Laporan jurnalis Tribunnews.com Fahdi Al-Fahlawi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gas air mata yang digunakan polisi untuk membubarkan demonstrasi di Semarang, Jawa Tengah juga menimpa anak-anak.
Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam penggunaan gas air mata yang berdampak pada anak.
“KPAI mengutuk penggunaan gas air mata dan kekerasan untuk membubarkan demonstrasi di Semarang, terutama yang berakibat fatal bagi anak-anak,” kata Komisioner KPAI Deja Puspitarini kepada Tribunnews.com, Selasa (27/08/2024).
Zia juga meminta Polda Jateng memberikan sanksi kepada aparat kepolisian yang tidak mengikuti prosedur guna menjamin keamanan demonstrasi.
Bahkan, anak-anak yang berada di dalam masjid dan Paragon Mall juga ikut terkena dampak tembakan gas air mata tersebut.
Selain itu, Zia meminta polisi memberikan perlindungan kepada anak-anak yang diamankan di Polres Semarang.
KPAI mengimbau Polda Jateng menindak tegas personel APH yang tidak mengikuti prosedur sehingga mengakibatkan korban jiwa anak-anak yang hadir di musala TPQ dan pengunjung Paragon Mall, serta pelajar yang saat ini masih diamankan polisi. kata Zia.
Menurut Zia, tindakan para pejabat tersebut melanggar Pasal 76C UU Perlindungan Anak. Ia mengatakan, anak-anak tersebut merupakan anak-anak yang berada dalam kondisi darurat.
“Anak-anak yang menjadi korban kerusuhan adalah anak-anak yang berada dalam situasi darurat,” tutupnya.
Seperti diketahui, aksi unjuk rasa di luar gedung DPRD Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng) berakhir ricuh saat polisi menembakkan gas air mata dan meriam air ke arah pengunjuk rasa pada Senin (26/8/2024).
Akibatnya banyak peserta acara atau pelajar, masyarakat sipil dan banyak pelajar yang menjadi korban dan dibawa ke rumah sakit (RS).