bumi tercatat.

Abdul mengatakan peningkatan aktivitas tersebut dapat meningkat menjadi letusan eksplosif yang disertai aliran lahar.

“Ada aliran lava pijar dengan material vulkanik di langit, dan langit berubah menjadi merah cerah karena petir, yang merupakan bagian dari gejala vulkanik,” kata Abdul dalam keterangannya.

Selain itu, masih terjadi hujan batuan dan kerikil, termasuk gempa yang dirasakan saat letusan. Hujan batu dan kerikil ini lebih luas dibandingkan letusan 17 April 2024. Para ahli mengatakan ada dua elemen dalam potensi ancaman tsunami

Pakar Vulkanologi ITB Mirzam Abdulrakman mengatakan, pola letusan Gunung Luang terjadi setiap 30 tahun sekali. Pertama kali pada tahun 1974 dan kedua kalinya pada tahun 2002. Ini merupakan letusan pertama pada tahun 2024.

“Karena pasti tahun 2036, tapi magma yang kemungkinan sisa tahun 2002 belum meletus. Makanya kita harus hati-hati,” kata Mirzam.

Ia menjelaskan, jika material fisik jatuh ke laut atau cekungan sungai, maka dapat menimbulkan tsunami vulkanik yang disebut tsunami vulkanik.

Tsunami ini dikhawatirkan bisa menimbulkan dampak mematikan tidak hanya bagi Koh Luang sendiri, tapi juga pulau-pulau tetangganya.

“Yang paling kami khawatirkan adalah tsunami,” katanya. “Kami prihatin dengan runtuhnya bangunan vulkanik dan masuknya material dalam jumlah besar secara tiba-tiba yang dapat berdampak pada pulau-pulau di sekitarnya.”

Menurut Mirza, Gunung Luang terletak di tengah lautan pulau tersebut, sehingga situasinya jauh lebih berbahaya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar gunung tersebut dibandingkan di gunung berapi biasa.

Pasalnya, letusan gunung berapi bisa menyebabkan seluruh pulau tenggelam.

Mirza mengatakan, hal serupa pernah terjadi sebelumnya pada Gunung Krakatau yang meletus pada 2018 dan 60% tubuhnya terendam di bawah permukaan laut.

“Jadi dari sudut pandang ini, sebenarnya pulau vulkanik dan pulau vulkanik bisa hilang sebagian atau hilang seluruhnya,” ujarnya.

Ia juga mengimbau warga menggunakan masker basah untuk melindungi diri dari gas SO2 yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan jika terhirup. Sejarah letusan berkala Gunung Luang

Berdasarkan catatan Badan Geologi Kementerian ESDM, aktivitas erupsi mengalami penurunan pasca erupsi Gunung Luang pada 17 April 2024.

Pada tanggal 22 April 2024 pukul 09.00 WITA, tingkat aktivitas Gunung Luang diturunkan dari Level IV (Awas) menjadi Level III (Peringatan).

Kemudian, pada 26 April 2024, tim BPPTKG-PVMBG-Badan Geologi-KESDM mendirikan stasiun pengamatan seismik (RAPS) di Pulau Luang, sekitar 2 km dari puncak, untuk memantau aktivitas Gunung Luang.

Namun pada Senin (29 April 2004), gempa yang dilaporkan melalui observatorium RAPS adalah gempa guguran sebanyak 5 kali, gempa vulkanik dangkal sebanyak 237 kali, gempa vulkanik dalam sebanyak 425 kali, dan gempa tektonik lokal sebanyak 15 kali, tercatat enam kali gempa tektonik jauh.

Hasil pantauan visual sejak 29 April 2024 hingga pukul 24.00 WITA menunjukkan aktivitas vulkanik Gunung Luang masih aktif. Gumpalan putih tebal dari kawah teramati dalam jarak 200m hingga 1000m dari puncak.

Selasa (30/4) kembali terjadi letusan menyusul kebisingan pada pukul 02.32 WITA. Ketinggian kolom letusan tidak terlihat karena langit gelap.

Hujan segar juga dilaporkan di Pos PGA Luan P. Taglandan. Letusan berlanjut hingga pukul 04.30 WITA dan dilaporkan merusak Sistem Pemantauan Gempa Bumi (RAPS) Gunung Luang. Peringatan tsunami dicabut pasca letusan pada 20 April 2024.

Pusat Mitigasi Bencana Geologi dan Vulkanologi (PVMBG) mencabut peringatan bahaya tsunami pada Minggu (21 April) menyusul penurunan aktivitas letusan Gunung Laung di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara. Namun tingkat Gunung Luang tetap pada Level IV (Awas).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengumumkan ribuan warga dievakuasi ke beberapa lokasi akibat letusan Gunung Luang.

Berdasarkan data awal yang dihimpun Pusat Pengendalian dan Operasional (Psdalops) BNPB pada Sabtu (20/4) pukul 14.00 WIB, sekitar 10 desa dan dua kelurahan di wilayah Taglandan, Provinsi Sitaro, terkena dampak letusan gunung berapi tersebut. Material Gunung Luang terkumpul saat terjadi letusan seperti yang terjadi pada Selasa (16 April) hingga Rabu (17 April), mulai dari hujan abu vulkanik serta kerikil dan bebatuan.

Ratusan warga Hlaingpathet di Koh Luang dievakuasi beberapa menit setelah letusan besar pertama Gunung Luang terjadi pada Selasa (16 April).

Mereka berlindung di gedung pemerintah distrik Taglandan, di seberang Koh Luang.

Poppy Atiman adalah salah satu warga Rhinepatte yang harus meninggalkan rumahnya karena berada di daerah yang paling parah terkena dampaknya.

Gunung Luang telah meletus dua kali seumur hidupnya, sekali lagi pada bulan September 2002. Namun letusan kali ini jauh lebih besar.

“Apa yang kami rasakan berbeda. Sekarang (letusannya) semakin kuat. Pada dasarnya berbeda. Kami benar-benar merasakan letusannya sekarang.”

Menurut sejarah, pada tahun 1871, letusan gunung di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara, menimbulkan tsunami setinggi 24 meter yang menewaskan sekitar 400 orang. Bagaimana Space Mountain meletus sebelumnya?

Herning Tias, Ketua Satgas Vulkanologi Pusat Pengurangan Bencana Geologi dan Vulkanologi, mengatakan letusan Gunung Luang yang terjadi sekitar pukul 20.15 WITA pada Rabu (17 April) “sangat mendadak dan sangat cepat.” Kini diperluas menjadi ,” ungkapnya.

Kronologinya bermula dari gempa tektonik yang tercatat pada 9 dan 14 April 2024 di Koh Maluku, sebelah barat Koh Doi, kata Tias. Setelah itu terjadi peningkatan aktivitas kegempaan yakni aktivitas vulkanik dalam yang teramati cukup signifikan dari 5 menjadi 146 kali lipat.

Rentetan gempa tersebut menjadi dasar PVMBG untuk menaikkan level dan kondisi Gunung Luang dari normal menjadi waspada, lanjutnya.

“Kami menaikkan status Gunung Luang pada 16 April 2024 pukul 10.00 WITA dengan rekomendasi radius 2 kilometer dari pusat aktivitas di gunung tersebut aman.

Dan pada 16 April, PVMBG kembali mencatat terjadi erupsi sekitar pukul 13.37 Wita, beberapa jam setelah status waspada Gunung Lwangi, lanjutnya.

Namun kekuatan letusannya lemah, asap putih dihasilkan dari pusat aktif dekat kawah, dan letusan berlanjut pukul 21.45 WITA pada pukul 21.45 WIB.

“Kemudian kami membahas tingkat kewaspadaan di WITA pada pukul 16.00 karena letusan ini terjadi begitu terkonsentrasi.”

Dari sana, PVMBG merekomendasikan perluasan radius aman menjadi 4 kilometer dari Pusat Kegiatan Kawah Gundi Luang. Hal ini akan mempengaruhi proses evakuasi warga desa yang tinggal di kaki gunung.

Menurut Tias, letusan eksplosif Gunung Luang berlanjut hingga Rabu (17/4) pukul 18.00 WITA, dan letusan besar terjadi pada pukul 20.15 WITA.

Seismometer PVMBG mencatat aktivitas seismik secara terus menerus yang dirasakan bersamaan dengan badai petir dan petir. Hembusan angin dan fenomena petir letusan Gunung Luang

Ketua Pokja Gunung Api PVMBG Herunnia menjelaskan gunung yang tingginya mencapai 725 meter di atas permukaan laut ini merupakan jenis letusan eksplosif. Artinya, gunung tersebut mampu menghasilkan awan panas dan lontaran batu pijar hingga ketinggian 3.000 meter.

Di jejaring sosial, diposting foto-foto yang menunjukkan sejumlah besar letusan Gunung Luang.

Terjadi kilatan petir terus menerus disertai ledakan lahar merah yang kuat.

Menurut Tierce, fenomena kebisingan yang terdengar merupakan kejadian normal saat terjadi letusan eksplosif.

“Hal ini merupakan dampak dari aktivitas vulkanik yang tidak stabil, atau aktivitas vulkanik yang sedang dalam proses pelepasan bangunan vulkanik ke permukaan.”

“Kemudian akan terdengar suara yang mengganggu dan kilatan petir.

“Petir vulkanik terjadi pada gunung yang sedang meletus dan bersifat eksplosif. Apakah ada kemungkinan terjadi tsunami?

Pada Rabu (17 April), PVMBG kembali menaikkan tingkat kewaspadaan Gunung Luang setelah terjadi letusan besar pada dini hari.

Hal ini dapat menantang terjadinya tsunami, yang dapat terjadi jika material dari gunung jatuh ke laut akibat naiknya permukaan air laut, kata Tiers.

Itu karena sejarah Gunung Luang yang letusannya pada tahun 1871 menimbulkan tsunami setinggi 24 meter yang menewaskan sekitar 400 orang.

Rekomendasi kami adalah menjaga jarak aman sejauh enam kilometer untuk menjadikan sebagian Pulau Taglandan masuk zona pinggang karena situasi waspada, jelas Tiasma.

Tadi malam, warga dievakuasi di sisi barat Koh Luang dan Koh Taglan.

Namun di Pulau Taglandanga, kerikil dilaporkan menghujani dan merusak atap rumah warga.

Selain hujan kerikil, hujan pasir juga turun di sisi barat Pulau Taglandan sehingga membuat warga sekitar ketakutan. Selain itu, rumah sakit dan penjara setempat rusak, dan warga harus dievakuasi.

Pada tanggal 1 hingga 17 April 2024, tercatat 1.439 gempa vulkanik, 569 gempa vulkanik permukaan, dan 6 gempa tektonik lokal terpantau di Gunung Luang.

167 gempa bumi kerak jauh telah diamati. Ratusan orang dievakuasi

Pada Selasa (16 April), ratusan warga Desa Laing Pate di Pulau Luang dievakuasi setelah Gunung Luang mengalami letusan besar pertamanya.

Mereka berlindung di balai kota di distrik Taglandanga di seberang Pulau Luang.

Pop Atiman merupakan salah satu warga Rainpate yang harus meninggalkan rumahnya karena berada di wilayah yang paling parah terkena dampaknya.

Popi mengatakan, dirinya baru saja selesai makan malam di gedung Pemkab Taglandan saat terjadi letusan besar kedua pada Rabu (17 April).

Ia dan warga lainnya mendengar suara pegunungan Luwan. Itu hebat.

Suara badai petir yang tiba-tiba membuat warga panik dan segera berpencar ke jalan-jalan untuk menyelamatkan diri.

Pop yang melarikan diri bersama putrinya, dievakuasi sendirian dengan sepeda motornya.

Saat itulah ia melihat bebatuan bercahaya seukuran bongkahan batu dan merasakan hujan abu vulkanik yang dimuntahkan akibat letusan Gunung Luang.

“Batuannya besar dan banyak abu gunung. Tapi kami panik dan tidak menderita lagi.

Selama beberapa menit, Popi melihat asap tebal mengepul dari kawah gunung, disusul petir.

Tak lama kemudian, gempa bumi dirasakan hampir setiap menit.

“Sejak itu, kami sangat panik hingga tidak lagi melihat ke gunung. Perhatian kami terfokus pada bagaimana menghindari bahaya ini.”

Saat itu, yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana menyelamatkan dirinya sendiri, akunya.

Ia sendiri menyaksikan batu-batu bercahaya dari Gunung Luang berjatuhan begitu cepat hingga menembus atap dan merusak beberapa rumah.

“Kami tidak tahu harus berbuat apa lagi. Kami hanya terus berdoa dan menyanyikan pujian.”

“Kami bersyukur meski dihantam abu dan tebing gunung, kami tidak mengalami luka serius. Alhamdulillah,” lanjut Popp.

Semasa hidupnya, Gunung Luang meletus dua kali: sekarang dan September 2002. Namun letusan kali ini lebih besar skalanya.

“Apa yang kami rasakan berbeda. Sekarang (letusannya) semakin kuat. Pada dasarnya berbeda. Kami benar-benar merasakan letusannya sekarang.”

“Saya hanya berharap aktivitas di gunung tersebut secepatnya mereda dan tidak ada lagi aktivitas di gunung tersebut,” ujarnya.

Berdasarkan data BNPB, Sabtu (April 2004), rincian pengungsi internal yang terdampak antara lain 332 warga Desa Pumpetes dan 506 warga Desa Rheinpate. Sebanyak 679 warga Desa Tursan dievakuasi ke Desa Batumabila, Bira, Buha dan Kishan di Kecamatan Taglandanga.

Sebanyak 83 warga Desa Barranca Pejes dievakuasi ke gedung gereja Yerusalem. Gereja sudah memiliki acara memasak umum dan anggota paroki setempat.

Sekitar 6.045 warga Desa Bahoa dan Baraumala mengungsi di Distrik Taglandanga Utara. Data jumlah total pengungsi saat ini sedang dikumpulkan.

Berita ini diupdate pada Rabu 1 Mei 2024 sekitar pukul 08.00 WIB dengan tambahan informasi terkait pemaparan warga Sulut terkait erupsi kembali Gunung Luang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *